Raden Ajeng
Gayatri atau
Gayatri Wedotami atau
Wedotami Muthari atau Syekhah Hefzibah (lahir 4 September 1979) adalah penyair, filsuf, feminis, aktivis HAM di bidang antar iman dan kebebasan beragama, serta mentor Tarekat Daudiyah yang pertama di Indonesia.
Gayatri merupakan puteri dari sastrawan dan guru besar Prof. Abdul Hadi WM. Dia mendeklarasikan diri sebagai dekalogis. Pada tahun 2020,
Gayatri mengambil kaul brahmakarya permanen sebagai Pengantin Elia dan mendapat nama baru: Hefzibah.
Latar belakang
Gayatri Wedotami lahir di Jakarta, pada 4 September 1979. Ia mendapat pendidikan di TK Aisyiyah 21 dan SD Muhammadiyah 24 Jakarta, serta mengikuti pendidikan tari Bali di Lembaga Saraswati asuhan I Gusti Kompyang Raka. Pada tahun 1989, dia pernah menjadi model sampul untuk sisipan majalah Ayahbunda. Guru bahasa Inggris pertamanya adalah Svetlana, putri sulung tokoh terkemuka Njoto. Istri Njoto, R.A Soetarni adalah sepupu neneknya, R.A Sumartiyah Djojosupadmo, sama-sama berasal dari trah Mangkunegara III. Pada masa itu, mereka hidup bertetangga di Rawamangun, Jakarta Timur.
Gayatri dan adik-adiknya saat di Jakarta sering diasuh oleh keluarga sepupu ayahnya tersebut.
Pendidikan
Gayatri melanjutkan pendidikan sekolah menengah selama lima tahun di Sekolah Menengah Kebangsaan Hamid Khan, Pulau Pinang, Malaysia (1991-1996). Di sekolah itu, selama lima tahun berturut-turut meraih predikat terbaik untuk bidang studi agama Islam, dan selalu mewakili sekolah untuk pertandingan lomba debat bahasa Melayu, lomba berdeklamasi sajak dan lomba pantun. Pada tahun 1995,
Gayatri berhasil memimpin tim lomba debat sekolahnya mengalahkan tim unggulan dari Sekolah Menengah Kebangsaan Penang Free School, yang membawanya kepada predikat Pendebat Terbaik Zona Jelutong. Di samping aktif dalam klub agama Islam dan klub memasak,
Gayatri juga aktif mengikuti ekstrakurikuler seni tari dan kerap menari untuk sekolahnya, serta menjadi anggota organisasi pustakawan sejak tingkat pertama sehingga pada tahun 1995 ia menjadi Ketua Pustakawan di sekolahnya. Setelah kembali ke Jakarta pada Juli 1996, dia menempuh pendidikan di SMU Negeri 36. Pada tahun 1998, ia diterima sebagai mahasiswa jurusan Sastra Jepang di Universitas Padjadjaran. Namun, dia kemudian memutuskan mengikuti UMPTN lagi dan diterima di jurusan Antropologi Universitas Gadjah Mada. Walau demikian, dia memilih melanjutkan pendidikan di jurusan Ilmu Sejarah sampai selesai pada 2006. Pada 2009,
Gayatri melanjutkan S2 di Islamic College for Advance Studies - Universitas Paramadina, tempat ayahnya mengajar. Dia memilih minat Filsafat Islam dan menyelesaikan seluruh kuliah sampai 2013. Karena jatuh sakit selama berbulan-bulan, dia memutuskan untuk tidak menyelesaikan tesisnya pada 2014. Setelah menempuh kelas terakhir untuk S2 Filsafat Islam,
Gayatri menerima beasiswa dari Nostra Aetate Foundation, yaitu yayasan di bawah Tahta Suci Vatikan, untuk menempuh pendidikan singkat mengenai Kekristenan selama 2011-2012. Selain belajar di dua universitas kepausan Roma yaitu Universitas Gregorian dan Universitas St Thomas Aquinas atau Angelicum, ia tinggal di asrama khusus yang dikelola The Lay Centre dan Foyer Unitas untuk para mahasiswa universitas kepausan yang datang dari non-religius Katholik maupun dari agama-agama lain yang belajar di universitas-universitas kepausan yang ada di Roma.
Karier
Sejak muda,
Gayatri telah aktif menulis. Pada waktu SMA, ia pernah bekerja paruh waktu sebagai pemandu museum dan pameran di TMII Jakarta. Selama masih kuliah S1, dia sempat mengambil cuti untuk menikah dan bekerja sebagai guru honorer di SD Negeri 14 Petang Bulak Sumur, Cempaka Putih, Jakarta. Dia dan kawan-kawannya juga aktif dalam penerbitan Pyramid, majalah pemikiran yang disponsori Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran pimpinan Tiar Anwar Bachtiar.
Gayatri juga berkiprah di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) selama kuliah di Unpad. Pada tahun 2000, ia dan kawan-kawannya membangun kembali IMM komisariat Unpad. Para kader IMM mengangkatnya sebagai ketua IMM komisariat Unpad. Namun, pada masa yang sama, dia juga aktif dalam pengkaderan HMI. Semenjak tahun 2009, ia diterima sebagai murid Prof. Dr. Thomas McElwain atau Syekh Ali Haidar, pemimpin Tarekat Daudiyah dan guru besar di bidang antropologi agama, lalu menerima inisiasi sebagai darwis Daudiyah. Pada 6 Mei 2015, ia diordinansi secara resmi sebagai mentor Daudiyah, yang menjadikan mentor pertama Daudiyah dari Indonesia. Ia juga adalah darwis Daudiyah pertama, semenjak direvitalisasi pada 1980-an, yang mengambil kaul permanen brahmakarya untuk hidup selibat. Pada Hari Raya Idul Khidirlyas, 23 April 2020,
Gayatri telah memperbaharui kaul brahmakarya (kaul mengenai kehidupan perkawinan atau seks) sebagai Pengantin Elia, dan memperoleh nama Hefzibah. Semenjak 2020 pula, Syekhah Hefzibah adalah pemimpin Daudiyah untuk kawasan Nusantara.
Sejak tahun 2010, ia aktif di ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace). Dia ikut teelibat mendirikan Komunitas Sekolah Agama sejak tahun 2011, yaitu komunitas para alumni kegiatan Sekolah Agama ICRP yang berfokus mempelajari aliran keagamaan dan kebudayaan satu sama lain, mengelola dan merayakan kebhinekaan. Di samping itu, ia memiliki perhatian mendalam terhadap wacana keadilan dan kesetaraan jender, termasuk wacana mengenai queer.
Untuk mewadahi para muhib, ashik dan darwis Daudiyah dalam belajar dan berdiskusi mengenai berbagai pemikiran, spiritualitas dan kebinekaan, pada 2016
Gayatri juga mendirikan komunitas ADISTI (Ahlulbait, Daudiyah, Sibghah dan Teman-teman di Indonesia), yang berpusat di Kampung Sawah, Bekasi, dan beranggotakan dari berbagai agama dan kepercayaan. Sejak tahun 2014, karena hidup dengan autoimun (SLE, Pemphigus Foliaceus dan MCTD), ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, dan memutuskan menyebarluaskan buah pikiran dan karya-karyanya di blog dan media sosial. Sejak tahun 2018 ia aktif mengampanyekan anti jilbabisasi dan anti niqabisasi, yaitu penolakan kepada pemaksaan kewajiban berkerudung maupun bercadar di lingkungan formal maupun informal. Pada 11 Februari 2020, ia mendirikan laman facebook Hijrah Indonesia dan merekrut sejumlah orang, sebagai salah satu upayanya untuk memulihkan kesetaraan dan keadilan dalam berkeyakinan, dalam hal gender dan kebhinekaan, termasuk kampanye anti jilbabisasi dan anti niqabisasi.
Kehidupan pribadi
Gayatri Wedotami adalah puteri sulung penyair, budayawan dan tokoh Muhammadiyah, Abdul Hadi WM, cucu seorang saudagar Muslim Peranakan Tionghoa yang juga seorang darwis Qadiriyah dan ikut merintis Muhammadiyah di Sumenep, Madura. Ibunya, Tejawati, atau akrab dikenal sebagai Atiek Koentjoro, adalah pelukis dan aktivis Dewan Kesenian Surabaya pada tahun 1970-an. Latar belakang keluarganya itu yang menyebabkan Mangkunegara IV, sufisme, sosialisme, serta pemikiran Ahmad Dahlan, Sosrokartono maupun Kartini sangat memengaruhi pemikirannya.
Pada 2003,
Gayatri menikah dengan Agus Setiawan Sunaryo, aktivis HMI. Mereka dikaruniai dua anak perempuan yaitu Melika Ayaza, pada 2004, dan Altantuya Feyyaza, pada 2006. Mereka bercerai pada 2014.
Gayatri memiliki dua adik perempuan yaitu Dian Kuswandini, seorang aktivis UNESCO, dan Ayusha Ayutthaya, seorang dosen Sastra Cina dan biologi, dan seniman seni rias wajah.
Bibliografi
“A Letter”, 1997 (cerpen) Annida
“2020” 1998 Annida
“Anak-anak Perang” (“The Children of the War”), 1998 (cerpen) Kakilangit, Horison
“Sastra Menembus KIR 1998” (esai) Kakilangit, Horison
“Once Upon A Time in A Bleeding Ramadhan”, 2000 (cerpen) Annida
“The Kenway,” 2001 (cerpen) Annida
“Bidadari Kecil,” 2001 (cerpen) Amanah
“Tell Lawrence I Love Him,” 2002 (cerpen) Annida
“Mother,” 2003 (cerpen) Annida
“Kerinduan Jenell,” 2005 (cerpen) Noor
Kolom cerita anak-anak 2006-2007 Sriwijaya Magazine
“Bola Api Yang Bergulir,” 2009 (cerpen) Horison
“Padang Bunga Wang dan Ma,” 2009 (cerpen) Jurnal Nasional
Antologi Cerpen Fiksi Arashi – (“Mutiara Mimosa”) - 2013 (1 cerpen) - Ufuk Publishing House
“Dari Jendela Kamarku,” 2014 (cerpen) Good Housekeeping
Antologi Puisi Voice Breaking the Silence, 2014 (2 puisi) KPPI
“Tarian Kabut,” 2014 (novel) KPPI
“Sahir,” 2015 (cerpen) Goodhouse Keeping
“Peron Tiga Perempat,” 2016 (cerpen) Koran Tempo
“Jubah Tamsil,” 2017 (cerpen) Litera
“Asal Usul Sagu Huma,” 2018 (cerpen) Horison
Syarahan dan petikan terjemahan Buyruk Alfurqan (The Beloved and I: New Jubilees Version) karya Thomas McElwain. Untuk sementara baru dapat diakses untuk lingkungan terbatas
Referensi