Berdirinya Museum Prabu Geusan Ulun berawal dari terbentuknya
Yayasan Pangeran Aria Suria Atmadja (YPASA) yang dirikan oleh keluarga Raden Kadir Sumawilaga merupakan adik
Pangeran Aria Suria Atmadja putra
Pangeran Sugih yang penerima ahli waris wakaf
Pangeran Aria Soeria Atmadja, kemudian
Yayasan Pangeran Aria Soeria Atmadja pada tahun 1955 berganti menjadi
Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) sebagai lembaga bertujuan yang mengurus, memelihara dan mengelola barang wakaf Kangdjeng
Pangeran Aria Soeria Atmadja, Bupati
Sumedang 1882 – 1919. Untuk melestarikan benda–benda wakaf tersebut
Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) merencanakan untuk mendirikan sebuah Museum, serta dibentuknya organisasi kawargian yang mengurusi seluruh keturunan
Pangeran Sumedang yaitu Rukun Wargi
Sumedang (RWS) yang dibentuk tahun 1956
Dalam ikrar wakafnya
Pangeran Aria Suria Atmadja beramanat agar barang yang diwakafkannya:
"Itu tidak boleh diwariskan, tidak boleh digugat oleh siapa pun juga, tidak boleh dijual, tidak boleh dirobah-robah, tidak boleh ditukar-tukar dan diganti-ganti."
Pangeran Aria Suria Atmadja. Ia mendapatkan warisan pusaka peninggalan dari ayahnya
Pangeran Aria Suria Adinata yang dikenal dengan nama
Pangeran Sugih. Pada 22 September 1912,
Pangeran Aria Suria Atmadja mewakafkan pusaka-pusaka miliknya yang ia namakan sebagai “banda kaoela pitoein”, “poesaka tisepoeh”, dan “asal poesaka ti sepoehsepoeh” kepada adiknya seayah karena ia tidak mempunyai anak laki-laki. Ia membuat wasiat yang berisi barang-barang pusaka tersebut akan diwakafkan kepada adiknya Tumenggung Kusumadilaga. Barang yang diwakafkan tidak boleh diwariskan, tidak boleh digugat oleh siapa pun, tidak boleh dijual, tidak boleh diubahubah, tidak boleh ditukar dan diganti. Dengan demikian keutuhan, kebulatan dan kelengkapan barang pusaka terjamin. Wakaf mulai berlaku jika
Pangeran Aria Suria Atmadja berhenti sebagai bupati
Sumedang atau wafat (Surianingrat, 1983: 145). Pada 1919
Pangeran Aria Suria Atmadja berhenti sebagai bupati
Sumedang dengan mendapat pensiun. Pada 30 Mei 1919 dilakukan penyerahan barang “Asal Poesaka ti Sepoeh-sepoeh” dan “Tina Oesaha Kaoela Pribadi” kepada Tumenggung KusumadilagaDengan demikian keutuhan, kebulatan dan kelengkapan barang pusaka terjamin. Wakaf mulai berlaku jika
Pangeran Aria Suria Atmadja berhenti atau pesiun sebagai bupati
Sumedang atau wafat.
Setelah
Pangeran Aria Soeria Atmadja menyelesaikan urusan wakafnya dan pesiun 17 April 1919 dan pada tanggal 21 April 1921
Pangeran Aria Soeria Atmadja berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Di Arab Saudi
Pangeran Aria Soeria Atmadja disambut sebagai seorang raja dari Jawa dengan penuh kehormatan. Setelah selesai melaksanakan ibadah haji pada tanggal 1 Juni 1921
Pangeran Aria Suria Atmadja wafat di Mekkah sehingga ia dikenal sebagai
Pangeran Mekkah. Untuk mengenang jasa-jasa
Pangeran Aria Suria Atmadja oleh pemerintahan Kolonial dibangunlah Monumen Lingga.
Karena banyak sekali benda-benda peninggalan tersebut yang dapat dijadikan untuk tujuan kegiatan museum sebagai upaya pengembangan kegiatan
Yayasan yang dapat bermanfaat bagi para Wargi
Sumedang khususnya dan masyarakat
Sumedang pada umumnya. Maka pada tahun 1973 Museum Wargi-YPS didirikan, yang pada mulanya dibuka hanya untuk di lingkungan para wargi keturunan dan seketurunan Leluhur
Pangeran Sumedang saja. Seiring berjalannya waktu Museum Wargi –YPS ternyata mendapat respon yang baik dari para wargi
Sumedang demikian juga respon yang baik ini datang dari masyarakat
Sumedang, antara lain karena lokasi Museum Wargi –YPS ini sangat strategis sekali, karena letak museum tepat di pusat Kota
Sumedang, berada dalam satu kompleks dengan kantor Pemerintah Daerah (PEMDA)
Sumedang dan Kantor Bupati
Sumedang yang bersebelahan dengan Gedung Negara adalah kantor dan tempat tinggal Bupati
Sumedang.
Pada tanggal 7 – 13 Maret 1974 di
Sumedang diadakan seminar sejarah Jawa Barat yang dihadiri oleh para ahli-ahli sejarah Jawa Barat. Pada kesempatan yang baik itu sesepuh YPS dan Wargi
Sumedang mengusulkan untuk mengganti nama Museum YPS yang disampaikan pada forum seminar sejarah Jawa Barat. Dan salah satu hasil dari seminar sejarah Jawa Barat tersebut dapat diputuskan dan ditetapkan untuk memberi nama Museum YPS, diambil dari nama seorang tokoh yang karismatik yaitu Raja terakhir Kerajaan
Sumedang larang yang bernama Prabu Geusan Ulun. Maka pada tanggal 13 Maret 1974 Museum YPS diberi nama menjadi Museum Prabu Geusan Ulun -
Yayasan Pangeran Sumedang.
Sejak terbentuknya
Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) sejak tahun 1950, telah dipimpin beberapa Ketua YPS:
Raden Rangga Kosasih Soemadinigrat (1950 – 1955)
Raden Rangga Sadeli. (1955 – 1960)
Raden Danoe Soemawilaga. (1960 – 1968)
Raden Ating Natadikoesoema. (1968 – 1980)
Raden Tumenggung Mohammad Singer. (1980 – 1988)
Haji Raden Lukman Hamid Soemawilaga. (1988 – 1992)
Haji Raden Djamhir Soemawilaga. (1992 – 1997)
Haji Raden Otje Salman Soemadiningrat (1997 – 1998)
Haji Raden Hadian Soemaadiningrat. (1998 – 2006)
Raden I. Lukman Soemadisoeria (2006 – 2009)
Ir. Haji Raden Koenraad Soeriapoetra (2009 - )
Raden Otong Hasan, BA.( - )
Drs. Raden. Memet Rochimat, M.Si ( - 2018)
Raden Panji Daniel Surya Wardhana (2018 - 2020)
R Mochamad Alex (2020 - 2022)
Ahmad Djawarie SE, Chk (2022)
G.R.A.R.V Mustikaningrat MA, CT.(2022-sekarang)
Referensi
http://museumprabugeusanulun.org/ Diarsipkan 2015-06-02 di Wayback Machine.
Perjalanan wakaf
Pangeran Aria Soeria Atmadja (PASA) Page
Pangeran Aria Soeria Atmadja
https://media.neliti.com/media/publications/291939-ditioeng-memeh-hoedjan-pemikiran-pangera-5c0f0a96.pdf
https://adoc.pub/
Yayasan-
Pangeran-
Sumedang.html