Zoebaida adalah sebuah film Hindia Belanda tahun 1940 yang disutradarai Njoo Cheong Seng dan menceritakan kisah cinta di Timor. Film ini dibintangi istri Njoo Fifi Young dan Soerip (film pertamanya). Setelah dibuat selama 27 hari di studio milik Belanda, film ini mendapat sambutan sedang. Film ini bisa jadi hilang dari peredaran.
Alur
Sebuah kisah cinta yang terjadi di Timor Barat, ketika
Zoebaida dan kekasihnya dilarang menikah oleh penguasa. Mereka akhirnya bisa bersatu sebagai suami istri.
Produksi
Zoebaida disutradarai Njoo Cheong Seng, mantan anggota teater. Ini adalah film kedua yang disutradarainya setelah Kris Mataram. Kisah film ini diadaptasi dari sebuah drama panggung karya Njoo juga berjudul Timoeriana. Menurut sejarawan film Indonesia Misbach Yusa Biran, film ini ditargetkan pada penonton kelas bawah. Biran juga berpendapat Njoo bebas bereksperimen dalam film ini, termasuk mengarang nama dan menentukan kostum cerah yang tidak realistis. Film ini mungkin dibuat sebagai jawaban untuk Alang-Alang (1939) karya The Teng Chun, yang berlatar di daerah terpencil dan membuatnya lebih eksotis.
Zoebaida diproduseri Tjan Hock Siong dari Oriental Film Company. Sinematografinya ditangani JJW Steffens, seorang berkebangsaan Belanda yang bekerja di Sindikat Perfilman Hindia Belanda (Algemeen Nederlandsch Indisch Filmsyndicaat, atau ANIF). Pembuatannya rampung selama 27 hari di kompleks studio ANIF di Bandung yang disewa 1.500 gulden per bulan. Untuk syuting, Njoo dan Tjan memanfaatkan tanah kosong di samping studio untuk membangun miniatur desa. Rekaman dilakukan menggunakan kamera hitam putih. Film ini diiringi tujuh lagu yang dimainkan grup musik beraliran Hawaii, Oriental Novelty Five, sedangkan penyuntingan suaranya ditangani KN Boen.
Film ini dibintangi istri Njoo, Fifi Young, yang berperan sebagai
Zoebaida. Ia adalah bintang panggung sepanjang tahun 1930-an, sehingga pengalaman tersebut dimanfaatkan studio untuk mendongkrak pemasaran filmnya. Film ini adalah film perdana yang dibintangi penyanyi keroncong Soerip. Selain mereka, ada pula Aisah, Moemoe Segara, Omar Rodriga, dan S. Poniman.
Rilis dan tanggapan
Zoebaida dirilis pada akhir 1940. Film ini ditayangkan di Medan pada pertengahan November 1940 dan Surabaya pada bulan Desember. Pada Maret 1941, film ini ditayangkan di Cirebon, dekat Batavia (sekarang Jakarta).
Biran menulis bahwa ulasan dari kaum intelek pribumi kritis terhadap dialognya dan menganggapnya mirip drama panggung. Ulasan anonim di De Indische Courant menyebutkan bahwa film ini sangat dilebih-lebihkan dan dipengaruhi adegan teatrikal. Ulasan tersebut juga berpendapat bahwa film ini berhasil membuat penonton fokus dengan memanfaatkan perpindahan rekaman panjang dan rekaman dekat.
Njoo menyutradarai satu film lagi untuk Oriental, Pantjawarna, pada tahun 1941. Ia keluar bersama Young tidak lama kemudian dan bergabung dnegan Majestic Pictures. Oriental langsung tutup tahun itu setelah merilis film terakhirnya, Panggilan Darah. Soerip masih terlibat di 24 film lain sebelum pensiun tahun 1990.
Zoebaida bisa jadi tergolong film hilang. Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya. Akan tetapi, Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia dan Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.
Referensi
Kutipan
Pranala luar
Zoebaida di IMDb (dalam bahasa Inggris)