Arahmaiani (lahir 21 Mei 1961) adalah seniman Indonesia kelahiran Bandung yang berbasis di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
Arahmaiani adalah salah satu figur penting dalam perkembangan seni rupa kontemporer di Indonesia. Ia merupakan salah satu pelopor dalam perkembangan performance art di Indonesia dan Asia Tenggara.
Arahmaiani kerap kali menggunakan seni rupa sebagai media kritik terhadap isu sosial, agama, dan budaya.
Latar Belakang Hidup
Arahmaiani lahir di Bandung, Indonesia pada tanggal 21 Mei 1961, dengan nama Rahmayani Feisal. Ayahnya adalah seorang ulama dan ibunya adalah seorang Muslim yang berasal dari latar belakang agama Hindu-Buddha. Dia menjelaskan bahwa namanya merupakan perwakilan bentuk sinkretisme atau percampuran dua budaya yang ia alami dalam asuhannya: "Arahma" berasal dari bahasa arab yang berarti "cinta" dan "iani/yani" berasal dari bahasa Hindi yang berarti "manusia".
Pada saat sedang menempuh pendidikannya, sebagai mahasiswa seni rupa,
Arahmaiani merasa dikecewakan dengan sistem pendidikan seni di negaranya, karena baginya pendidikan seni rupa saat itu sama sekali tidak berkaitan dengan realita kehidupan sehari-harinya. Ia lalu memutuskan untuk mencipta karya nya sendiri diluar institusi pendidikan seni, di jalanan, dan menjelajahi sendiri makna "performance art" secara intuitif.
Arahmaiani menempuh pendidikan seninya di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung dan lulus pada tahun 1992. Ia juga memperoleh pendidikan seni di Academie voor Beeldende Kunst, Enschede, the Netherlands pada tahun 1983 lalu di Paddington Art School, Sydney, Australia pada tahun 1985.
Karier Kesenimanan
Meskipun cukup dikenal sebagai seniman "performance art",
Arahmaiani juga menggunakan berbagai media lainnya seperti lukisan, gambar, patung, puisi, tari, dan seni instalasi (untuk membedakan diri dari istilah seni pertunjukan secara umum (Bahasa Inggris: performing arts) yang merujuk pada misalnya seni tari, teater, dan musik, seni "performance" dalam hal ini adalah seni aksi, satu kategori dalam seni rupa kontemporer dimana tubuh atau aksi tertentu dalam suatu ruang, waktu, dan situasi sosial tertentu menjadi media utama). Karyanya menyentuh isu-isu mengenai diskriminasi, kekerasan dan penindasan terhadap tubuh perempuan, feminisme, seksualitas, agama dalam masyarakat modern, kapitalisme dan industrialisasi. Dari sejak awal tahun 1980-an, karya-karyanya banyak menuai reaksi yang keras dari sebagian pemimpin komunitas Islam and beberapa pemimpin politik yang berakibat dengan hukuman penjara dalam waktu singkat pada tahun 1983.
Salah satu lukisannya yang berjudul Lingga-Yoni 1993 dan salah satu karya instalasinya yang berjudul Etalase 1994 adalah satu contoh bagaimana dalam karya-karyanya
Arahmaiani menggunakan dan mencampurkan berbagai simbol yang berkaitan dengan persoalan seksualitas, budaya barat, dan agama Islam. Karya Etalase terdiri dari beberapa benda temuan berupa kitab Al Quran, Patung Budha, cermin, sebungkus kondom, botol Coca-Cola, sekotak tanah, kipas, rebana dan foto dirinya sendiri, semuanya disimpan di dalam kotak pajang dari kaca seperti yang biasa digunakan di dalam museum. Kata 'etalase' sendiri merujuk kepada kotak kaca panjang yang sering kita temukan di bagian depan toko-toko pusat perbelanjaan, sedangkan dalam karya ini
Arahmaiani mempertentangkan banalitas etalase toko dengan bentuk kotak kaca museum yang biasa digunakan untuk menyimpan benda-benda penting. Karya ini merupakan bentuk kritik terhadap kapitalisme yang mulai berkembangan dan banalitas kehidupan modern yang pada saat pertama kali dihadirkan ke publik dalam bentuk pameran pada tahun 1994, menuai protes dan kritik tajam dari beberapa anggota kelompok Muslim garis keras. Karya tersebut segera disensor dan dengan terpaksa diturunkan dari ruang pameran.
Arahmaiani sendiri memperoleh beberapa bentuk ancaman yang berpotensi membahayakan nyawanya sehingga ia harus meninggalkan Indonesia untuk sementara waktu. Pada tahun 2013, karena kondisinya yang sudah tidak baik,
Arahmaiani melukis ulang Lingga-Yoni sebagai bagian dari persiapan pamerannya di Herbert F. Johnson Museum of Art.
Pada sekali waktu,
Arahmaiani juga pernah bekerja di salah satu kantor berita terbesar di Jawa Tengah. Ia bekerja sebagai kolumnis selama empat tahun dan banyak membahas berbagai isu berkaitan dengan praktik agama Islam dan budaya di Indonesia, sebelum akhirnya diberhentikan dari pekerjaannya karena mengkritik sesuatu yang berkaitan dengan praktik agama Islam di Indonesia. Dalam salah satu wawancara, Ia menyatakan bahwa sebagai seseorang yang berasal dari latar belakang percampuran agama Islam, Hindu, Budha dan Animisme, ia ingin memberikan kontribusi kepada diskusi mengenai bagaimana praktik agama yang berbeda-beda di Indonesia saling mempengaruhi satu sama lain.
Arahmaiani pernah mewakili paviliun Indonesia dalam Venice Biennale ke 50 pada tahun 2003, bersama dengan tiga seniman kontemporer lainnya, yaitu Dadang Christianto, Tisna Sanjaya, dan Made Wianta. Pameran tersebut diberi judul Paradise Lost: Mourning of the World.
Pameran
Karya-karya
Arahmaiani telah dipamerkan di berbagai tempat seperti Australian Center of Contemporary Art (Melbourne), Hokkaido Asahikawa Museum of Art, Lasalle-SIA College of the Arts (Singapore), Der Rest Der Welt, Pirmasens (Jerman) World Social Forum (Utrecht), Singapore Art Museum; and Asia-Australia Arts Center (Sydney). Salah satu pamerannya adalah
Arahmaiani in Bangkok: Stitching the Wound pada tahun 2006 di Bangkok, Thailand. Ia juga berpartisipasi di pameran besar, antara lain: Traditions/Tensions di Asia Society, New York pada 1996, Global Feminism di Brooklyn Museum pada 2007, Suspended Histories di Museum Van Loon, Amsterdam pada 2013-2014, Women in Between: Asian Women Artist 1984-2012 di Mie Prefectural Art Museum, Japan pada 2013, serta pameran-pameran lain yang diadakan di Singapura dan Australia.
Referensi