Bambu tali atau
Bambu apus (Gigantochloa apus) merupakan jenis
Bambu yang tersebar luas di Indonesia dan Asia tropis.
Bambu ini banyak diusahakan untuk bahan baku pembuatan kerajinan tangan. Nama-nama daerahnya, di antaranya, awi
tali (Sd.); pring
tali, pring apus, pring apĕs, dĕling apus, d. tangsul (Jw.); perrèng talè (Md.); tiying
tali, tiying tlantan (Bl.), dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris ia disebut string bamboo.
Pengenalan
Bambu yang merumpun, rapat dan tegak; rebungnya hijau, tertutup oleh bulu-bulu miang cokelat dan hitam. Buluhnya lurus, mencapai tinggi 22 m dengan ujung yang melengkung; mulai bercabang lk. 1,5 m di atas tanah. Panjang ruas 20-60 cm dan garis tengahnya 4–15 cm, tebal dinding buluh lk. 1,5 cm; hijau kelabu hingga hijau terang atau kekuningan; buku-bukunya sedikit menonjol.
Pelepah buluh tidak lekas rontok; bentuk trapezoid, lk. 7-35 × 8–26 cm, hijau akhirnya cokelat kekuningan; sisi luarnya tertutup oleh miang berwarna cokelat gelap, yang kemudian rontok ketika pelepah mengering. Daun pelepah buluh menyegitiga dengan dasar menyempit, 3-10(-18) × 2–5 cm, terkeluk balik. Kuping pelepah seperti bingkai, lebar 4–8 mm dan tinggi 1–3 mm, dengan bulu kejur hingga 7 mm; ligula (lidah-lidah) menggerigi, tinggi 2–4 mm, lokos.
Daun pada ranting bentuk lanset, 13-49 × 2–9 cm, sisi bawahnya agak berbulu; kuping pelepah kecil dan membulat, tinggi 1–2 mm, lokos; ligula rata, tinggi lk. 2–4 mm, lokos.
Perbungaan berupa malai pada ranting yang berdaun, dengan kelompok-kelompok hingga 30 spikelet pada masing masing bukunya, terpisah sejarak 1-8,5 cm. Spikelet bentuk bulat telur sempit, 13-22 × 2–3 mm, dengan 2-3 gluma hampa dan 3 floret yang sempurna.
Agihan dan ekologi
Menyebar luas di wilayah Asia tropis: India, Indocina, dan kawasan Malesia, asal usul
Bambu tali diperkirakan dari wilayah Burma (Tenasserim) dan Thailand selatan.
Bambu ini kemungkinan dibawa semasa migrasi manusia prasejarah ke Jawa, di mana kemudian ia banyak ditanam orang; akan tetapi populasi liarnya, atau yang meliar, dapat dijumpai di kawasan Gunung Salak dan Blambangan. Dari Jawa,
Bambu tali menyebar ke Sumatra bagian selatan, Kalimantan tengah, dan Sulawesi tengah. Kini
Bambu tali telah tersebar jauh hingga ke Afrika selatan dan timur, serta ke wilayah Amerika Tengah dan Selatan.
Bambu tali menyukai wilayah dataran rendah yang panas dan lembap, namun juga dijumpai pada lereng-lereng perbukitan hingga 1.500 m dpl. Tumbuhan ini juga biasa didapati di tempat-tempat terbuka, hutan yang terganggu, dan di tepi sungai pada tanah-tanah berpasir atau berliat. Pada tempat-tempat yang kering, buluhnya menjadi kurus.
Manfaat
Bambu tali merupakan jenis
Bambu yang terpenting dari segi ekonomi bagi masyarakat perdesaan di Jawa, dan juga di Indonesia.
Bambu ini disukai untuk membuat berbagai keranjang dan barang anyaman rumah tangga, alat masak-memasak, alat penangkap ikan, furnitur, alat musik,
tali temali, dan lain-lain. Karena kegunaannya ini,
Bambu tali telah dicoba diperkebunkan di Besuki semenjak tahun 1920-an.
Bambu ini juga dimanfaatkan sebagai bahan ramuan rumah: tiang, dinding, lantai, langit-langit, atap; serta untuk konstruksi pelbagai bangunan lain termasuk jembatan. Berat jenis
Bambu tali berkisar antara 0,50-0,67. Bilah
Bambu yang diambil dari buluh berusia 3 tahun yang dikeringkan di udara (kadar air 15,1%) memiliki sifat-sifat mekanis, berturut-turut untuk bilah dengan buku dan tanpa buku, sbb.: keteguhan patah 87,5 N/mm² dan 74,9 N/mm²; keteguhan tekan sejajar arah serat 37,5 N/mm² dan 33,9 N/mm²; keteguhan geser 7,47 N/mm² dan 7,65 N/mm²; serta keteguhan tarik sebesar 299 N/mm².
Bambu tali telah dimanfaatkan sebagai bahan papan serat.
Kandungan pati pada buluh berfluktuasi antara 0,24-0,71%, bergantung pada musim. Untuk mengurangi kadar pati dan meningkatkan keawetan
Bambu sebagai bahan bangunan, buluh-buluh ini direndam selama sekurang-kurangnya 30 hari dalam air yang menggenang atau yang mengalir lambat (misalnya di sawah). Sebelumnya, buluh harus dikeringkan lebih dulu dengan cara ditegakkan dan diangin-anginkan di bawah naungan, sampai menjadi kuning dan benar-benar kering.
Rebungnya pahit rasanya dan umumnya tidak dimakan. Sebagian orang merendamnya lebih dulu selama 3-4 hari dalam air atau dalam lumpur, sebelum dimasak.
Bambu tali tercantum dalam lontar usada, yakni kitab pengobatan kuno dari Bali. Disebutkan dalam lembar-lembar lontar tersebut, akar dan buluh
Bambu apus dapat digunakan untuk mengobati kencing manis dan meremajakan kulit. Uji laboratorium mendapatkan bahwa ekstrak akar dan buluh
Bambu tali mengandung asam-asam lemak, baik asam lemak jenuh seperti asam palmitat, asam stearat dan lain-lain, maupun asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, serta pelbagai senyawa lainnya (kurkumena, limonena, toluena, dll.) Sementara itu ekstrak daun
Bambu tali diketahui memiliki sifat menghambat aktivitas bakteria Escherichia coli penyebab diare.
Referensi
Pranala luar
Plantamor: Gigantochloa apus
Useful Trop. Plants: Gigantochloa apus