Hasil Pencarian:
- Front Pembela Islam
- Front Demokrasi Rakyat
- Front Nasional (Orde Lama)
- Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina
- Front Timur (Perang Dunia II)
- Jabhat Al-Nusra
- Front Persatuan Pertama
- Front Persatuan Kedua
- Front Revolusi Independen Timor Leste
- Front Belarusia III
- Front Lage–Tojo
- Front Patriotik Rwanda
- Pemberontakan PKI 1948
- Perang Dunia I
- Dediabolisasi Barisan Nasional
- Front Pembebasan Islam Moro
- Front Patriotik Nasional Liberia
- Front Baltik I
- Front Pembebasan Nasional
- The Front Runner
Artikel: Front Pembela Islam
Sejarah
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh, Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde baru, presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan. Latar belakang pendirian FPI sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain: Adanya penderitaan panjang umat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta ummat Islam. Pada tahun 2002, saat tablig akbar ulang tahun FPI yang juga dihadiri oleh mantan Menteri Agama, Said Agil Husin Al Munawar, FPI menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" seperti yang tertera pada butir pertama dari Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 ke dalam amendemen UUD 1945 yang sedang di bahas di MPR sambil membawa spanduk bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa". Namun, menurut anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Dr. J. Soedjati Djiwandono dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 yang diamendemen justru dikhawatirkan akan memecah belah kesatuan bangsa dan negara mengingat karekteristik bangsa yang majemuk. Pembentukan organisasi yang memperjuangkan syariat Islam dan bukan Pancasila inilah yang kemudian menjadi wacana pemerintah Indonesia untuk membubarkan ormas Islam yang bermasalah pada tahun 2006. Pada 30 Desember 2020, pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Bersama 6 Pejabat Tertinggi, yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT yang melarang seluruh aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh FPI. Hal ini meliputi pelarangan penggunaan simbol FPI di wilayah Indonesia. Sehingga, FPI tidak lagi memiliki hak legal, baik sebagai ormas maupun organisasi biasa di Indonesia.Aksi
FPI menjadi sangat terkenal karena aksi-aksinya yang kontroversial sejak tahun 1998, terutama yang dilakukan oleh laskar paramiliternya yakni Laskar Pembela Islam. Rangkaian aksi penutupan klab malam, tempat pelacuran dan tempat-tempat yang diklaim sebagai tempat maksiat, ancaman terhadap warga negara tertentu, penangkapan (sweeping) terhadap warga negara tertentu, konflik dengan organisasi berbasis agama lain adalah wajah FPI yang paling sering diperlihatkan dalam media massa. Di samping aksi kontroversial yang dilakukan, FPI juga melibatkan diri dalam aksi-aksi kemanusiaan antara lain pengiriman relawan ke daerah bencana tsunami di Aceh, bantuan relawan dan logistik saat bencana gempa di Padang dan beberapa aktivitas kemanusiaan lainnya. FPI sering dikritik berbagai pihak karena tindakan main hakim sendiri yang berujung pada perusakan hak milik orang lain. Pernyataan bahwa seharusnya Polri adalah satu-satunya intitusi yang berhak melakukan hal tersebut dijawab dengan pernyataan bahwa Polri tidak memiliki inisiatif untuk melakukannya. Sementara itu Rizieq, sebagai ketua FPI, menyatakan bahwa FPI merupakan gerakan lugas dan tanpa kompromi sebagai cermin dari ketegaran prinsip dan sikap. Menurut Rizieq, kekerasan yang dilakukan FPI dikarenakan kemandulan dalam sistem penegakan hukum dan berkata bahwa FPI akan mundur bila hukum sudah ditegakkan. Ia menolak anggapan bahwa beberapa pihak menyatakan FPI anarkis dan kekerasan yang dilakukannya merupakan cermin kebengisan hati dan kekasaran sikap.Kontroversi
Karena aksi-aksi kekerasan yang dilakukan FPI dinilai meresahkan masyarakat, termasuk dari sebagian golongan Islam sendiri, beberapa ormas menuntut agar FPI dibubarkan, diantaranya kelompok yang tergabung dalam forum wanita-muslimah mengirimkan petisi pembubaran FPI dan ajakan bergabung yang diinisiasi oleh Guntur Romli. Menurut mereka walaupun FPI membawa nama agama Islam, pada kenyataannya tindakan mereka bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islami, bahkan tidak jarang menjurus ke vandalisme. Sedangkan menurut Pengurus FPI, tindakan itu dilakukan oleh oknum-oknum yang kurang atau tidak memahami Prosedur Standar FPI. Pada bulan Mei 2006, FPI berseteru dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pertikaian ini berawal dari acara diskusi lintas agama di Purwakarta, Jawa Barat. Gus Dur, yang hadir di sana sebagai pembicara, sempat menuding organisasi-organisasi Islam yang mendukung Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi disokong oleh sejumlah jenderal. Perdebatan antara Gus Dur dan kalangan FPI pun memanas sampai akhirnya mantan presiden ini turun dari forum diskusi. Pada bulan Juni 2006 Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo dan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kapolri Jenderal Polisi Sutanto untuk menindak ormas-ormas anarkis secepatnya. Pemerintah, melalui Menko Polhukam Widodo AS sempat mewacanakan pembubaran ormas berdasarkan peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985, namun hal ini hanya berupa wacana, dan belum dipastikan. Kalangan DPR juga meminta pemerintah bertindak tegas terhadap ormas-ormas yang bertindak anarkis dan meresahkan ini. Tindakan tegas aparat keamanan dinilai penting agar konflik horizontal tidak meluas. Sementara itu dalam acara diskusi "FPI, FBR, versus LSM Komprador" Rizieq Shihab menyatakan bahwa rencana pemerintah untuk membubarkan ormas Islam adalah pesanan dari Amerika merujuk kedatangan Rumsfeld ke Jakarta. FPI sendiri menyatakan bahwa bila mereka dibubarkan karena tidak berdasarkan Pancasila maka organisasi lainnya seperti Muhammadiyah dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) juga harus dibubarkan.= Insiden Monas
= Insiden Monas adalah sebutan media untuk peristiwa penyerangan yang dilakukan FPI terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) di silang Monas pada tanggal 1 Juni 2008. Satu hari setelah peristiwa tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengadakan Rapat Koordinasi Polkam yang membahas aksi kekerasan tersebut. Presiden dalam jumpa persnya mengatakan negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan, menambahkan bahwa aksi-aksi kekerasan telah mencoreng nama baik di dalam dan di luar negeri. Ketua Komando Laskar Islam, Munarman, mengoreksi pemberitaan media dan menyatakan bahwa penyerangan terhadap AKBB dilakukan oleh Komando Laskar Islam dan bukan FPI. Sehari sebelumnya Polisi menemui Ketua FPI, Rizieq Shihab di markas FPI di bilangan Petamburan, Jakarta namun tidak melakukan penangkapan karena ketua FPI berjanji akan menyerahkan anggotanya yang bertanggung jawab pada insiden Monas. Polisi sendiri sudah mengidentifikasi lima anggota FPI yang diduga terlibat dalam penyerangan di Lapangan Monas. Setelah tidak ada yang menyerahkan diri, pada 4 Juni 2008 sejumlah 1.500 anggota polisi dikerahkan ke Markas FPI dan menangkap 57 orang untuk diselidiki. Di antara yang dijadikan tersangka dalam kasus ini yaitu ketua FPI, Rizieq Shihab. Ketua Laskar Islam Munarman telah ditetapkan sebagai DPO Polisi (Daftar Pencarian Orang) karena telah melarikan diri dan keberadaannya tidak diketahui. Pemerintah sendiri akan melakukan pengkajian terhadap keberadaan FPI berdasar UU No 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan seperti yang dinyatakan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Widodo AS. Pembinaan terhadap ormas yang ada di masyarakat penting agar berjalan sesuai dengan UU yang berlaku. Pembinaan dapat berupa teguran, peringatan, dan tindakan tegas yakni pembubaran. Hingga saat ini pemerintah sulit untuk membubarkan FPI secara resmi karena keberadaan FPI tidak berlandaskan hukum seperti yang diungkap Menteri Kehakiman dan HAM saat itu, Andi Mattalata. Insiden Monas tersebut menuai protes dan kecaman dari berbagai pihak. Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan kriminalitas nyata. Sementara itu, Ketua DPR Agung Laksono menilai kekerasan tersebut tidak bermoral. Sementara aksi menentang FPI terjadi di Purwokerto, Banyumas, Mojokerto, Malang, Jember dan Surabaya oleh ratusan ormas seperti PMII, Banser, Satgas, Garda Bangsa and GP Anshor yang umumnya merupakan partisan PKB Gus Dur. Massa ormas tersebut mengancam apabila pemerintah tidak mengambil tindakan maka mereka akan mengambil tindakan sendiri. Di Bali, Masyarakat Aliansi Penegak Pancasila menggelar aksi pengecaman terhadap tindakan FPI di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali.Organisasi
FPI secara garis besar terdiri dari dua bagian, Majelis Syura yang bertujuan memberikan pengambilan keputusan, dan Majelis Tanfidzi yang melaksanakan keputusan yang diberikan oleh Majelis Syura. Divisi paramiliter FPI yang dikenal dengan Laskar Pembela Islam (LPI) memiliki struktur yang sangat mirip dengan militer yang sebenarnya; dipimpin oleh Imam Besar, dengan beberapa pangkat berdasarkan jumlah personel militer yang dikomandani oleh mereka, dari Imam (25.000 personel), Wali (5.000 personel), Qaid (1.000 personnel), Amir (200 personel), hingga Rais (20 personel). Setiap personel LPI disebut sebagai Jundi. FPI adalah organisasi yang terbuka untuk umum, dan siapa saja bisa menjadi anggotanya. Hal ini memungkinkan FPI berkembang dengan cepat sejak didirikan pada tahun 1998, dan dapat dengan cepat memobilisasi personel selama demonstrasi. FPI memiliki cabang di tingkat provinsi dengan struktur organisasi serupa terdiri dari pengurus dan pengurus. Meskipun jaringan merambah ke tingkat kabupaten dan kecamatan, namun terkoordinasi secara longgar, dan sering terjadi kasus fragmentasi seperti cabang FPI di Surakarta yang mengaku independen dari Dewan Pimpinan Pusat di Jakarta. Abu Bakar Ba'asyir pernah menjadi ketua FPI Surakarta tersebut. FPI memiliki struktur organisasi yang terdiri atas: Dewan Pimpinan Pusat, sebagai pengurus organisasi berskala nasional Ketua Majelis Syura Ketua Majelis Tanfidzi Dewan Pimpinan Daerah, sebagai pengurus organisasi berskala provinsi Dewan Pimpinan Wilayah, sebagai pengurus organisasi berskala Kota/Kabupaten Dewan Pimpinan Cabang, sebagai pengurus organisasi berskala kecamatan.Pembubaran
FPI telah dibubarkan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam yang dikeluarkan pada tanggal 30 Desember 2020. FPI telah dianggap bubar secara de jure oleh pemerintah sejak tanggal 21 Juni 2019 karena sudah tidak memiliki legal standing sebagai ormas. Kedua, FPI dalam menegakkan amar ma´ruf nahi munkar kerap disertai dengan tindakan anarkis dan kekerasan, bahkan sampai kepada perbuatan melanggar hukum. Maka dari itu, pemerintah mengeluarkan SKB untuk melarang dan menghentikan kegiatan FPI. Berdasarkan perspektif Hukum Tata Negara.Referensi
Bacaan lebih lanjut
Facal, G. (2019). "Islamic Defenders Front Militia (Front Pembela Islam) and its Impact on Growing Religious Intolerance in Indonesia". TRaNS: Trans –Regional and –National Studies of Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). 8 (1): 1–22. doi:10.1017/trn.2018.15. ISSN 2051-364X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-10. Diakses tanggal 2021-01-02. Hutagalung, S.A. (2016). "Muslim–Christian Relations in Kupang: Negotiating Space and Maintaining Peace". The Asia Pacific Journal of Anthropology (dalam bahasa Inggris). 17 (5): 439–459. doi:10.1080/14442213.2016.1226943. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-21. Diakses tanggal 2021-01-02. Jahroni, J. (2004). "Defending the Majesty of Islam: Indonesia's Front Pembela Islam (FPI) 1998-2003". Studia Islamika (dalam bahasa Inggris). 11 (2): 197–256. doi:10.15408/sdi.v11i2.601. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-01. Diakses tanggal 2021-01-02. Ricklefs, M.C. (2012). Islamisation and Its Opponents in Java: A Political, Social, Cultural and Religious History, c. 1930 to Present (dalam bahasa Inggris). Honolulu: University of Hawaii Press. doi:10.2307/j.ctv1qv3fh. ISBN 9789971696597. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-11. Diakses tanggal 2021-01-02.Pranala luar
(Indonesia) Situs resmi Front Pembela Islam Diarsipkan 2009-04-06 di Wayback Machine.front
In Front of Your Face (2021)
Justice League: Throne of Atlantis (2015)
Justice League: War (2014)
No More Posts Available.
No more pages to load.