Gedung Juang Tambun adalah sebuah situs sejarah yang terletak di Kecamatan
Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Indonesia. Saat ini
Gedung Juang Tambun difungsikan sebagai Museum Bekasi yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Sejarah
Gedung Juang Tambun dibangun dengan dua tahap oleh seorang baba bangsawan dan tuan tanah, Khouw Tjeng Kee, Luitenant der Chinezen. Ia mempunyai dua saudara laki-laki, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan dan Luitenant Khouw Tjeng Po. Ayah mereka adalah seorang tuan tanah bernama Luitenant-titulair der Chinezen Khouw Tian Sek.
Setelah kematian Luitenant Khouw Tjeng Kee, kepengurusan baik tanah partikelir maupun Landhuis Tamboen jatuh ke tangan putra sang Luitenant, yaitu Khouw Oen Hoei. Ia adalah adik O. G. Khouw yang dimakamkan di mausoleum tersohor dan mewah di Petamburan. Sepupu mereka yang paling terkemuka pada era kolonial adalah Khouw Kim An, Majoor der Chinezen terakhir di Batavia, yang adalah putra paman mereka, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan.
Tahap pertama pembangunan mulai pada tahun 1906, dan selesai pada tahun 1910. Kemudian tahap ke-dua pada tahun 1925. Pada awalnya, halaman depan
Gedung Juang Tambun yang terlihat dari jalan Hasanudin ini banyak ditanami oleh pohon mangga yang pada masa itu tidak begitu dikenal di kalangan masyarakat wilayah
Tambun dan Bekasi.
Landhuis dan tanah partikelir Tamboen disita dari keluarga Khouw van Tamboen pada tahun 1942 di tengah penjajahan Jepang. Pada saat perang kemerdekaan melawan Belanda,
Gedung Juang yang pada saat itu dikenal dengan nama
Gedung Tinggi dijadikan tempat pertahanan oleh para pejuang kemerdekaan yang itu berpusat di wilayah
Tambun dan Cibarusah.
Gedung Juang Tambun ini berlokasi hanya beberapa kilometer dari perbatasan wilayah terluar Batavia yaitu wilayah Sasak Jarang yang kini menjadi wilayah perbatasan antara kecamatan Bekasi Timur, kota Bekasi dengan kecamatan
Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Akibat pertahanan Belanda di wilayah Bekasi sering diserang, maka Belanda sering meninggalkan tempat pertahanannya di wilayah Bekasi dan menarik diri untuk memperkuat wilayah pertahanannya di Klender, yang kemudian menjadi batas antara kota Bekasi dengan Jakarta Timur.
Gedung ini juga menjadi tempat perundingan pertukaran tawanan antara Belanda dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Pejuang kemerdekaan Indonesia dipulangkan oleh Belanda ke wilayah Bekasi dan tentara Belanda dipulangkan ke Batavia melalui Stasiun
Tambun yang lintasan relnya tepat berada di belakang
Gedung ini.
= Masa penjajahan Jepang
=
Pada tahun 1943 tentara Jepang mengambil alih
Gedung ini dan dijadikannya sebagai salah satu pusat kekuatan dalam menjajah Indonesia. Pada akhr masa penjajahan Jepang, terjadi sebuah peristiwa besar pembantaian tentara Jepang oleh pejuang kemerdekaan Indonesia, di mana tentara Jepang yang pada saat itu menggunakan kereta api melintasi wilayah Bekasi hendak meninggalkan Indonesia melalui Bandar Udara Kalijati, Subang relnya dibelokan ke rel buntu yang membuat kereta terperosok, kemudian tentara Jepang yang sebagian besar tidak bersenjata dikarenakan mereka menyimpan senjatanya di gerbong barang, dibantai oleh pejuangan kemerdekaan Indonesia dan mayatnya dibuang di kali Bekasi.
= Masa mempertahankan kemerdekaan
=
Setelah Jepang menarik diri dari Indonesia pada tahun 1945, KNI (Komite Nasonal Indonesia) menjadikan
Gedung Juang Bekasi sebagai kantor Kabupaten Jatinegara. Tidak hanya menjadi kantor kabupaten,
Gedung ini juga dijadikan sebagai menjadi tempat pertahanan dan pusat komando dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari tentara sekutu yang hendak menjajah Indonesia kembali.
Pada akhir tahun 1947, Belanda melanggar Perjanjian Linggar Jati dan melakukan agresi militer pertama,
Gedung Juang Bekasi pun dapat dikuasai oleh Belanda setelah melakukan serangan bertubi-tubi hingga tahun 1949 Namun tahun 1950 pejuang Indonesia dapat merebut kembali
Gedung ini. Setelah
Gedung ini berhasil di kuasai dan wilayah
Tambun berhasil diamankan, maka aktivitas pemerintahan kembali dilakukan di
Gedung ini. Tercatat pada tahun 1950 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi menempati
Gedung ini kali pertama, disusul oleh kantor-kantor dan jawatan lainnya hingga akhir 1982.
Pada tahun 1951
Gedung ini diisi oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat, Batalyon Kian Santang. Lembaga wakil rakyat pun pernah berkantor di
Gedung ini hingga tahun 1960 diantaranya DPRD Sementara, DPRD Tk. II Bekasi dan DPRD-GR hingga tahun 1960. Pada tahun 1962 dijadikan tempat tahanan politik Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada tahun 1982, Bupati Bekasi yang juga seorang budayawan, Abdul Fatah yang menjabat dari tahun 1973 - 1983 membentuk Akademi Pembangunan Desa (APD) di wilayah
Tambun dengan menggunakan
Gedung Juang Tambun sebagai kampusnya. Akademi Pembangunan Desa (APD) ini pada masa sekarang telah menjadi Universitas Islam 45 Bekasi dan telah memiliki kampus sendiri di dekat saluran Irigasi Tarum Barat (Kali Malang) di Jalan Cut Meutia, kota Bekasi
= Masa modern
=
Pada tahun 1999,
Gedung ini pernah menjadi kantor sekretariat Pemilu dan Dinas Kebersihan serta Pertamanan, serta Kantor Pemadam Kebakaran. Saat ini
Gedung ini dijadikan Museum Bekasi, dengan renovasi yang selesai dilakukan pada tahun 2020.
Akses
Akses dari dan menuju
Gedung Juang Tambun bisa menggunakan berbagai moda transportasi. Stasiun
Tambun, yang melayani KRL Commuter Line Lin Cikarang, terletak di belakang
Gedung ini. Selain itu,
Gedung Juang Tambun juga dapat dicapai dengan angkutan kota berikut:
Angkutan Perkotaan (Isuzu Elf) tujuan Cikarang
Angkutan Kabupaten Bekasi (Koasi) K23
Angkutan Kabupaten Bekasi (Koasi) K16
Angkutan Kabupaten Bekasi (Koasi) K36
Angkutan Kabupaten Bekasi (Koasi) K39C
Galeri
Lihat pula
Khouw Kim An, Majoor der Chinezen, kepala keluarga Khouw van Tamboen, pemilik tanah partikelir dan Landhuis Tamboen.
Candra Naya, kediaman keluarga Khouw van Tamboen di Batavia.
Referensi