Stasiun Gundih (GD) merupakan
Stasiun kereta api kelas I yang terletak di Geyer, Geyer, Grobogan.
Stasiun yang terletak pada ketinggian +54 m ini merupakan
Stasiun kereta api aktif yang letaknya paling selatan di Daerah Operasi IV Semarang dengan jarak 66 km arah hilir dari Semarang Tawang.
Stasiun ini merupakan
Stasiun percabangan antara jalur yang menuju Semarang, Gambringan, dan Solo. Kedua rel bertemu di sebelah selatan
Stasiun.
Sejarah
Stasiun ini dahulu dibuka sebagai bagian dari pembangunan segmen Kedungjati–
Gundih sebagai kelanjutan dari jalur kereta api Samarang–Tangoeng (NIS) yang telah dahulu dibuka pada tanggal 10 Agustus 1867. Dalam kurun waktu dua tahun setelah suksesnya jalur tersebut, kebetulan konstruksi juga dilakukan di segmen Kedungjati–
Gundih–Solo Balapan. Pada segmen Kedungjati–
Gundih, jalurnya memiliki satu jembatan sepanjang 50 hasta di atas Sungai Tuntang dan melewati pedesaan, hutan jati, dan sawah di daerah Telawa. Hingga awal tahun 1869, biaya yang dikeluarkan untuk membangun lintas ini sebesar 296.785 gulden, sehingga pada awal tahun tersebut NIS juga akan membangun jalur baru menuju Bringin dan selanjutnya diperpanjang menuju Ambarawa. Bahkan dalam rencana yang dibuat oleh NIS, jalur kereta api Kedungjati–
Gundih–Solo Balapan akan segera dilaksanakan berturut-turut 1 Mei dan 1 September 1869. Pada tanggal 10 Februari 1870, jalur kereta api segmen Kedungjati–
Gundih–Solo Balapan sudah dapat beroperasi penuh, dan pada tanggal 21 Mei 1873, jalur Samarang–Vorstenlanden dan Kedungjati–Ambarawa telah seluruhnya selesai dibangun.
Pada awal dekade 1900-an, konstruksi jalur baru
Gundih–Gambringan–Bojonegoro–Surabaya Pasarturi mulai dikerjakan. Untuk segmen
Gundih–Gambringan–Kradenan dibuka pada tanggal 15 Oktober 1900, sedangkan pembukaan utuh jalur tersebut dilakukan pada tanggal 1 Februari 1903. Pembukaan jalur baru ini mengharuskan sepur sempit 1.067 mm. Saat itu
Stasiun ini tergolong besar di wilayah Grobogan selatan karena memiliki depo lokomotif dan gudang.
Maka sejak saat itulah
Stasiun ini adalah
Stasiun terminus dimulainya jalur dengan lebar sepur ganda, yaitu lebar sepur 1.435 mm ditambah sebuah rel lagi di dalamnya sehingga kereta dengan lebar sepur 1.067 mm bisa melewati jalur itu. Hal ini harus dilakukan supaya perjalanan kereta dari dua arah tidak terhambat karena pada saat itu rel dari arah Gambringan hanya menggunakan lebar sepur 1.067 mm, sementara dari arah Brumbung 1.435 mm. Jalur tiga batang rel ini terbentang sampai ke
Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta sebelum dibongkar oleh pekerja romusha Jepang pada tahun 1942.
Dahulu, terdapat
Stasiun dan halte yang kini sudah tidak aktif setelah
Stasiun ini, yaitu
Stasiun Ngemplak dan
Stasiun Toroh (ke arah utara, sebelum
Stasiun Gambringan); Halte Monggot (ke arah selatan, sebelum
Stasiun Goprak); dan Halte Jambean (ke arah barat, sebelum
Stasiun Karangsono).
Bangunan dan tata letak
Stasiun ini memiliki total tujuh jalur kereta api dan terbagi menjadi dua emplasemen: timur dan barat. Emplasemen timur memiliki tiga jalur kereta api dengan jalur 2 merupakan sepur lurus dari dan ke arah Gambringan-Surabaya, sedangkan emplasemen barat empat jalur kereta api dengan jalur 2 merupakan sepur lurus arah Semarang dan Solo.
Dahulu, emplasemen timur ditujukan untuk mengakomodasi rel 1.067 mm untuk jurusan Surabaya, sedangkan emplasemen barat untuk rel 1.435 mm jurusan Surakarta. Sejak 1942 rel 1.435 mm dicabut Jepang dan digantikan dengan rel 1.067 mm.
Stasiun ini berarsitektur Indische Empire. Secara keseluruhan kondisinya terawat baik, terutama di bagian muka. Ruangan inti
Stasiun masih asli, bahkan jam besar yang dipasang bersamaan dengan pembangunan
Stasiun berfungsi sempurna, demikian pula perangkat persinyalan mekanik jenis Alkmaar peninggalan kolonial juga masih tersimpan dan terawat hingga saat ini. Sejak sekitar tahun 2009-2010,
Stasiun ini telah menggunakan sistem persinyalan elektrik buatan PT Len Industri, menggantikan sistem persinyalan mekanik tersebut.
Sebelumnya jalur-jalur di emplasemen timur yang menuju Gambringan jarang sekali dilalui kereta api sejak dinonaktifkannya kereta api ketel Rewulu–Cepu pada awal tahun 2010 dan berstatus sebagai "jalur darurat". Jalur ini hanya digunakan jika jalur lintas
Gundih–Brumbung ataupun Gambringan–Brumbung mengalami gangguan yang menyebabkan kereta api tidak bisa melintas. Namun, sehubungan dengan pengoperasian KA Sancaka Utara mulai berlakunya Gapeka 2019, PT KAI dan Direktorat Jenderal Perkeretaapian telah memperbaiki "jalur darurat" tersebut. Sancaka Utara dihentikan operasinya pada 2020 karena dampak pandemi Covid-19.
Layanan kereta api
Berikut ini adalah layanan kereta api yang berhenti di
Stasiun ini sesuai Gapeka 2023 revisi per 26 Juli 2024.
= Antarkota
=
Aglomerasi
Galeri
Referensi
Pranala luar
(Indonesia) Situs resmi KAI dan jadwal kereta api