Molekul hidrogen terprotonasi,
Kation trihidrogen, ataupun H3+, adalah salah satu ion yang paling melimpah di alam semesta. Molekul ini stabil pada medium antarbintang (interstellar medium) oleh karena temperatur dan rapatan medium yang rendah.
Kation ini juga merupakan molekul triatomik yang paling sederhana karena dua elektron yang terdapat pada molekul tersebut adalah satu-satunya elektron valensi pada sistem tersebut. Molekul ini juga merupakan salah satu contoh dari sistem ikatan dua elektron dengan tiga pusat.
Sejarah
H3+ pertama kali ditemukan oleh J.J. Thomson pada tahun 1911. Ketika dia sedang mempelajari spesies resultan dari lucutan plasma, dia menemukan sesuatu yang aneh. Dengan menggunakan spektrometri mass, dia menemukan ion molekul dengan nisbah massa terhadap muatan yang sangat banyak dengan nilai 3. Dia memperkirakan kemungkinannya adalah C4+ ataupun H3+. Oleh karena C4+ sangat tidak memungkinkan dan sinyal tersebut sangat kuat terjadi pada gas hidrogen murni, dia secara akurat memprediksi spesies ini sebagai H3+.
Lintasan formasi molekul ini ditemukan oleh Hogness & Lunn pada tahun 1925. Mereka juga menggunakan spektrometri mass untuk mempelajari lucutan hidrogen. Mereka menemukan bahwa seiring dengan tekanan hidrogen yang meningkat, jumlah
Kation H3+ juga meningkat secara linear dan jumlah H2+ menurun secara linearl. Selain itu, keberadaan H+ pada sembarang tekanan sangat sedikit. Data ini menunjukkan adanya lintasan formasi pertukaran proton.
Pada tahun 1961, Martin dkk. pertama kali mensugestikan bahwa H3+ mungkin hadir di ruang antarbintang dikarenakan banyaknya jumlah hidrogen di sana dan lintasan reaksinya adalah eksotermik (~1.5 eV). Hal ini mengantar Watson dan Herbst & Klemperer, pada tahun 1973, mensugestikan bahwa H3+ bertanggungjawab atas formasi ion molekul yang banyak diamati.
Pada tahun 1980, spektrum pertama H3+ ditemukan oleh Takeshi Oka, yang mana merupakan pita fundamental ν2 dengan menggunakan teknik deteksi modulasi frekuensi. Temuan ini menjadi asal mula pencarian H3+ antarbintang. Garis emisi pertama kali terdeksi pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an di ionosfer Yupiter, Saturnus, dan Uranus. Pada tahun 1996, H3+ akhirnya terdeteksi di medium antarbintang oleh Geballe & Oka di dua awan molekul antarbintang di GL2136 and W33A. Pada tahun 1998, H3+ secara tidak terduga terdeteksi oleh McCall dkk. pada awan antarbintang baur di Cyg OB2 No. 12.
Struktur
Susunan atom-atom hidrogen dalam molekul ini membentuk segitiga sama sisi. Molekul ini memiliki struktur resonansi yang mewakili ikatan dua elektron dengan tiga pusat. Kekuatan ikatan ini telah dihitung dan diperkirakan sekitar 4.5 eV (104 kcal per mol). Molekul ini memberikan contoh yang bagus untuk mengilustrasikan pentingnya delokalisasi pasangan elektron agar molekul menjadi stabil.
Pembentukan
Lintasan utama dari produksi H3+ adalah dengan reaksi antara H2+ dan H2.
H2+ + H2 → H3+ + H
Konsentrasi H2+ menjadi pereaksi pembatas. H3+ hanya dapat dihasilkan di ruang antarbintang dengan ionisasi H2 oleh sinar kosmos.
H2 + cosmic ray → H2+ + e- + cosmic ray
Namun, sinar kosmos memiliki energi yang sangat besar sehingga energi yang diperlukan untuk mengionisasi H2 secara relatif tidak menyebabkan berkurangnya energi sinar. Di awan antarbintang, sinar kosmos meninggalkan jejak H2+ dan H3+. Di laboratorium, H3+ diproduksi dengan mekanisme yang sama di sel lucutan plasma dengan potensial lucutan yang memberikan energi untuk mengionisasi H2.
Pemusnahan
Terdapat berbagai macam reaksi yang dapat memusnahkan H3+. Lintasan yang paling dominan pada awan antarbintang yang rapat adalah melalui transfer proton dengan benturan zat yang netral. Zat yang netral tersebut kemungkinan besar adalah molekul yang paling banyak kedua di luar angkasa, yaitu karbon monoksida
H3+ + CO → HCO+ + H2
Reaksi ini menghasilkan HCO+, sebuah molekul yang penting dalam kimia antarbintang. Molekul ini memiliki dipol yang sangat kuat dan kelimpahannya yang sangat besar membuatnya sangat mudah dideteksi dengan radioastronomi. H3+ juga dapat bereaksi dengan atom oksigen membentuk OH+ dan H2.
H3+ + O → OH+ + H2
OH+ biasanya akan bereaksi lagi dengan H2 dan menghasilkan molekul yang terhidrogenasi.
OH+ + H2 → OH2+ + H
OH2+ + H2 → OH3+ + H
Pada titik ini, reaksi antara OH3+ dan H2 tidak lagi eksotermik pada awan antarbintang. Lintasan pemusnahan OH3+ yang paling umum adalah dengan rekombinasi disosiatif, menghasilkan empat set produk yang memungkinkan: H2O + H, OH + H2, OH + 2H, dan O + H2 + H. Walaupun air adalah salah satu hasil reaksi yang memungkinkan, ia bukanlah produk yang efisien. Percobaan yang berlainan menunjukkan bahwa air dihasilkan pada taraf 5% - 33%. Pembentukan air pada debu kosmos masih merupakan sumber air di medium antarbintang.
Lintasan pemusnahan H3+ yang paling umum di awan antarbintang baur adalah rekombinasi disosiatif. Reaksi ini menghasilkan berbagai produk. Produk utama adalah tiga atom hidrogen, dengan persentase 75%. Produk lainnya adalah H2 dan H dengan persentase 25%.
Orto/Para-H3+
Molekul paling melimpah di awan antarbintang yang rapat adalah H2. Ketika molekul H3+ berbenturan dengan H2, secara stoikiometri benturan ini tidak akan menghasilkan apa-apa. Namun, sebuah transfer proton masih bisa terjadi dan berpotensi mengganti spin inti molekul tergantung pada spin inti proton. Terdapat dua konfigurasi spin H3+ yang berbeda, dinamakan orto dan para. Orto-H3+ memiliki tiga spin proton yang paralel, menghasilkan total spin sebesar 3/2. Para-H3+ mempunyai dua spin proton yang paralel dan satu antiparalel, menghasilkan total spin sebesar 1/2. Hal yang sama juga terjadi pada H2, yang mana ortohidrogen memiliki total spin inti 1 dan parahidrogen memiliki total spin inti 0. Ketika orto-H3+ dan para-H2 berbenturan, terjadi transfer proton dan mengubah spin total molekul, menghasilkan para-H3+ dan orto-H2.
Spektroskopi
Spektroskopi dari H3+ sangat menantang oleh karena dipol momen molekulnya yang tidak permanen. Oleh karena itu penggunaan spektroskopi putaran sangat tidak memungkinkan. Sinar ultraviolet juga memiliki energi yang cukup besar untuk mendisosiasi molekul ini. Spektroskopi Rovibronik memungkinkan kita untuk mengamati H3+. Hal ini dimungkinkan karena getaran H3+ memiliki momen dipol yang lemah. Sejak spektrum pertama Oka, sekitar 900 garis absorpsi telah dideteksi pada daerah inframerah. Garis emisi H3+ juga telah ditemukan dengan mengamati atmosfer planet Jovian. Garis emisi H3+ ditemukan dengan mengamati hidrogen molekul dan mencari garis yang tidak memungkinkan untuk hidrogen molekul.
Deteksi astronomi
H3+ telah terdeteksi di dua lingkungan samawi: planet Jovian dan awan antarbintang. Di planet Jovian, ia telah terdeteksi di ionosfer planet, daerah di mana energi radiasi matahari yang tinggi mengionisasi partikel-partikel di atmosfer. Oleh karena terdapat sejumlah H2 yang tinggi, radiasi ini mampun menghasilkan H3+ yang cukup banyak. Selain itu, dengan sumber yang berjalur lebar (memiliki banyak gelombang sinar) seperti matahari, terdapat radiasi yang cukup untuk memompa H3+ untuk naik ke keadaan tenaga yang lebih tinggi di mana ia dapat berelaksasi dengan pancaran terangsang (stimulated emission) dan spontan.
= Atmosfer planet
=
Deteksi pertama dari garis emisi H3+ dilaporkan pada tahun 1989 oleh Drossart dkk., di mana ia ditemukan di ionosfer Yupiter. Drossart menemukan total 23 garis H3+ dengan rapatan kolom (column density) sebesar 1,39 * 109 cm−2. Dengan menggunakan garis-garis ini, mereka berhasil memperkirakan temperatur H3+ sebesar ~1 100 K, yang sebanding dengan temperatur yang ditentukan dengan garis emisi H2 yang lain. Pada tahun 1993, H3+ ditemukan di Saturnus oleh Geballe et.al. dan di oleh Trafton dkk.
= Awan molekul antarbintang
=
H3+ belum pernah terdeteksi di medium antarbintang sampai dengan tahun 1996 ketika Geballe & Oka melaporkan deteksi H3+ di dua awan molekul di GL2136 and W33A. Kedua sumber itu memiliki temperatur H3+ kira-kira 35 K dan rapatan kolom (column density) kira-kira 1014 cm−2. Sejak saat itu, H3+ telah terdeteksi di sejumlah awan molekul seperti di AFGL 2136, Mon R2 IRS 3, GCS 3-2, GC IRS 3, dan LkHα 101.
= Awan antarbintang baur
=
Secara tidak terduga, tiga garis H3+ terdeteksi oleh McCall dkk. pada tahun 1998 di awan baur di Cyg OB2 No. 12. Sebelum tahun 1998, rapatan H2 diperkirakan sangat rendah untuk menghasilkan sejumlah H3+ yang cukup banyak untuk terdeteksi. McCall mendeteksi temperature sebesar ~27 K dan rapatan kolom sebesar ~ 1014 cm−2, sama seperti rapatan kolom Geballe & Oka. Sejak itu, H3+ telah terdeteksi di banyak awan baur lainnya seperti GCS 3-2, GC IRS 3, dan ζ Persei.
= Prediksi model keadaan tunak
=
Untuk memperkirakan panjang garis edar H3+ di awan-awan ini, Oka menggunakan model keadaan tunak (steady-state model) untuk menentukan nomor rapatan di awan-awan yang rapat dan baur. Seperti yang disebutkan di atas, baik di awan rapat maupun baur memiliki mekanisme pembentukan H3+ yang sama, namun mekanisme pemusnahan yang berbeda. Di awan yang rapat, transfer proton mendominasi mekanisme pemusnahan. Hal ini susuai dengan nomor rapatan sebesar 10−4 cm−3 di awan yang rapat.
n(H3+) = (ζ / kCO)[n(H2) / n(CO)] ≈ 10-4 cm-3
n(H3+) = (ζ / ke)[n(H2) / n(C+)] ≈ 10-6 cm-3
Di awan yang baur, mekanisme yang mendominasi pemusnahan adalah rekombinasi disosiatif. Hal ini seusai dengan nomor rapatan sebesar 10−6 cm−3 yang diprediksikan di awan baur. Oleh karena rapatan kolom untuk awan baur dan rapat adalah hampir sama, maka garis edar di awan baur memiliki garis edar 100 kali lebih besar daripada garis edar di awan yang rapat. Oleh karena itu, dengan menggunakan H3+ sebagai kuar (probe) dari awan-awan ini, ukuran relatif awan-awan ini dapat ditentukan.
Referensi
Pranala luar
(Inggris) H3+ Resource Center
(Inggris) Astrochemistry.net