Kerajaan Adonara adalah
Kerajaan yang terletak di pulau pegunungan berapi yang bernama pulau
Adonara di Kepulauan Sunda Kecil.
Kerajaan ini terdokumentasi berdiri sekitar abad 16 Masehi. Kedatangan bangsa-bangsa luar
Adonara dilakukan secara kelompok dan menempati suatu wilayah secara berkelompok pula. Dengan demikian untuk menjaga persatuan dan kemungkinan-kemungkinan yang timbul jika berhadapan dengan wilayah lainnya, kelompok tersebut mulai mengorganisir diri dengan menunjuk seorang pemimpin kelompok. Lama-kelamaan wilayah tersebut bertambah luas terbentuklah
Kerajaan-
Kerajaan. [1] Diarsipkan 2020-02-20 di Wayback Machine.
Adapun
Kerajaan-
Kerajaan tersebut ialah :
1.
Kerajaan Molugang
Kerajaan ini berpusat di Waiwurang dan diperintahi oleh suku Lamablawa. Wilayah
Kerajaan itu meliputi daerah Witihama sekarang.
Kerajaan ini pada akhirnya ditundukkan oleh La Asa Pati Arkian seorang hulu balang dari
Kerajaan Adonara. [2] Diarsipkan 2020-02-20 di Wayback Machine.
2.
Kerajaan Libu Kliha
Kerajaan ini paling luas dan meliputi seluruh
Adonara selatan.
Kerajaan ini baru ditundukkan oleh Semara dari suku Korebima dan tentara Meo Timor dari Amarasi atas bantuan Kapitan
Adonara Sarabiti Kota Kaya dan Sarabiti Lawe dari kedang dalam peristiwa perang Oha belone (tikar bantal) diakibatkan orang Libu Kaliha membunuh Raja
Adonara Begu Ama. Peristiwa ini dilaporkan Resident Timor tertanggal 28 Juli 1850 (Van Lynden 1850, l851a) dikutip dari R.H. Barnes Alliance and Warfare in a Eastern Indonesian Principality : Kedang In The Last Half of the Century, Leiden, 2001-Hal.287-288.
3.
Kerajaan Lian Lolon.
Kerajaan ini mula-mula ditempati oleh suku Nepalolon. Kekuasaan kemudian beralih ke tangan Engga adik Raja Igo Larantuka. Engga lalu mengadakan penaklukkan terhadap beberapa wilayah. Daerah kekuasaannya dinamakan wilayah Paji Sebagai suatu imbangan terhadap daerah Demon yaitu daerah kekuasaan Raja Igo Larantuka. Engga Kemudian menurunkan suku Lewobelen yabg menetap di Desa
Adonara menjadi Raja dan Kapitan
Adonara.
Sejarah
Turunan raja
Adonara terdiri dari Turunan Enga yang membentuk suku Lewobelen dan kaum pendatang, yang terakhir memasuki
Adonara. Mereka adalah turunan Sultan Hamerskoro dari kesultanan Gorom di pulau Seram. Karena terjadinya perebutan mahkota, mereka meninggalkan Goram. Dengan satu rombongan besar di bawah pimpinan ketiga orang besar yang bernama: Lama Ata Wadan, Sili Sengaji, dan La Asan, berlayarlah mereka dan tibalah di Lewotolok lalu menetap di situ, sedangkan Sili Sengaji berlayar terus mencari daerah lain. Perpisahan mereka ini masih dapat dibuktikan dalam Sastra Klasik yang menyatakan:
Kaka Tolok Lamadike Ari Tadon
Adonara
yang artinya:
Kakaknya di daerah indah Lewotolok, adiknya di pulau indah
Adonara.
Dalam perjalanan mengarungi laut Flores menuju pulau Adonara, mereka diserang angin topan sehingga terpaksa berlabuh di Koliwutun daerah Uta Eba yang pada waktu itu menjadi wilayah kekuasaan suku Korebima. Disitu terjadi peperangan antara rombongan Sili Sengaji melawan kepala suku Korebima yang bernama Samara. Suku Korebima dapat dikalahkan dan dihalaukan dari Uta Eba. Sebagai bukti diwilayah Uta Eba masih ada beberapa tempat yang dinamakan Semara Wai, Kebarak Wokar, Kopong Kudi dan Benga Ama. Nama-nama ini yang hanya terdapat dalam kalangan suku Korebima.
Sili Sengaji meneruskan perjalanannya dan mendarat di Lewo Uwun, disitu mereka tidak lama pula, karena Ola Laku Nara dari
Kerajaan Lian Lolon menemuinya dan memohon supaya Sili Sengaji rela tinggal bersama mereka di Lian Lolon dengan perjanjian bahwa dia diangkat menjadi raja disana. Setelah tiba di Lian Lolon diadakanlah perjanjian menetapkan bahwa :
Sili Sengaji menjadi raja Lian Lolon.
Turunan Enga menjadi kapitan.
Dan secara bergantian apabila
Turunan Enga menjadi raja
Turanan Sili Sengaji menjadi kapitan
Dalam pemerintahan Sili Sengaji terjadilah perubahan besar, lebih-lebih ketika La Asan sendiri memimpin ekspansi penaklukan terhadap
Kerajaan Molungang dan Libu Kliha. Hasil yang sangat menyolok itu menyebabkan Botun, Boleng, Tengadei, Kewela dan Kedang mengakui yang dipertuan raja Lian Lolon dengan tidak melalui penaklukan. Kemudian timbullah perselisihan antara kedua anak Sili Sengaji yaitu Begu (kakak) dan Sei (adik). Sei akhirnya mengungsi kepedalaman
Adonara dan menempati daerah Hinga sekarang dengan menamakan sukunya Seran Goran sebagai peringatan akan Seran Goran daerah asal mereka. Kekuasaan Sei di Hinga, Sei berhasil mengusir suku Lewohayong dan suku Lado Angi yang menguasai wilayah Kenari, Kuma, Waimatan, lalu menjadikan wilayah-wilayah itu milik turunan Sei sampai sekarang.
Perpecahan yang mengakibatkan perpindahan Sei ini, sampai sekarang terlukis dalam Sastra Klasik sebagai berikut :
Suri Asa Goranteti
Kaka nala lautena pehe ua basalui
Arin nala rae tana pehe suri noonbelida
Suri Asa Goranteti
yang artinya :
Panji keberanian warisan dari goran
Kakak menjaga dipantai dengan tongkat pemerintahan
Adik menjaga didarat dengan tombak dan pedang
Mengemparkan semua desa dan wilayah
Panji keberanian warisan dari goran
Turunan Begu tetap menjadi raja dan berkedudukan di Lian Lolon. Mereka menamakan sukunya
Adonara dan kampung Lian Lolon juga dirubah namanya menjadi kampung
Adonara. Dengan demikian kerajaannyapun dinamakan
Kerajaan Adonara.[3] Diarsipkan 2020-02-20 di Wayback Machine.
Pulau
Adonara dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi di antara penduduk pesisir yang dikenal sebagai Paji, dan penduduk pegunungan yang disebut Demon. Para Paji mudah menerima Islam, sementara Demon cenderung di bawah pengaruh Portugis. Wilayah
Adonara milik Paji mencakup tiga
Kerajaan, yaitu
Adonara (berpusat di pantai utara pulau), Terong dan Lamahala (di pantai selatan). Bersama dengan dua
Kerajaan di Pulau Solor, Lohayong dan Lamakera, mereka membentuk sebuah persekutuan yang disebut Watan Lema ("lima pantai"). Watan Lema bekerja sama dengan VOC pada 1613 dan ditegaskan pada 1646.
Kerajaan Adonara sendiri sering permusuhan dengan Portugis di Larantuka, Flores, dan tidak selalu taat kepada Belanda.
Pada abad kesembilan belas, penguasa
Adonara di utara memperkuat posisinya di Kepulauan Solor; saat itu, ia juga menjadi penguasa bagian timur Flores dan Lembata. Wilayah Demon berdiri di bawah kekuasaan
Kerajaan Larantuka, yang berada di bawah kekuasaan Portugis sampai tahun 1859, ketika wilayah tersebut diserahkan pada Belanda.
Kerajaan Larantuka dan
Adonara dihapuskan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1962.
Menurut sejarah lokal, keturunan dari raja-raja
Adonara ini adalah termasuk:
Foramma, sekitar 1650
Balawamma, 1675
Buli I, 1681-1682 (or 1691)
Eko ... -1688, +(dibunuh oleh orang dari pegunungan) 1688. Saudara dari:
Gogok 1702
Wuring sebelum 1710-1719. (Putra dari Buli I dan ayah dari Buli II)
Buli II 1719-setelah 1756
Lakabella Jo 1832
Begu ....-dibunuh pada 28 Juli 1850. Ayah dari:
Pela(ng) 1850-1857. Saudara dari:
Raja Jo (Sarabiti Kota Kaya) 1857-1868. Ipar dari:
Kamba Begu 1868-1893. Ayah dari:
Bapa Tuan, Raja sementara pada tahun 1893 selama 6 bulan. Saudara dari:
Arkiang Kamba 1893(atau 1894)- 18 Desember 1866 -1930,
Gelak (mengambil alih kekuasaan ayahnya Bapa Tuan)
Bapa Ana, juga Kapitan pada masa Arakiang Kamba. 1930-1 Desember 1935, ditahan seumur hidup di Larantuka 24 April 1936. Putera dari saudara perempuan Kamba Begu) dan anak dari Sarabiti Kota Kaya ( Raja Jo)
Bapa Nuhur, 1936/41-1940- putra dari Bapa Gelak, cucu Raja Bapa Tuan.
Bapa Kaya, 1940-an - 12 Januari 1954 anak dari Raja Bapa Ana, cicit Raja Jo, tercatat sebagai anggota voorzitter zelfbestuurcommissie 1949, Peserta Konfrensi Malino 1946, sebagai Wakil Raja
Adonara 1949-1951.
Muhamad Eke cicit dari Raja Jo anak dari Kakak Bapa Ana adalah kapitan
Adonara saat pemerintahan Raja Bapa Ana 1921, Assisten Bestuur (Asisten Pemerintah) Swapraja
Adonara 1949 - 1953, sebagai Kepala Swapraja
Adonara 1953-1962, atas Keputusan Gubernur Sunda Kecil 30 September 1953.
Lihat pula
Pulau
Adonara
Pranala luar
Gunung berapi di
Adonara Diarsipkan 2009-12-18 di Wayback Machine.