di Indonesia,
Kesejahteraan hewan (kesrawan) merupakan isu yang semakin sering diperhatikan, terutama sejak dasawarsa 2010-an. Pemerintah
Indonesia telah memasukkan
Kesejahteraan hewan dalam peraturan perundang-undangan, sementara berbagai aktivis dan organisasi masyarakat mengadvokasi pentingnya menyediakan kehidupan yang layak bagi
hewan dan melindungi mereka dari kesewenang-wenangan manusia. Meskipun demikian, kekejaman terhadap
hewan masih sering ditemukan
di Indonesia.
Pengaturan
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023, terdapat pengaturan hukuman pidana bagi setiap orang yang melakukan penganiayaan
hewan, menggunakan
hewan di luar kemampuan kodratnya, memberikan bahan atau obat-obatan yang dapat membahayakan kesehatan
hewan, dan memanfaatkan bagian tubuh atau organ
hewan untuk tujuan yang tidak patut. Hal-hal ini diatur dalam Pasal 337 dan Pasal 338 dalam undang-undang tersebut. Selain itu, dalam UU Peternakan dan Kesehatan
hewan, yaitu UU Nomor 18 Tahun 2009 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 41 Tahun 2014, terdapat pula ketentuan pidana terhadap setiap orang yang menganiaya dan/atau menyalahgunakan
hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif, serta kepada setiap orang yang mengetahui adanya perbuatan tersebut tetapi tidak melaporkannya kepada pihak berwenang. Salah satu turunan UU ini, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan
Kesejahteraan hewan, menyediakan pedoman lebih lanjut tentang penerapan kesrawan
di Indonesia.
Lembaga eksekutif yang menangani urusan
Kesejahteraan hewan adalah Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner yang berada
di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
hewan, Kementerian Pertanian Republik
Indonesia. Direktorat ini telah menyusun sejumlah panduan, antara lain Pedoman Penerapan
Kesejahteraan hewan pada Pemotongan
hewan Kurban (2019), Pedoman
Kesejahteraan hewan dalam Pengangkutan
hewan (2020), Penerapan
Kesejahteraan hewan di Rumah Potong
hewan Ruminansia (2021), Penanganan Rodensia dalam Penelitian Sesuai Kaidah
Kesejahteraan hewan (2021), dan Pedoman
Kesejahteraan hewan pada Peternakan Ayam Petelur (2023).
Dalam hal
Kesejahteraan satwa liar, pada tahun 2011 DIrektorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam yang berada
di bawah Kementerian Kehutanan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor P.6/IV-SET/2011 tentang Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi, serta Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor P.9/IV-SET/2011 tentang Pedoman Etika dan
Kesejahteraan Satwa
di Lembaga Konservasi. Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/Permen-KP/2020 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Ikan pada Ikan Budidaya.
di sisi lain, Badan Standardisasi Nasional menerbitkan SNI ISO 34700:2016 tentang Manajemen
Kesejahteraan hewan.
Aktivitas dan gerakan
di Indonesia, gerakan perlindungan
hewan mulai populer pada dasawarsa 1970-an, sedangkan organisasi-organisasi nirlaba yang memperjuangkan isu tersebut bermunculan pada dasawarsa 1990-an. Kampanye untuk mengakhiri kekejaman terhadap
hewan kemudian semakin berkembang dengan penggunaan media sosial. Para relawan sering kali mengadakan pemberian pakan dan pemandulan terhadap
hewan tak berpemilik
di jalanan.
Perlindungan
hewan Dunia (WAP), suatu organisasi internasional yang mempromosikan kesrawan, menerbitkan Indeks Perlindungan
hewan pada tahun 2014 dan 2020 yang menilai penerapan kesrawan
di 50 negara. Suatu negara akan mendapatkan nilai dari A (nilai terbaik) hingga G (nilai terburuk). Pada tahun 2014
Indonesia memperoleh nilai D, sedangkan pada tahun 2020
Indonesia memperoleh nilai E.
Penelitian tentang
Kesejahteraan hewan, misalnya pada
hewan percobaan dan
hewan yang disembelih
di rumah potong, dipublikasikan
di jurnal-jurnal ilmiah. Pada 14 Desember 2022, Konferensi Nasional
Kesejahteraan hewan Indonesia diselenggarakan untuk yang pertama kalinya
di Jakarta.
Kekejaman terhadap hewan
Berikut ini beberapa kasus kesewenang-wenangan dan kekejaman terhadap
hewan di Indonesia.
Pada tahun 2011, Australia sempat menghentikan pengiriman sapi ke
Indonesia setelah beredarnya video penyiksaan sapi-sapi Australia
di beberapa rumah potong
hewan di Indonesia. Perlakuan terhadap sapi ini mendapat kecaman dari masyarakat dan sejumlah organisasi Australia.
Orang utan merupakan satwa dilindungi yang sering kali mendapatkan perlakuan kejam berupa penembakan. Sebagai contoh, orang utan bernama Shelton ditemukan terluka setelah ditembak dengan 31 peluru, sedangkan Leuser ditembak dengan 62 peluru, Beberapa pelaku pembunuhan orang utan mendapatkan hukuman pidana, seperti dua orang
di Kalimantan Tengah yang divonis enam bulan penjara dan denda Rp500 ribu subsider 1 bulan, serta empat orang
di Kalimantan Timur yang divonis tujuh bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan. Vonis ini dinilai terlalu ringan oleh Centre for Orangutan Protection, sebuah organisasi nirlaba.
Pada 2021, Koalisi Kekejaman Satwa
di Media Sosial (SMACC) menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa
Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengunggah video kekerasan terhadap
hewan dengan 1.569 video.
Sebuah liputan dari Narasi TV pada November 2022 mengungkapkan bahwa banyak orang
Indonesia membuat dan memasok konten-konten penyiksaan
hewan untuk dijual
di sejumlah platform internet.
Referensi