Leftenan Adnan adalah sebuah film drama perang Malaysia tahun 2002 garapan Aziz M. Osman dengan naskah yang ditulis oleh Aziz dan Mejar Ramli Abu Bakar serta diproduksi oleh Paradigm Film beserta Markas Angkatan Darat, Kementerian Pertahanan Malaysia. Dibintangi oleh Hairie Othman sebagai pemeran utama, Umie Aida, Faizal Hussein, Rusdi Ramli, Shaharuddin Thamby, Rambo Chin dan Wahid Senario, film tersebut mengisahkan tentang perjuangan perwira tentara Tanah Melayu,
Adnan Saidi (juga dikenal sebagai Letnan
Adnan), yang mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan Tanah Melayu dari penjajahan tentara Jepang pada masa Perang Dunia II. Film tersebut juga mengisahkan babak pertempuran terakhir Resimen Tentara Melayu terdepan melawan tentara Jepang yang jauh lebih banyak di Bukit Chandu hingga menewaskan Letnan
Adnan.
Film tersebut merupakan proyek yang telah lama direncanakan oleh Aziz. Film tersebut diproduksi dengan anggaran belanja sejumlah RM2.5 juta dengan jumlah pemeran dan kru melebihi 1.000 orang, sekaligus mencetak rekor sebagai film termahal dan produksi terbesar dalam sejarah perfilman Melayu pada masa itu. Syuting dilakukan pada Februari dan Maret 2002 di Perak, Negeri Sembilan dan Johor.
Leftenan Adnan ditayangkan pada 31 Agustus 2002 bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Malaysia ke-45 dan meraih berbagai ulasan positif serta telah meraih jumlah keuntungan sebanyak RM4.8 juta. Film tersebut memenangkan 2 penghargaan di Festival Film Asia Pasifik ke-45 dan 4 penghargaan di Festival Film Malaysia ke-15. Meskipun aspek seni film tersebut disambut baik, ketidakakuratan sejarahnya menerima kritikan. Pada tahun 2020, versi definisi tinggi dari film tersebut telah dirilis bertepatan dengan peringatan penayangan perdana ke-20.
Sinopsis
Pada tahun 1934, Kampung Sungai Ramal, Kajang, Selangor dikunjungi oleh anggota tentara Inggris yang bertujuan untuk mencari para pemuda lokal yang layak untuk ditugaskan ke dalam pasukan Tentara Melayu. Beberapa pemuda kampung termasuk
Adnan Bin Saidi berminat menjadi tentara, namun orangtuanya tidak merestui keinginan tersebut.
Adnan bersikeras, bersama beberapa orang rekan, mereka keluar dari kampung dan menuju ke kamp pelatihan militer di Port Dickson.
Di sana, mereka mendaftarkan diri dan menjalani latihan fisik dan mental agar layak untuk menjadi seorang tentara. Keberanian dan kesungguhan yang ditunjukkan oleh
Adnan membuatnya terpilih sebagai rekrutan terbaik dan kemudian beliau ditugaskan dalam pasukan Tentara Melayu. Dalam waktu yang singkat,
Adnan telah menerima kenaikan pangkat menjadi Sersan pada tahun 1937. Pada tahun yang sama, ia diundang dalam upacara penobatan Raja George VI di London.
Tidak lama kemudian,
Adnan naik pangkat lagi menjadi seorang Letnan. Ketika Perang Dunia II, Letnan
Adnan Saidi berjuang untuk mempertahankan Tanah Melayu dari serangan tentara Jepang. Pertempuran di Bukit Candu yang terletak di Pasir Panjang, Singapura itu mengakibatkan gugurnya seorang perwira Melayu yang begitu ditakuti oleh musuh.
Pemeran
Pemeran cilik yang memerankan peran utama pada masa kanak-kanak meliputi Mohd Ridzuan Din sebagai
Adnan kecil, Mohd Haniff Ghafar sebagai Malek kecil, Mohd Amsyar Ghafar sebagai Ahmad kecil, Norfadhilah Norakai sebagai Safiah kecil dan Maizurah Om Sharom sebagai Tumirah kecil.
Perwira tentara yang memerankan peran masing-masing adalah Mejar Mohd Razak Omar sebagai Sarjan Ngah, Koperal Wan Shakri Wan Fe sebagai Prebet Ali, Tuan Haji Ghazali Haji Ismail sebagai Sarjan Ibrahim, Lt. Kol. Omar Nasrulhaq sebagai Lt. Jen. AE Percival, Lt. Kol. Mohd Sany Royan sebagai Lt. Jen. Suguwara, Mayor Suhaimi Sulong sebagai Mayor Spencer Chapman, Mayor Ghazali Ismail sebagai Sersan Ibrahim, Lt. M. Zaidi Mohd Zain sebagai Prebet/Koperal Yaakub, Lt. M. Zam Azhari Zainudin sebagai Lans Koperal Jibal, Lt. M. Khalid Ismail sebagai Prebet Baharom dan Pbt. Kamaruzaman Ariffin sebagai Prebet Darus.
Produksi
Leftenan Adnan disutradarai oleh Aziz M. Osman, yang dikenal karena film-film garapannya seperti Fenomena (1990), XX Ray (1992) dan Puteri Impian (1997). Pada Agustus 1999, Aziz mengumumkan berniat untuk mengadaptasi kisah perjuangan prajurit, Letnan
Adnan Saidi ke layar lebar. Menurutnya, gagasan untuk menggarap sebuah film perang sudah lama ada dalam pikirannya, namun tidak terpikir sama sekali bahwa ia berpeluang menggarap film berskala besar seperti
Leftenan Adnan. Ia berkata kepada Berita Harian: "
Leftenan Adnan dapat memberi semangat patriotik kepada penonton dan dapat ditonton generasi muda sekarang. Kita tahu semangat dan kecintaan sebagian anak muda terhadap negara semakin berkurang. Bahkan, tak ada lagi terdengar ada anak muda sekarang yang gemar mendengar lagu Negaraku,". Aziz menyadari bahwa tanggung jawab menggarap film tersebut adalah salah satu satu tantangan besar baginya.
Naskah untuk film tersebut ditulis oleh Aziz bersama dengan Mejar Ramli Abu Bakar dan telah dirombak sebanyak 10 kali. Untuk film tersebut, ia menggunakan sistem suara canggih Dolby Digital dan bekerjasama dengan komponis Azman Abu Hassan yang sebelumnya pernah menjadi komponis untuk beberapa film garapan Aziz. Badaruddin Azmi, yang pernah berkarya di bawah naungan Aziz, bertugas sebagai pengarah fotografi dan jurukamera. Paradigm Film (kini Ace Motion Pictures), seorang organisasi penerbitan yang dibentuk oleh Aziz, memproduksi film tersebut dengan bekerjasama dengan Markas Angkatan Darat, Kementerian Pertahanan Malaysia, sementara Grand Brilliance bertugas sebagai distributor.
Rusdi Ramli, Faizal Hussein dan Azri Iskandar menjalani latihan di kamp tentara selama sebulan sebelum syuting dimulai. Rusdi pada mulanya dipertimbangkan untuk memerankan peran Letnan
Adnan, namun ia kemudian memerankan peran Prebet Malik. Faizal juga dipertimbangkan untuk memerankan peran tersebut, namun kemudian ia memerankan peran Prebet Ayob. Azri kemudian dipilih untuk memerankan peran Letnan
Adnan, namun hanya sempat memainkan 30 persen adegan sebelum dikeluarkan karena masalah disiplin. Menurut Aziz, yang mengumumkan pengeluaran Azri dalam satu wawancara media terkenal yang dilakukan pada 28 Februari 2000, keputusan tersebut dilakukan setelah Azri tidak menunjukkan komitmen dan gagal menjalin kerjasama, dengan persetujuan oleh semua produser dan pemeran yang ikut serta di dalam film tersebut belakangan karena ia yang memerankan peran utamanya. Aziz berkata: "Kami telah menyerahkan surat pengeluarannya (Azri) dalam film tersebut,".
Azri kemudian mengatakan bahwa ia terpaksa ikut arahan produser dan sutradara secara membabi buta walaupun terdapat kontradiksi fakta dalam pembuatan film tersebut. Pengeluarannya sebagai pemeran utama film tersebut menyebabkan Kementerian Pertahanan, Paradigm Film dan Grand Brilliance menanggung kerugian sekitar RM20,000. Ia kemudian digantikan oleh Hairie Othman. Hairie, yang mula-mula terpaksa memainkan 12 adegan yang telah dimainkan oleh Azri, mengaku tidak berpikir panjang setelah menerima tawaran Aziz untuk membintangi film tersebut, namun menyatakan pemilihannya untuk membintangi
Leftenan Adnan sebagai kesuksesan baginya. Umie Aida memainkan peran sebagai Sophia Pakih Muda, istri dari Letnan
Adnan. Untuk persiapan awal, ia menjalani latihan menembak bersama anggota tentara selama sebulan. Para pemeran lainnya meliputi Farid Amirul, Shaharuddin Thamby, Sherie Merlis dan Rambo Chin. Sebanyak 2,000 tentara dari Angkatan Darat Malaysia ditugaskan untuk memerankan berbagai peran atau sebagai pemeran tambahan.
Mokhtar
Adnan, putra
Adnan Saidi sangat bersukacita dengan hasil karya Aziz dalam film tersebut. Menurut Mokhtar, hasrat untuk mengabadikan perjuangan ayahnya dalam bentuk film telah ada sejak zaman kejayaan perfilman Melayu di Singapura. Biaya pembuatan film tersebut yang telah dipakai berjumlah sebanyak RM2.5 juta termasuk biaya promosi, sementara jumlah pemeran dan kru terdiri sebanyak 1.000 orang. Syuting diadakan pada Februari dan Maret 2000 di 3 negara bagian di Malaysia, yaitu Perak (Batu Gajah), Negeri Sembilan (Port Dickson) dan Johor (Kota Tinggi). Penyanyi Awie menyanyikan lagu tema untuk film tersebut, yang berjudul "Di Medan Ini".
Dalam satu wawancara eksklusif bersama Harian Metro pada Agustus 2021, Aziz berkata mengenai pengalamannya menggarap
Leftenan Adnan: "Pengalaman saya ketika diberi tanggungjawab oleh Kementerian Pertahanan untuk menggarap
Leftenan Adnan 20 tahun lalu adalah soal tantangan terbesar saya. Ini karena film saya sebelum itu lebih bersifat komersial dan sensasi. Sehingga ketika mendapat naskah
Leftenan Adnan, hal tersebut membuat saya berpikir untuk mengadaptasi kisahnya. Terus terang saya katakan bahwa cerita tersebut tidak 100 persen berdasarkan pada fakta sejarahnya. Demi menarik cita rasa penonton pada masa itu, saya juga memasukkan unsur romansa dan komersial sebagai daya tarik untuk penonton. Metode tersebut juga dipakai di industri film Hollywood ketika mereka membuat film patriotik". Aziz juga menyatakan bahwa ia sengaja memberikan peran tambahan untuk mewarnai suasana persahabatan pada peran Prebet Malik yang diperankan oleh Rusdi Ramli walaupun cerita tersebut tidak ada dalam kisah nyata dari
Leftenan Adnan.
Tema dan analisis
Menurut satu kajian yang dilakukan oleh Pusat Pembelajaran Bahasa, Filsafat dan Peradaban, Universiti Utara Malaysia (UUM),
Leftenan Adnan secara efektif menekankan aspek retorika dan memberi gambaran kepada masyarakat mengenai budaya serta sejarah sesuatu bangsa dan negara, sesambil menyampaikan apresiasi nilai-nilai patriotisme dalam masyarakat juga dapat ditafsirkan kepada penonton dengan aspek retorika yang lebih jelas. Seorang pengulas dari surat kabar Utusan Malaysia memandang film tersebut sebagai salah satu "naskah yang tidak menonjolkan tokoh Tentara Melayu" yang sebenarnya sebagai "bahan yang menggerakkan film tersebut". Pengulas tersebut juga menyatakan bahwa
Leftenan Adnan nampak "tenggelam dalam sebagian besar fakta sejarah yang tampaknya mustahil untuk diabaikan".
Dalam tipologinya mengenai perfilman Malaysia, A. Wahab Hamzah menyatakan bahwa
Leftenan Adnan nampak "tidak epik karena pertempuran dan peperangannya saja, tetapi bagaimana orang-orangnya dan emosinya dikembangkan". Ia juga menyoroti bahwa film tersebut berupaya untuk menjadi "sebuah epik dengan kebesaran dan pertempurannya, tetapi peran-perannya tidak mampu dibangunkan sebaik mungkin dan dengan cara yang lebih meyakinkan". David C. L. Lim juga menyoroti bahwa film tersebut memberikan citra baik masyarakat Melayu dengan membangun kembali kehidupan Letnan
Adnan yang "berani mempertaruhkan segalanya dalam memerangi tentara Jepang demi membebaskan rakyatnya".
Keakuratan sejarah
Terdapat beberapa keakuratan sejarah yang diambil pada pengisahan
Adnan untuk tujuan dramatis. Masalah pertama adalah kematian
Adnan yang terkenal tragis. Dalam versi film, kematiannya tidak ditayangkan secara jelas pada film dan diam-diam diselipkan pada bagian penutup, yang secara tersirat mengisahkan bahwa ia dan para pasukan yang tersisa dan cedera dalam pasukannya diikat pada pohon dan diikat dengan bayonet hingga mati, yang merupakan versi yang lebih benar dan sejalan dengan praktek Jepang yang serupa di tempat lain.
Ini bertentangan dengan versi resmi seperti yang dicatat oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, yang menunjukkan bahwa dia dibunuh terlebih dahulu, kemudian digantung secara terbalik pada pohon ceri. Catatan Inggris menyatakan bahwa jasadnya ditemukan digantung terbalik setelah Jepang menyerah dan catatan tersebut diulangi dalam beberapa teks resmi mengenai kampanye Malaya. Cara hukuman sebenarnya tidak pernah dicatat secara resmi.
Dalam film tersebut, Jenderal Tomoyuki Yamashita mengulas tentang keberanian dan kegagahan letnan sebelum hukuman mati
Adnan mungkin sebagai pengajaran kepada tentara Jepang dan berkata sekiranya terdapat sepuluh lagi pasukan seperti
Adnan dalam Tentara Kolonial Inggris di Tanah Melayu pada masa itu, dia akan memperlukan sepuluh tentara lagi untuk menaklukkan Tanah Melayu. Meskipun demikian, versi resmi mencatat bahwa hukuman mati oleh tentara Jepang dalam kemarahan karena sifat pantang menyerah dalam mengemban tugasnya dan menyebabkan banyak korban jiwa di pihak tentara Jepang.
Senapan mesin Lewis yang sering digunakan oleh Letnan
Adnan dalam film tersebut sebenarnya bukan model dari jenis senapan mesin tersebut. Senapan tersebut hanyalah model tiruan, yang merupakan senapan mesin yang sebetulnya dibuat menjadi penyangga supaya mirip senapan mesin yang terkenal dengan moncong besar tersebut. Perbedaan yang jelas terlihat pada magazen senapan mesin Lewis yang digunakan dalam film tersebut berbentuk bulat, tebal dan besar, sementara bentuk senapan mesin aslinya hanyalah berbentuk cakram, yang lebih pipih, ringan dan berwarna coklat, bukan berwarna hitam seperti dalam film tersebut.
Kritik
Leftenan Adnan menerima kritik karena menggunakan sekelompok pemeran Melayu untuk memerankan peran pasukan Jepang dan Inggris sepanjang film tersebut. Selain itu, dialog berbahasa Inggris seperti yang dituturkan oleh pemeran memakai para pengisi suara orang Melayu yang berbicara dalam bahasa Inggris yang terhenti dan berlogat khas yang menunjukkan bahwa terdapat upaya yang canggung untuk mengubah dialog untuk memberikan pandangan yang berbeda kepada situasi yang digambarkan dan untuk menggambarkan Inggris dalam keadaan yang tidak menguntungkan.
Perilisan dan sambutan
Penayangan perdana
Leftenan Adnan diadakan di Dewan Merdeka, Pusat Dagangan Dunia Putra (PWTC) pada 29 Agustus 2000 dan diwajibkan oleh Pemuda UMNO. Film tersebut dirilis di seluruh bioskop Malaysia pada 31 Agustus bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Malaysia ke-43 dan diiklankan sebagai "Sebuah Epik Film Melayu Terunggul". Selama tayangan khusus di bioskop pusat jual-beli Terminal One, Seremban, Negeri Sembilan pada 28 September 2000, sebanyak 1.000 murid kelas 6 dari 10 sekolah dasar yang telah merampungkan Ujian Penilaian Sekolah Rendah (UPSR) hadir menonton film tersebut. Penayangan perdana khusus film tersebut diadakan di bioskop Tanjung Golden Village (TGV), Suria KLCC pada 2 Oktober 2000 dan dihadiri oleh Perdana Menteri masa itu Datuk Seri (kini Tun) Dr. Mahathir Mohamad dan istrinya Datin Seri (kini Tun) Dr. Siti Hasmah Mohamad Ali. Sehari sebelum penayangan perdana khusus, Mahathir dan Siti Hasmah meluangkan waktu mereka bertemu dengan keluarga Letnan
Adnan.
Pada 7 Oktober 2000, Kementerian Pertahanan telah menyumbangkan sebagian dari keuntungan penayangan film tersebut kepada keluarga dua putra Letnan
Adnan, dan pusat pendidikannya di Kajang, Selangor. Film tersebut meraih keberhasilan komersial ketika film tersebut berhasil meraih keuntungan kotor sekitar RM1 juta setelah 10 hari ditayangkan, yang dimulai semenjak penayangan tengah malam pada 30 Agustus. Jumlah keuntungan kotor yang dicatatkan hingga 8 September diperoleh dari sekitar 45 bioskop di seluruh negeri, terutama Golden Screen Cinemas (GSC) dan Tanjong Golden Village (TGV), sementara penayangan perdana untuk mengisi Dana Milenium Baru Angkatan Darat tingkat negara bagian Pahang berhasil memperoleh keuntungan dari berbagai perusahaan negeri dan swasta sebanyak RM300.000. Keuntungan tersebut kemudian meningkat sampai RM2 juta pada pekan berikutnya. Menjelang pekan terakhir penayangannya, film tersebut meraih keuntungan penayangan sebanyak RM4.8 juta.
Film tersebut menerima berbagai ulasan yang rata-rata positif dari para kritikus film. Melalui ulasan untuk Harian Metro, Saniboey Mohd Ismail menyatakan bahwa alur film tersebut "tidak berbelit". Dalam ulasan berikutnya, ia menyatakan bahwa film tersebut melampaui Bukit Kepong dengan berkata: "Sekian lama, Bukit Kepong dikatakan film pertempuran yang terbaik dan kini tiba waktunya pula pernyataan tersebut berubah karena
Leftenan Adnan jauh lebih hebat". Akmal Abdullah, yang menulis untuk Berita Minggu berpendapat bahwa film tersebut "hadir dalam keadaan perfilman Melayu yang merindukan zaman kejayaannya". Ia menyatakan: "Mungkin kekurangan dalam
Leftenan Adnan adalah tidak mampu menyentuh hati penonton secara menyeluruh. Ini juga karena kelemahan dalam pengolahan adegan dan gaya akting. Mungkin istri anggota tentara ketika menontonnya akan sedih dan menangis karena mereka akan membayangkan suami mereka di medan perang tapi bagi penonton lainnya, mereka mengharapkan efek yang mendalam namun film tersebut tidak begitu menyampaikannya. Meskipun demikian, kita masih dapat merasakan unsur patriotiknya". Md Bukhari Mukhtar dari surat kabar yang sama juga berpendapat bahwa film tersebut "seharusnya berada pada kelas tersendiri". Mohd Yasir Che' Ngah, juga dari surat kabar yang sama memuji keseluruhan alur cerita film tersebut dengan berkata: "Setelah menonton film epik
Leftenan Adnan yang dapat dianggap berkualitas tinggi, saya merasa sangat kagum, puas dan cukup bangga karena film tersebut mampu mengangkat martabat dan harga diri bangsa Melayu dalam mempertahankan kedaulatan tanah air tercinta". Meor Shariman dan Joe Lee dari The Malay Mail menjuluki film tersebut sebagai "versi Malaysia dari film Saving Private Ryan". Seorang pengulas untuk Utusan Malaysia menyatakan bahwa
Leftenan Adnan berhasil "lari dari tema dan jalan cerita yang sembrono dan ceroboh" dan "mengangkat martabat film Melayu yang selama ini memuakkan, terurai dengan air mata dan percintaan yang membosankan".
Warisan
Pada tahun 2014,
Leftenan Adnan telah dicantumkan sebagai salah satu dari 6 film bertema Hari Kemerdekaan Terbaik oleh portal film Cinema Online. Film tersebut juga telah dicantumkan oleh Astro Awani sebagai salah satu dari 5 film kepahlawanan adaptasi kisah nyata yang wajib ditonton. Majalah Remaja juga mencantumkan film tersebut sebagai salah satu film kepahlawanan yang perlu ditonton. Film tersebut juga tercantum sebagai salah satu dari 5 film kepahlawanan yang wajib ditonton bertepatan dengan Hari Malaysia pada 2021.
Leftenan Adnan juga tercantum sebagai salah satu dari "10 film kepahlawanan yang dapat meletupkan semangat" oleh SelangorKini.
Pada Desember 2019, Aziz M. Osman mengumumkan dalam sebuah cuitan di laman Twitter miliknya bahwa film
Leftenan Adnan akan ditingkatkan dalam versi berdefinisi tinggi (HD). Kata Aziz dalam cuitannya: "Tahun 2020 adalah ulang tahun film
Leftenan Adnan ke-20. Siapa yang setuju agar saya meningkatkan film ini ke Ultra HD untuk penonton sekarang?". Sebanyak RM300.000 telah digelontorkan untuk tujuan tersebut. Film tersebut telah menjalani restorasi yang melalui proses penyuntingan, penambahan rekaman video, efek visual (VFX) dan pencitraan hasil komputer (CGI) serta penambahan musik terbaru. Beberapa adegan yang telah dipotong termasuk adegan terakhir juga telah dimasukkan. Versi baru film tersebut mula-mula tayang perdana di Astro First pada 27 Agustus 2020, 3 hari sebelum ulang tahun film tersebut yang ke-20.
Leftenan Adnan menjadi film lokal kedua yang melewati proses restorasi setelah film Bukit Kepong (1981) oleh Prodigital Lab Sdn. Bhd. (anak perusahaan KRU Studios) yang pernah ditayangkan dalam periode terbatas bertepatan dengan bulan kemerdekaan pada 2015. Versi HD film tersebut ditayangkan melalui penyiaran internet di Netflix pada 27 Agustus 2021.
Penghargaan
Pada acara Anugerah Karyawan Persatuan Pekerja Filem Malaysia (PPFM) 2000,
Leftenan Adnan mendapatkan 8 penghargaan. Pada acara Festival Film Asia Pasifik ke-45 yang diadakan pada 6 Desember 2000 di Hanoi, Vietnam, film tersebut terpilih sebagai salah satu dari 5 film yang mewakili delegasi Malaysia bersama dengan film Mimpi Moon, Anaknya Sazali, Senario Lagi dan Bara. Pada malam acara yang berlangsung di Hanoi Friendship Cultural Palace, film tersebut memenangkan dua penghargaan. Pada Festival Film Malaysia ke-15,
Leftenan Adnan meraih 4 penghargaan dari 7 nominasi, termasuk Film Terbaik dan Sutradara Terbaik. Pada Anugerah Skrin 2001, film tersebut meraih 4 nominasi dan memenangkan 2 penghargaan.
Catatan
Referensi
= Kutipan
=
= Daftar pustaka
=
Nor Hafidah Ibrahim; Melor Fauzita Md. Yusoff; Rohaya Md. Ali (2018). "
Leftenan Adnan: Manifestasi Penggunaan Retorik dalam Filem" (PDF). Jurnal Sultan Alauddin Sulaiman Shah. Sintok, Kedah: Universiti Utara Malaysia: 1–8. ISSN 2289-8042. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-01-25. Diakses tanggal 2023-04-19.
David C. L. Lim; Hiroyuki Yamamoto, ed. (2011). Film in Contemporary Southeast Asia: Cultural Interpretation and Social Intervention [Filem di Asia Tenggara Kontemporari: Tafsiran Budaya dan Campur Tangan Sosial] (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 978-0415617635.
Pranala luar
Leftenan Adnan di IMDb (dalam bahasa Inggris)
Leftenan Adnan di Netflix