Marielle Franco, lahir sebagai
Marielle Francisco da Silva (27 Juli 1979 - 14 Maret 2018) adalah seorang politisi Brasil, feminis, dan aktivis hak asasi manusia. Setelah meraih gelar magister di bidang administrasi publik dari Universitas Federal Fluminense, dia menjabat sebagai anggota dewan kota Rio de Janeiro dari Partido Socialismo e Liberdade (PSOL) sejak Januari 2017 hingga kematiannya.
Pada 14 Maret 2018, dalam perjalanan pulang usai menyampaikan pidato,
Franco dan sopirnya, Anderson Pedro Gomes, ditembak beberapa kali dan kemudian tewas di tempat. Dua orang pembunuh melakukan aksi tersebut dari kendaraan lain.
Franco dikenal atas kritiknya terhadap kebrutalan polisi dan pembunuhan di luar hukum, serta intervensi pemerintah federal Brasil di negara bagian Rio de Janeiro pada Februari 2018 di mana aparat militer dikerahkan dalam berbagai operasi polisi. Pada Maret 2019, dua mantan aparat kepolisian ditangkap dan didakwa atas pembunuhan
Marielle Franco.
Kehidupan awal
Franco dibesarkan di Maré, salah satu favela di utara kota Rio de Janeiro. Dia juga tinggal di sana hampir seumur hidupnya. Pada tahun 1990 di usia 11 tahun,
Franco mulai bekerja untuk mencukupi pengeluaran rumah tangganya dan pada tahun 1998 di usia 19 tahun dia melahirkan seorang putri.
Franco membesarkan putrinya tanpa bantuan ayah kandung si putri dan bekerja sebagai guru taman kanak-kanak dengan upah minimum.
Pada tahun 2004,
Franco, yang sepanjang hidupnya memperjuangkan hak-hak LGBT, memulai hubungan asmara dengan Mônica Benício. Pada tahun 2017, mereka memutuskan untuk tinggal bersama di Barra da Tijuca bersama Luyara, putri
Marielle. Mereka merencanakan perkawinan pada akhir 2018.
Pendidikan
Pada tahun 2000,
Franco mulai mengikuti cursinho, sejenis kelas persiapan masuk perguruan tinggi. Pada tahun yang sama seorang temannya tewas akibat peluru nyasar dan mengakibatkan
Franco menekuni aktivisme hak asasi manusia.
Pada tahun 2002,
Franco mendapat beasiswa untuk berkuliah S1 di bidang ilmu sosial di Pontifícia Universidade Católica do Rio de Janeiro sembari terus bekerja sampingan sekaligus membesarkan putrinya.
Franco kemudian melanjutkan studinya dan berhasil meraih gelar magister administrasi publik dari Universitas Federal Fluminense. Tesisnya membahas program penegakan hukum untuk mengambil kembali kontrol atas favela di Rio de Janeiro dari geng narkoba atau program Unidade de Polícia Pacificadora.
Karier politik
Pada tahun 2007,
Franco mulai bekerja sebagai konsultan untuk anggota dewan perwakilan negara bagian Rio de Janeiro Marcelo Freixo. Dia turut mengkoordinasi Komite Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Warga bentukan dewan perwakilan negara bagian Rio de Janeiro.
Franco juga bekerja untuk beberapa lembaga swadaya masyarakat, di antaranya Brazil Foundation dan Pusat Studi dan Aksi Solidaritas Maré.
Pada tahun 2016,
Franco mencalonkan diri untuk posisi anggota dewan kota Rio de Janeiro. Sebagai perempuan kulit hitam dan ibu tunggal yang berasal dari favela,
Franco memposisikan dirinya sebagai wakil sekaligus pembela wanita miskin berkulit hitam serta warga favela. Meraih lebih dari 46.500 suara,
Franco adalah salah satu dari 51 kandidat yang terpilih sebagai anggota dewan, dan bahkan menerima total suara tertinggi kelima dari lebih dari 1.500 kandidat.
Sebagai anggota dewan kota,
Franco berjuang melawan kekerasan gender, mendukung hak-hak reproduksi, dan hak-hak warga favela. Dia memimpin Komisi Perlindungan Wanita dan merupakan salah satu dari empat anggota komite yang memantau intervensi pemerintah federal Brasil di Rio de Janeiro.
Franco beserta Barisan Lesbian Rio de Janeiro turut memperjuangkan rancangan peraturan daerah terkait hari visibilitas lesbian di Rio de Janeiro pada Agustus 2017, tetapi raperda tersebut tidak berhasil disahkan dengan hasil pungutan suara 19-17.
Hari-hari terakhir dan pembunuhan
Pada 13 Maret 2018,
Franco mencuit pandangannya terkait kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian di Rio de Janeiro: “Satu lagi seorang pemuda dibunuh oleh polisi. Matheus Melo hendak meninggalkan gereja ketika dia dibunuh. Berapa banyak lagi yang harus tewas sebelum perang ini berakhir?" (bahasa Portugis: Mais um homicídio de um jovem que pode estar entrando para a conta da PM. Matheus Melo estava saindo da igreja. Quantos mais vão precisar morrer para que essa guerra acabe?)
Keesokan harinya,
Franco menghadiri sesi diskusi bertajuk "Wanita Muda Berkulit Hitam Menggoyangkan Struktur" (bahasa Portugis: Jovens Negras Movendo Estruturas). Tak sampai dua jam usai meninggalkan sesi tersebut,
Franco dan sopirnya, Anderson Pedro Gomes, ditembak mati oleh dua pria yang mengendarai kendaraan lain. Pelaku melepaskan sembilan tembakan ke arah mobil
Franco, empat di antaranya menghantam
Franco - tiga di kepala dan satu di leher. Staf komunikasi
Franco yang duduk di sebelah
Franco di kursi belakang terluka tetapi selamat.
Kehidupan pribadi
Franco mengidentifikasi dirinya sebagai biseksual. Pada tahun 2017, dia pindah ke Barra da Tijuca untuk tinggal bersama kekasihnya, Mônica Tereza Benício, dan putrinya, Luyara Santos.
Marielle dan Mônica bertemu saat melakukan perjalanan bersama teman-teman mereka. Kala itu keduanya masing-masing berusia 18 dan 24 tahun. Mereka kemudian berpacaran selama 13 tahun, meskipun hubungan itu sering terputus karena penolakan dari keluarga dan teman-teman mereka. Saat putus, Mônica menjalin hubungan dengan wanita dan pria lain, sementara
Marielle menjalin hubungan dengan pria lain.
Franco dan Benício berencana kawin pada September 2018.
Referensi