Doktorandus Kyai Haji
Muchtar Adam (lahir 10 September 1939) adalah seorang muballig, ulama, cendekiawan, sekaligus pendiri dan pimpinan umum Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam di Desa Ciburial, Cimenyan, Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Ia adalah pencetus gagasan Da’wah Kedah Kahartos Karaos (Dakwah Harus Dipahami dan Dirasakan).
Jejak langkah
= Keluarga
=
Nama
Muchtar merupakan pemberian dari Dr.
Muchtar Lutfi, seorang intelektual dan pejuang dari Sumatera Barat sebagai teman seperjuangan ayahnya yang sering bersama-sama keluar masuk penjara pada zaman Belanda, Jepang, dan NICA. Dr.
Muchtar Lutfi memberikan nama depannya kepada putra sahabat karibnya, sedang
Adam diambil dari nama ayahnya.
Ayahnya bernama Tuan
Adam, seorang muballigh dan pejuang kemerdekaan di Pulau Selayar. Pengetahuan dan pemahaman agama ayahnya diperoleh hanya melalui persahabatan dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan, yang saat itu terkenal dengan orang-orang pergerakan. Bahkan, Tuan
Adam bisa membaca dan menulis huruf latin ketika di penjara.
Muchtar Adam lahir sebagai anak ketiga dari wanita bernama Syamintan yang merupakan istri pertama Tuan
Adam. Istri kedua Tuan
Adam adalah janda pejuang kemerdekaan teman seperjuangannya yang meninggal dunia. Kakek
Muchtar Adam adalah seorang guru mengaji dan muballig, walaupun tidak melalui pendidikan formal, karena saat itu di kampung cukup dengan belajar mengaji, dan jadi guru ngaji di Kampung Palemba Bontobangung, Pulau Selayar.
= Masa muda
=
Muchtar Adam dilahirkan di Benteng Selayar, sebuah ibu kota Under Avdeling Selayar (saat ini telah menjadi ibu kota Kabupaten Kepulauan Selayar). Rumah panggungnya yang berlantai papan kayu jalotong, dijadikan tempat berkumpul dan rapat-rapat para pejuang. Hidup dalam keluarga pejuang,
Muchtar Adam kecil sering menyaksikan rumahnya digeledah tentara penjajah dan melihat dengan mata kepala sendiri di mana ayahnya, Tuan
Adam, ditangkap lalu dimasukkan ke penjara.
Sebagai satu-satunya anak lelaki dalam keluarga, ia harus membantu ibunya mulai dari berjualan kaki lima sampai berladang untuk menopang kehidupan keluarga ketika Tuan
Adam di penjara. Setelah menyelesaikan pendidikan SRN di kota Benteng Selayar, ia melanjutkan ke SMI Muhammadiyah di kota yang sama. Ketika belajar di SRN, ia mengikuti kepanduan Hizbul Wathan (H.W.) tingkat Athfal yang memberikan bekal dasar-dasar keterampilan sosial dan kecakapan hidup. Di Athfal ia mulai sebagai anggota sampai menjadi Kepala Regu. Setelah memasuki pendidikan di SMI Muhammadiyah, ia masih terus bergabung dengan Gerakan Kepanduan H.W. sampai memimpin Pasukan 150 orang.
Di Gerakan Kepanduan inilah, ia memperoleh banyak keterampilan dalam segala bidang termasuk didikan akhlak menjadi menu utama seperti kejujuran, kedisiplinan dan menolong orang lain. Ia tercatat sebagai siswa angkatan kedua yang harus mengikuti kurikulum 100% pelajaran umum setingkat SMP dan 100% pelajaran agama Islam yang semua dalam bahasa Arab dengan lama belajar selama empat tahun. Sebagai siswa SMI, ia aktif di Ikatan Pemuda Pelajar Islam Indonesia Selayar (IPPIS) dengan jabatan sebagai Ketua Bidang Tabligh dan di Pelajar Islam Indonesia (PII) Cabang Selayar dengan jabatan sebagai Ketua Seksi Penerangan di Cabang Selayar.
Ketika belajar di SMI Muhammadiyah ini pula ia mengubah sikap dan cara pandangnya dalam menapaki kehidupan karena dibina dan dibimbing langsung oleh Kyai Haji Abdul Kadir Kasim, alumni Madrasah Tawalib di Padang Panjang, Sumatera Barat. Setelah lulus SMI Muhammadiyah di Benteng Selayar, ia diantar ke Yogyakarta oleh sang kyai belajar di Madrasah Menengah Tinggi (MMT) yang terletak di depan Mesjid Agung Kauman Yogyakarta dengan beasiswa dari Baitul Maal Kabupaten Selayar. MMT adalah pendidikan lanjutan atas sama dengan SMAA (bahasa) dan pelajaran Islam semuanya menggunakan kitab-kitab bahasa Arab.
Di lingkungan MMT, ia dibina dan dibimbing oleh Kyai Basyir, Kyai Wardan, dan Kyai Mahfudz serta Guru yang lain. Setelah lulus MMT, ia melanjutkan ke Akademi Tabligh Muhammadiyah. Kendati kuliah hanya tingkat pertama saja, namun kuliah yang diberikan oleh Prof. Ahmad Salabi, Prof. Farid Ma’ruf, dan Prof. Kahar Mudzakir, Buya Hamka, K.A. Badawi, Djarnawi Hadikusuma, Jurban Wahid (Ekonomi Islam) dan lain-lain sangat mempengaruhi
Muchtar Adam dalam mengimplementasikan perintah amar ma’ruf nahi munkar. Setiap libur semester, ia pergi ke Pesantren Jamsaren di Solo untuk belajar aneka ilmu tentang ke-Islaman, seperi Fiqhi, Ushul Fiqhi, Filsafat Islam dari Kyai Haji Ma’muri, Kristologi dari bapak Arkanuddin.
Ia memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (FKSS) Jurusan Sastra Arab IKIP Bandung.
Muchtar Adam menikah dengan Siti Sukaesih gadis asal Bandung yang ditemui ketika masih sama-sama belajar di Yogyakarta. Siti Sukaesih sebagai alumni PGAA Muhammadiyah Kauman Yogyakarta.
= Pemikiran
=
Pemikiran
Muchtar Adam lebih cenderung pada upaya menghormati hak-hak manusia untuk hidup. Ia berpendapat bahwa hak hidup merupakan prinsip utama yang harus ditegakkan, selanjutnya baru hak mendapatkan pendidikan bagi seluruh manusia tanpa kecuali. Esensi pendidikan adalah sebuah proses yang hendaknya mampu menyucikan peserta didik untuk menemukan dan mempertahankan kesuciannya baik lahir maupun batin. Dengan pendidikan, manusia bisa belajar apa saja dan kepada siapa saja.
Belajar yang salah bukan merupakan suatu tindak munafik, tidak murtad, sehingga tidak perlu ditakuti. Akal, menurutnya merupakan salah satu karunia Allah yang mulia. Allah telah menyimpan akal dalam jiwa (nafs) manusia. Akal merupakan jalan penghubung kepada Allah berupa wasilah antara jiwa manusia dengan Allah Swt. Inti ajaran Islam ialah ma’rifatullâh, yaitu mengenal, mengimani, mentauhidkan serta mencintai dan mentaati Allah Swt. Hubungan tersebut adalah sumber bagi kehidupan jiwa manusia yang dapat melahirkan akhlak mulia.
Hakikat manusia ditentukan oleh eksistensinya dalam hidup berupa suatu karya kesalehan sosial berlandaskan ma’rifatullâh, sebagai implementasi silaturrahim, sehingga muncul di tengah-tengah masyarakat sebagai rahmatan li al-‘alamin, rahmat bagi semesta alam. Karena didikan ma’rifatullah, bekerja adalah satu kemulian untuk memperoleh hak memiliki dari hasil usaha yang halal. Sebab inti ajaran Islam adalah ma’rifatullâh, inti ma’rifatullah adalah akhlak, dan inti akhlak ialah silaturahim dan inti silaturrahim adalah menggembirakan orang lain.
Jadi pendidikan Islam harus berintikan kepada ma’rifatullah agar anak didik menjadi anak soleh, pewaris para nabi, dan meraih status khalifah fil ard.
Dalam bukunya Tazkiyah: Mensucikan Jiwa, Meredam Hawa Nafsu yang terbit Dzulqo’dah 1429 H, November 2008,
Muchtar Adam memandang hidup ini melalui upaya tazkiyah, setiap orang dapat mendekatkan dirinya kepada Yang Maha Suci.
Tazkiyah merupakan upaya yang sangat efektif untuk mengembalikan manusia kepada hakikatnya sebagai hamba Allah, karena manusia telah diberikan wadah kesucian (fitrah). Orang-orang yang seperti inilah kemudian yang disapa oleh Sang Maha Penguasa Semesta dengan panggilan yang luar biasa indah.
= Praksis
=
Bagi
Muchtar Adam, dakwah dilaksanakan sebagai satu gerakan dengan materi dakwah terencana berbasis kebutuhan umat. Sehingga dakwah berlanjut menjadi al tarbiyah wa al ta’lim, pendidikan dan pengajaran, yang bertitik tolak dari Al-Quran. Untuk mengimplementasikan ayat tersebut yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam berdakwah, didirikanlah Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam di Desa Ciburial, Cimenyan, Bandung pada tanggal 12 Rabiul Awwal 1401 H (18 Januari 1981 M) dengan tujuan melaksanakan pengkajian al-Quran, penelitian masalah dakwah, pendidikan kader dakwah, penyebaran informasi wawasan al-Quran, pengembangan warga pedesaan dalam bidang aqidah, ilmu, sosial, dan ekonomi guna ikut serta mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Swt.
Di pesantren ini, santrinya banyak dari kaum miskin, kaum tertindas dan kaum terpinggirkan oleh politik dan kepentingan pejabat yang berkuasa. Santri yang datang dari kalangan tersebut dibebaskan dari biaya hidup dan biaya pendidikan. Ia mengkritik sekolah yang hanya menampung anak-anak IQ tinggi dari kalangan kelas menengah keatas, tanpa peduli terhadap anak-anak IQ rendah dari kaum dhu’afa dan kaum mustadh’afin. Di pesantren ini, Islam diperkenalkan kepada santri melalui lintas mazhab dengan harapan saling memahami, menghargai dan berujung kepada silaturahim.
Ketika santrinya berada di tengah umat bisa menjelaskan dan mendamaikan perselisihan masalah paham fikih, sehingga umat Islam dalam melaksanakan amal ibadah tidak perlu mempermasalahkan perbedaan mazhab karena semua ada dasarnya. Pemikiran inilah yang kemudian ditulis oleh
Muchtar Adam dalam bukunya Perbandingan Mazhab dalam Islam dan Permasalahannya.
Menurut Prof. Dr. Mohammad Askin, S.H., salah satu karya monumental
Muchtar Adam dalam bidang pendidikan terhadap bangsa Indonesia adalah andilnya dalam pembahasan RUU SISDIKNAS yang kini sudah menjadi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Ia sebagai anggota Komisi VI DPR RI turut aktif dan berjuang mengawal RUU SISDIKNAS dari nol sampai ditetapkan menjadi UU.
Umat Islam Indonesia yang merupakan penduduk mayoritas, untuk pertama kalinya setelah Indonesia Merdeka selama 58 tahun, pesantren dan majelis taklim baru diterima sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003.
Karya Tulis
= Naskah
=
= Kolaborasi
=
= Kontribusi
=
= Makalah
=
Pranala luar
http://www.babussalam.or.id Diarsipkan 2012-05-16 di Wayback Machine.
http://ciburial.desa.id
Rujukan
Roslianti, Neny; Agusti, Titin (2007).
Muchtar Adam Meretas Jalan Menuju Ma’rifatullah. Bandung: Makrifat. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
Catatan
Referensi
= Buku
=
Roslianti, Neny; Agusti, Titin (2007).
Muchtar Adam Meretas Jalan Menuju Ma’rifatullah. Bandung: Makrifat. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
Karya Emas: profil Tokoh & Pengusaha Indonesia - Hidup harus Diperjuangkan dan Disyukuri. Jakarta: Pusat Profil Dan Biografi Indonesia.
Konsistensi Reformasi, Fraksi reformasi DPR RI Periode 1999-2004. Jakarta.
Santoso (Ed.), F. Harianto (2000). Wajah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pemilihan Umum 1999. Jakarta: Kompas. Pemeliharaan CS1: Teks tambahan: authors list (link)
Buku Kenangan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 1999-2004. Jakarta: Sekretariat Jendral Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2004.