Abu Abdullah
Muhammad bin Yusuf bin Nasr (1195-1273), juga dikenal sebagai Ibnu al-Aḥmar (bahasa Arab: ابن الأحمر) dan dijuluki al-Ghālib billāh ("Sang Pemenang karena Allah"), adalah penguasa pertama Kesultanan
Granada, negara Muslim merdeka terakhir di Spanyol, dan pendiri dinasti Banu Nashri. Pada masa hidupnya, kerajaan-kerajaan Kristen Iberia (terutama Portugal, Kastilia, dan Aragon) melakukan perluasan ke wilayah Islam di Semenanjung Iberia, yang disebut Al-Andalus.
Muhammad bin Yusuf awalnya berkuasa di kota kelahirannya, Arjona pada 1232 ketika ia memberontak terhadap penguasa de facto Al-Andalus, Ibnu Hud. Selama pemberontakan ini, ia berhasil menguasai Kordoba dan Sevilla untuk sementara waktu, sebelum kedua kota tersebut kembali ke tangan Ibnu Hud. Ia lalu dikalahkan Ibnu Hud, tetapi mempertahankan kekuasaannya atas Arjona dan Jaén sebagai bawahan Ibnu Hud. Pada 1236, dia kembali menentang Ibnu Hud dan membantu Fernando III
dari Kastilia mengambil alih Kordoba. Pada tahun-tahun berikutnya,
Muhammad berhasil mengambil alih kekuasaan di kota-kota di wilayah selatan Spanyol, termasuk
Granada (1237), Almeria (1238), dan Malaga (1239) melalui manuver-manuver politik tanpa peperangan. Pada tahun 1244, kota kelahirannya, Arjona, direbut Kastilia. Pada 1246, dia kembali dikalahkan Kastilia di Jaén, sehingga ia harus menyerahkan kota tersebut dan menjadi vasal Fernando sebagai syarat perjanjian damai.
Dalam 18 tahun berikutnya,
Muhammad memperkuat kekuasaannya dengan mempertahankan hubungan damai dengan Kastilia. Pada 1248, ia bahkan membantu kerajaan Kristen tersebut mengambil alih Sevilla
dari kekuasaan Islam. Namun pada tahun 1264, ia berbalik melawan Kastilia dan membantu pemberontakan penduduk Muslim di wilayah yang baru dikuasai Kastilia. Pemberontakan tersebut gagal, dan pada tahun 1266 sekutunya di Málaga, Banu Asyqilula, memberontak melawan
Muhammad I dan meminta bantuan raja Kastilia yang baru, Alfonso X. Kastilia mengirimkan pasukan, tetapi
Muhammad berhasil mengajak pemimpin pasukan tersebut, Nuño Gonzalez de Lara, untuk berbalik melawan Alfonso. Konflik dengan Kastilia dan Banu Asyqilula masih belum terselesaikan hingga tahun 1273, ketika
Muhammad meninggal setelah jatuh
dari kudanya. Ia digantikan oleh putranya,
Muhammad II.
Peninggalan
Muhammad I adalah kerajaan yang ia didirikan, yang terus bertahan di bawah dinasti Banu Nashri hingga dianeksasi Kastilia pada 1492. Selain itu, ia juga memulai pembangunan Alhambra di
Granada, yang menjadi tempat kediamannya. Sultan-sultan
Granada selanjutnya terus tinggal di
Granada dan meneruskan pembangunan Alhambra sebagai sebuah kompleks istana dan benteng pertahanan yang besar. Hingga sekarang Alhambra tetap berdiri sebagai peninggalan Kesultanan
Granada dan menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO.
Asal muasal dan awal kehidupan
Muhammad bin Yusuf lahir pada tahun 1195 (595 H) di kota Arjona, yang pada saat itu adalah kota kecil di perbatasan daerah Muslim sebelah selatan Sungai Guadalquivir, yang sekarang menjadi bagian
dari provinsi Jaén di Spanyol. Ia berasal
dari keluarga tanpa status sosial tinggi dan menurut Estoria de España pada mulanya ia "tidak memiliki pekerjaan lain selain menggiring lembu ke ladang dan membajak". Menurut Ibnu al-Khatib, sejarawan dan wazir
Granada abad ke-14, keluarganya adalah keturunan Sa'ad bin Ubadah, seorang sahabat Nabi
Muhammad dari suku Bani Khazraj. Keturunan Sa'ad bermigrasi ke Spanyol dan menetap di Arjona sebagai petani. Selama masa mudanya, ia dikenal sebagai pemimpin militer di perbatasan, dan dikenal sebagai seorang yang zuhud, citra yang tetap dimilikinya bahkan setelah menjadi Sultan.
Muhammad juga dikenal sebagai Ibnu al-Ahmar, dan memiliki panggilan kehormatan (kunyah) Abu Abdullah.
Latar belakang
Awal abad ke-13 adalah periode kemunduran besar bagi kaum Muslim di Semenanjung Iberia. Kekhalifahan Al-Muwahhidun, yang mendominasi Al-Andalus atau wilayah Muslim di Iberia, terpecah akibat perang saudara setelah Khalifah Yusuf II wafat pada 1224 tanpa penerus yang jelas. Al-Andalus terpecah menjadi berbagai kerajaan yang dipimpin raja-raja kecil yang disebut Muluk al-Thawaif. Salah satu raja kecil yang muncul adalah
Muhammad bin Yusuf bin Hud ("Ibnu Hud", wafat 1238), yang memberontak terhadap kekuasaan Muwahhidun. Ia menyatakan dirinya sebagai bawahan
dari Khalifah Abbasiyah tetapi kenyataannya mendirikan negara sendiri yang berpusat di Murcia. Kekuasaannya berkembang dan ia menjadi pemimpin de facto Al-Andalus. Walaupun berhasil mengukuhkan kekuasaan di Al-Andalus, Ibnu Hud mengalami kekalahan dalam pertempuran melawan kaum Kristen, termasuk pertempuran Alanje pada 1230 dan pertempuran Jerez pada 1231, disusul oleh jatuhnya Badajoz dan Extremadura.
Di sebelah utara Semenanjung Iberia, terdapat beberapa kerajaan Kristen yaitu Kastilia, León (yang tunduk kepada Raja Kastilia sejak 1231), Portugal, Navarra, dan persatuan kerajaan-kerajaan yang dikenal sebagai Takhta Aragon. Semuanya memiliki minoritas Muslim. Pada pertengahan abad ke-13, Kastilia menjadi kerajaan terbesar di Iberia. Rajanya, Fernando III (m. 1217–1252) juga diangkat sebagai raja oleh León. Dengan memanfaatkan perluasan kerajaannya serta perpecahan kaum Muslim, ia melakukan perluasan ke wilayah Muslim di selatan, dan akhirnya merebut kota-kota penting seperti Kordoba (1236) dan Sevilla (1248).
Mendirikan kerajaan
Kekalahan-kekalahan yang dialami oleh Ibnu Hud mengikis wibawanya sebagai pemimpin; pemberontakan pecah di beberapa bagian wilayah kekuasaannya, termasuk di Arjona, kota kecil tempat kelahiran
Muhammad. Pada 16 Juli 1232 (26 Ramadan 629 H), musyawarah di sebuah masjid di Arjona memutuskan untuk menyatakan kemerdekaan kota tersebut. Deklarasi dilakukan setelah Salat Jumat hari itu, yang merupakan Jumat terakhir Ramadan tahun itu. Majelis memilih
Muhammad sebagai pemimpin atau amir karena ia dikenal saleh dan tersohor secara militer karena kiprahnya dalam berbagai konflik melawan pasukan Kristen.
Muhammad juga mendapat dukungan
dari klannya, Banu Nashri (juga dikenal sebagai Banu al-Ahmar), dan klan Arjona lain yang bersekutu dengan Banu Nashri, yaitu Banu Asyqilula.
Pada tahun yang sama,
Muhammad merebut Jaén, kota penting di dekat Arjona. Berkat bantuan
dari klan saingan ibnu Hud, Banu al-Mawl,
Muhammad berhasil menguasai Kordoba, bekas ibu kota kekhalifahan di Spanyol. Ia juga mengambil alih Sevilla pada 1234 dengan bantuan
dari keluarga Banu al-Bajji, tetapi ia hanya mampu menguasainya selama satu bulan. Kordoba dan Sevilla merasa tidak puas dengan gaya kepemimpinan
Muhammad, dan kembali ke tangan Ibnu Hud tak lama setelah dikuasai
Muhammad. Akibat kegagalan ini,
Muhammad terpaksa kembali patuh kepada Ibnu Hud dan dibiarkan memerintah atas wilayah kecil yang meliputi Arjona, Jaén, Porcuna, Guadix, dan Baeza, sebagai bawahan.
Muhammad kembali berbalik melawan Ibnu Hud pada 1236. Ia membantu Fernando III
dari Kastilia mengambil alih Kordoba, mengakhiri ratusan tahun kekuasaan Islam atas kota tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya,
Muhammad menguasai kota-kota penting di daerah selatan Spanyol. Pada Mei 1237 (Ramadan 634 H), ia memasuki
Granada dan berkuasa di sana atas undangan para penduduk kota, yang kemudian ia jadikan sebagai ibu kota. Ia juga menguasai Almeria pada 1238 dan Malaga pada 1239. Kota-kota tersebut jatuh ke tangan
Muhammad bukan melalui peperangan, tetapi melalui undangan
dari para penduduknya yang merasa bahwa
Muhammad adalah pemimpin yang lebih efektif dibanding Ibnu Hud.
=
Muhammad memasuki
Granada pada Mei 1238 (Ramadhan 635). Menurut Ibnu al-Khatib, ia memasuki kota tersebut dengan berbusana seperti seorang sufi, mengenakan topi wol polos, kain kasar, dan sandal. Ia menetap di alcazaba (benteng) yang dibangun oleh penguasa Banu Ziri pada abad ke-11. Ia lalu mengunjungi sebuah daerah yang dikenal sebagai al-Hamra, yang memiliki sebuah benteng kecil, dan ia pun memulai pembangunan kompleks istana dan benteng pertahanan di sana. Ia membangun sistem pertahanan, bendungan irigasi, serta parit pertahanan. Tempat ini akan terus dibangun oleh penerus-penerusnya dan kelak kompleks ini akan dikenal sebagai Alhambra. Kompleks Alhambra menjadi istana raja-raja dinasti Banu Nashri hingga
Granada ditaklukkan pada tahun 1492. Dia mendesak para pemungut pajaknya untuk mengumpulkan dana yang diperlukan untuk pembangunan Alhambra, bahkan sampai memerintahkan pembunuhan Abu
Muhammad bin 'Arus, pemungut pajak Almeria, untuk memastikan kelancaran pendanaan proyek ini. Ia juga menggunakan uang yang dikirim oleh Sultan
Muhammad I al-Mustansir
dari Tunis (sebenarnya ditujukan untuk perang melawan kerajaan-kerajaan Kristen) untuk proyek perluasan masjid
Granada.
= Awal konflik dengan Kastilia
=
Pada akhir dekade 1230-an,
Muhammad telah menjadi penguasa Muslim terkuat di Iberia. Dia menguasai kota-kota utama di selatan, termasuk
Granada, Almeria, Malaga, dan Jaén. Pada awal dekade 1240-an,
Muhammad dan umat Islam
Granada diserang oleh Kastilia, kerajaan Kristen yang sebelumnya adalah sekutu
Muhammad. Penulis-penulis
dari zaman itu berbeda pendapat tentang penyebab pecahnya perang: sumber
dari pihak Kristen, Estoria de España, menyalahkan ekspedisi-ekspedisi Muslim yang menyerang wilayah Kristen; sedangkan sejarawan Muslim Ibnu Khaldun menyebutkan pihak Kristen yang terlebih dahulu menginvasi wilayah Muslim. Pada tahun 1242, pasukan Muslim berhasil melakukan serangan mendadak terhadap Andújar dan Martos dekat Jaén. Pada tahun 1244, Kastilia mengepung dan merebut tanah kelahiran
Muhammad, Arjona.
Pada 1245, Fernando III
dari Kastilia mengepung Jaén, kota besar Muslim yang memiliki pertahanan kuat. Karena Fernando tidak ingin mengambil risiko melakukan penyerbuan langsung, ia mengisolasi kota tersebut
dari daerah Muslim lain dan berharap kota itu akan menyerah setelah kehabisan bahan makanan.
Muhammad mencoba mengirim persediaan untuk kota ini, tetapi upaya ini digagalkan Kastilia. Mengetahui sulitnya mempertahankan dan menyelamatkan Jaén,
Muhammad memilih berdamai dengan Fernando.
Muhammad dan Fernando setuju untuk berdamai dengan syarat
Muhammad menyerahkan Jaén ke tangan Fernando dan setuju untuk membayar upeti sebesar 150.000 maravedí per tahun; upeti ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama Fernando.
Muhammad juga diharuskan untuk mencium tangan Fernando sebagai tanda tunduknya ia sebagai seorang vasal, dan berjanji akan memberikan "nasihat" dan "bantuan" kepada Fernando. Sumber-sumber Kristen cenderung menekankan peristiwa ini sebagai tanda tunduknya
Muhammad dan bermulanya status
Muhammad I dan para penerusnya sebagai vasal Kastilia dalam sebuah konteks feodalisme. Di sisi lain, sumber-sumber Muslim cenderung menghindari menyebutkan hubungan vasal dan tuan antara
Muhammad dan Fernando, dan menggambarkan hubungan mereka sebagai hubungan antara dua orang yang sederajat tetapi memiliki kewajiban tertentu. Perjanjian ini terjadi pada Maret 1246, pada bulan ke-7 pengepungan Jaén. Pasukan Kastilia kemudian memasuki kota itu dan mengusir penduduk Muslimnya.
= Perdamaian
=
Perdamaian dengan Kastilia berjalan selama hampir dua puluh tahun. Pada tahun 1248, sebagai bagian
dari kewajibannya sebagai terhadap Fernando, ia mengirimkan pasukan untuk membantu Kastilia menaklukkan Sevilla
dari tangan umat Islam. Pada tahun 1252, Ferdando III meninggal dan digantikan oleh Alfonso X. Pada tahun 1254,
Muhammad menghadiri Cortes, pertemuan para vasal Alfonso, di istana kerajaan di Toledo. Di sini ia berjanji untuk setia dan membayar upeti kepada Alfonso sebagai penerus Fernando, serta memberikan penghormatan kepada Berengaria, putri Alfonso yang baru lahir. Pada masa pemerintahannya, Alfonso tidak tertarik untuk melanjutkan konflik melawan
Granada, dan banyak terlibat kegiatan lain, termasuk serangkaian ekspedisi yang gagal ke wilayah Muslim di Afrika Utara. Perdamaian ini dimanfaatkan
Muhammad untuk membangun kerajaannya. Meskipun luasnya relatif kecil, Kesultanan
Granada relatif kaya dan padat penduduk. Perekonomiannya terfokus pada pertanian, terutama sutra dan buah-buahan kering. Kesultanan tersebut berdagang dengan Italia dan negara-negara Eropa Utara. Sastra Islam, seni, dan arsitektur terus berkembang. Pegunungan dan gurun menjadi pertahanan alami yang memisahkan kerajaannya dengan Kastilia, kecuali di kawasan pelabuhan sebelah barat serta perbatasan barat lautnya yang pertahanannya lebih lemah.
Pada masa pemerintahannya,
Muhammad menempatkan para pengikut setianya di berbagai benteng dan kota. Saudaranya Ismail adalah wali negeri Málaga sampai 1257. Setelah kematian Ismail pada 1257,
Muhammad menunjuk keponakannya, Abu
Muhammad bin Asyqilula, sebagai wali negeri Málaga.
= Keretakan dengan Kastilia
=
Perdamaian antara
Granada dan Kastilia berlangsung hingga awal dasawarsa 1260-an, tetapi pada saat ini beberapa tindakan Kastilia membuat
Muhammad khawatir. Untuk memerangi umat Muslim di Afrika Utara, Alfonso X membangun kekuatan militer di Cadiz dan El Puerto de Santa Maria, pelabuhan pesisir selatan dekat dengan wilayah
Granada. Kastilia menaklukkan kota Muslim Jerez dekat perbatasan
Granada pada 1261 dan menempatkan tentara di sana. Pada 1262, Kastilia menaklukkan Kerajaan Niebla, wilayah kantong Muslim lainnya di Spanyol. Pada bulan Mei 1262, dalam pertemuan di Jaén, Alfonso meminta agar
Muhammad menyerahkan kota pelabuhan Tarifa dan Algeciras kepadanya. Dua kota ini sangat strategis dan penting untuk
Granada. Permintaan Alfonso mengejutkan
Muhammad, dan meskipun dia secara lisan menyetujuinya, dia terus menunda-nunda penyerahan kota-kota tersebut. Kejadian lain yang membuat
Muhammad khawatir adalah pengusiran penduduk Muslim
dari Écija pada tahun 1263 dan kota tersebut selanjutnya ditempati orang-orang Kristen
dari tempat lain.
Setelah peristiwa-peristiwa ini,
Muhammad khawatir bahwa ia akan menjadi sasaran Alfonso selanjutnya. Ia berunding dengan Abu Yusuf Yaqub, Sultan Maroko
dari dinasti Mariniyyah. Abu Yusuf kemudian mengirim pasukan untuk
Granada, berjumlah antara 300 dan 3.000 menurut sumber yang berbeda. Pada tahun 1264,
Muhammad I dan 500 tentara berkuda berangkat menuju istana Kastilia di Sevilla untuk membahas perpanjangan gencatan senjata yang berlaku sejak 1246. Alfonso mengundang mereka untuk menginap di bekas istana Abbadiyah di samping masjid kota Sevilla. Pada malam hari, Pihak Kastilia menutup dan mengurung daerah itu.
Muhammad merasa ini adalah sebuah perangkap, dan memerintahkan anak buahnya untuk mencoba keluar dan kembali ke
Granada. Alfonso beralasan bahwa barikade ini didirikan untuk melindungi rombongan
Granada dari pencuri yang ada di kota itu, tetapi
Muhammad tidak terima dan memerintahkan pasukannya di perbatasan kota bersiap diri untuk perang. Ia memutuskan hubungannya dengan Alfonso dan menyatakan dirinya sebagai vasal raja lain,
Muhammad I al-Mustansir, Sultan Tunis
dari wangsa Hafsiyun.
= Pemberontakan Mudéjar
=
Perdamaian dengan Kastilia berakhir pada akhir April atau awal Mei 1264. Para Mudéjar, atau umat Islam di wilayah yang baru ditaklukkan oleh Kastilia, memberontak melawan Alfonso; faktornya antara lain kebijakan pemindahan paksa yang dilakukan Alfonso, dan dorongan aktif
dari Muhammad I. Pada saat yang sama, pasukan
Granada juga menyerang Kastilia. Awalnya pemberontakan berjalan dengan baik: Murcia, Jerez, Utrera, Lebrija, Arcos, dan Medina Sidonia jatuh ke tangan Muslim. Namun, serangan balik oleh Alfonso X dan sekutunya Chaime
I dari Aragon merebut kembali wilayah-wilayah ini. Pada 1265, Alfonso berbalik melakukan serangan terhadap
Granada. Tak lama kemudian
Muhammad I meminta damai, dan perang ini berakhir amat buruk untuk para Mudéjar. Sebagai hukuman atas pemberontakan mereka, umat Muslim Kastilia di wilayah Andalusia diusir
dari kampung halamannya dan pemukim Kristen
dari wilayah lain ditempatkan untuk menggantikan mereka.
Bagi
Granada, kekalahan tersebut berdampak positif maupun negatif. Di satu sisi, mereka telah kalah, dan menurut perjanjian damai yang ditandatangani di Alcala de Benzaide harus membayar upeti tahunan sebesar 250.000 maravedí untuk Kastilia, jauh lebih besar
dari yang telah dibayar sebelum pemberontakan. Di sisi lain, perjanjian ini mengukuhkan status
Granada sebagai satu-satunya negara Muslim merdeka di seluruh Spanyol dan Portugal. Selain itu, pengungsi Muslim yang diusir
dari Andalusia banyak yang berpindah ke
Granada, dan tambahan populasi ini memperkuat kerajaan tersebut secara demografi.
= Konflik dengan Banu Asyqilula
=
Seperti Banu Nashri, Banu Asyqilula adalah sebuah klan yang berasal
dari Arjona. Mereka adalah sekutu penting
Muhammad dan Banu Nashri dalam meraih kekuasaan. Mereka mendukung pengangkatan
Muhammad sebagai pemimpin Arjona pada 1232, dan membantu merebut kota-kota seperti Sevilla dan
Granada. Terjadi banyak pernikahan silang antara dua klan ini, dan
Muhammad mengangkat banyak anggota Banu Asyqilula sebagai untuk memimpin wilayah-wilayah sebagai bawahannya. Pusat kekuasaan Asyqilula berada di Malaga, yang wali negerinya adalah Abu
Muhammad, anggota Banu Asyqilula yang juga keponakan
Muhammad I.
Muhammad I juga banyak tergantung kepada kekuatan militer Banu Asyqilula.
Namun pada 1266, Banu Asyqilula melakukan pemberontakan terhadap
Granada, dengan pusat pemberontakan di Malaga. Pemberontakan ini terjadi saat
Granada masih terlibat peperangan dengan Kastilia terkait Pemberontakan Mudéjar. Tidak banyak sumber sejarah yang menjelaskan awal pemberontakan dan ada banyak pendapat mengenai penyebab keretakan antara dua keluarga ini. Rachel Arié berpendapat bahwa faktor-faktor penyebab pemberontakan di antaranya adalah keputusan
Muhammad I mengangkat putra-putranya,
Muhammad dan Yusuf sebagai putra mahkota pada 1257 dan menikahkan salah satu putrinya dengan anggota Banu Nashri lainnya dan tidak dengan anggota Banu Asyqilula. Menurut Arié, Banu Asyqilula tidak menyukai keputusan ini karena
Muhammad sebelumnya telah berjanji untuk berbagi kekuasaan dengan mereka dan sekarang mereka malah dijauhkan
dari lingkar dalam pemerintahan. Sejarawan lain, María Jesús Rubiera Mata, menolak penjelasan ini; ia berpendapat bahwa yang mengkhawatirkan Banu Asyqilula adalah keputusan
Muhammad untuk mengundang pasukan
dari Afrika Utara dalam perang melawan Kastilia, karena kekuatan militer baru ini mengancam posisi Banu Asyqilula sebagai kekuatan militer terkuat di
Granada.
Muhammad I mengepung Malaga, tetapi Banu Asyqilula sanggup bertahan. Banu Asyqilula meminta bantuan Alfonso X, yang senang dengan adanya pemberontakan yang melemahkan
Granada. Alfonso X mengirim 1.000 tentara di bawah pimpinan Nuño Gonzalez de Lara dan
Muhammad terpaksa mengakhiri pengepungan Malaga. Terancam harus menghadapi dua musuh sekaligus,
Muhammad I mengajak Alfonso melakukan perundingan perdamaian. Dalam kesepakatan yang dicapai di Alcala de Benzaide,
Muhammad melepaskan klaim atas Jerez dan Murcia (yang tidak lagi berada di bawah kekuasaannya) dan berjanji untuk membayar upeti tahunan sebesar 250.000 maravedi. Sebagai gantinya, Alfonso menghentikan dukungan terhadap Banu Asyqilula dan mengakui kedaulatan
Muhammad I atas mereka.
Namun, Alfonso X enggan untuk melaksanakan ketentuan perjanjian mengenai kedaulatan
Muhammad I terhadap Banu Asyqilula. Sebagai balasannya,
Muhammad I membujuk Nuño Gonzalez, panglima pasukan Kastilia yang tadinya dikirim untuk mendukung Banu Asyqilula, untuk memberontak melawan Alfonso X. Karena memiliki masalah dengan rajanya, Nuño Gonzalez setuju dengan bujukan
Muhammad; pada 1272, ia dan sekutu-sekutunya
dari Kastilia memulai operasi melawan Kastilia
dari Granada. Dengan ini,
Muhammad berhasil melemahkan kekuasaan Kastilia dan malah memperoleh sekutu dalam konflik melawan Banu Asyqilula. Setelah itu, Banu Asyqilula setuju untuk bernegosiasi di bawah mediasi At-Tahurti
dari Maroko. Sebelum upaya ini membuahkan hasil,
Muhammad meninggal setelah jatuh
dari kuda pada 22 Januari 1273 (29 Jumadil Akhir 671 H). Ia digantikan oleh
Muhammad II. Pada tahun yang sama,
Muhammad II berunding dengan Alfonso X, yang menghasilkan gencatan senjata antara
Granada dan Kastilia serta Banu Asyqilula.
Penerus
Pada saat kematiannya, kekuasaan dengan mulus jatuh ke tangan anaknya yang juga bernama
Muhammad, yang dijuluki al-Faqih ("sang ahli fikih") dan kemudian dikenal sebagai
Muhammad II. Menjelang kematiannya,
Muhammad I berpesan kepada putranya untuk mencari bantuan dinasti Mariniyyah untuk mempertahankan diri
dari kerajaan-kerajaan Kristen. Saat naik takhta,
Muhammad II telah berusia 38 tahun dan sudah berpengalaman dengan urusan militer dan pemerintahan. Dia melanjutkan kebijakan
Muhammad I untuk mempertahankan kemerdekaan
Granada, dan memerintah hingga kematiannya pada tahun 1302.
Tinggalan sejarah
Peninggalan utamanya adalah berdirinya Kerajaan
Granada di bawah kekuasaan Banu Nashri. Pada saat kematian
Muhammad I,
Granada adalah satu-satunya negara Muslim merdeka yang tersisa di semenanjung Iberia, dan akan bertahan selama dua abad lebih sebelum kejatuhannya pada tahun 1492. Wilayahnya membentang sekitar 390 km
dari Tarifa di barat hingga perbatasan timur di sekitar Almería, dan sekitar 100 km
dari pesisir selatan ke perbatasan utaranya.
Selama hidupnya, umat Islam al-Andalus mengalami banyak kemunduran, di antaranya ditaklukkannya Lembah Guadalquivir, termasuk kota-kota besar seperti Kordoba dan Sevilla maupun Arjona, kampung halaman
Muhammad. Namun, menurut profesor sejarah Spanyol L. P. Harvey, "di tengah bencana [dia] berhasil mengamankan ... tempat berlindung yang relatif aman bagi umat Islam di Iberia". Pada masa kekuasaannya, ia ikut andil dalam jatuhnya kota-kota Muslim seperti Sevilla dan Jaén ke tangan Kristen, tetapi di sisi lain kehati-hatian dan kecerdasan politiknya berhasil menjamin kemerdekaan
Granada sebagai negara Muslim. Selama hidupnya, ia tidak segan untuk berkompromi, termasuk menjadi vasal Kastilia, serta berganti-ganti kubu antara Kristen dan Muslim, demi mempertahankan kemerdekaan wilayahnya. Encyclopaedia of Islam berkomentar bahwa walaupun ia tidak pernah mencetak kemenangan yang gemilang, dia berhasil menciptakan sebuah rezim yang stabil di
Granada dan memulai pembangunan Alhambra, peninggalan penting Banu Nashri. Alhambra masih berdiri sampai sekarang dan dianugerahi status Situs Warisan Dunia UNESCO.
Corak keagamaannya tampak mengalami perubahan selama kariernya. Di awal, ia memiliki reputasi seorang yang zuhud atau sederhana, seperti kebanyakan orang Sufi. Pada awal kekuasaannya di
Granada, ia masih memiliki kebiasaan ini, tetapi seiring dengan lamanya ia berkuasa, ia mulai berubah ke corak Sunni tradisional dan ia menegakkan aturan hukum Islam sesuai Mazhab Maliki. Perubahan ini, serta hubungan baiknya dengan ulama Sunni tradisional, mendekatkan posisi
Granada dengan negara-negara Islam lainnya, seperti kerajaan Banu Marin di Maroko dan Hafsiyun di Tunisia.
Catatan
Referensi
= Catatan kaki
=
= Daftar pustaka
=