Muhammad III (1257 - setelah 1309) adalah putra
dari Muhammad II al-Faqih dan penguasa Banu Nashri ketiga
dari Keamiran
Granada di Al-Andalus di Semenanjung Iberia. Pada 8 April, 1302 ia naik takhta menjadi Sultan
Granada setelah kematian ayahnya
Muhammad II al-Faqih. Selama beberapa minggu pertama masa pemerintahannya,
Muhammad III menegosiasikan perjanjian damai dengan Kastila dan Aragon.
Latar belakang
Sekitar tahun 1230, kakek
dari Muhammad III,
Muhammad I, mendirikan Keamiran
Granada, yang menjadi benteng kekuasaan Muslim terakhir di semenanjung Iberia. Melalui gabungan manuver diplomatik dan militer,
Granada berhasil mempertahankan kemerdekaannya, meskipun dikelilingi oleh tetangga-tetangga yang lebih besar, yaitu Kerajaan Kastila di utara dan daulat Banu Marin di selatan (Maroko). Di bawah pemerintahan
Muhammad I dan penggantinya
Muhammad II,
Granada berselang-seling menjadi sekutu dan musuh bagi kedua kekuatan ini, bahkan terkadang mendorong mereka untuk melawan satu sama lain, untuk menghindari dominasi absolut
dari keduanya.
Pemerintahan
= Kenaikan takhta
=
Sebelum kematiannya,
Muhammad II—ayah
dari Muhammad III—masih sempat menyaksikan suksesnya ekspedisi militer melawan Kastila, memanfaatkan kesempatan di tengah perang antara Aragon dan Kastila (yang rajanya masih kanak-kanak). Pada bulan September 1301
Muhammad II memperoleh kesepakatan damai dengan Kastila, yang mencakup, antara lain, pengembalian Tarifa—pelabuhan penting di Selat Gibraltar—kepada
Granada. Perjanjian ini disahkan pada Januari 1302, tetapi tidak sempat diberlakukan karena
Muhammad II meninggal tak lama setelahnya.
Muhammad II meninggal pada bulan April 1302 setelah 29 tahun memimpin. Ada dugaan, seperti dikutip oleh Ibnu al-Khatib, bahwa
Muhammad III, mungkin tak sabar untuk berkuasa, membunuh ayahnya dengan racun, meskipun kebenarannya belum bisa dipastikan. Sebuah anekdot mengatakan bahwa saat proses penobatannya, ketika seorang penyair membacakan: Untuk siapakah panji dibentangkan hari ini? Untuk siapakah pasukan di bawah pataka berbaris, ia menjawab: "Untuk si bodoh ini, yang bisa dilihat di depan kalian semua".
= Perdamaian dengan Kastila dan Aragon
=
Karena perjanjian
Muhammad II dengan Kastila batal berlaku, perang pun berlanjut. Memasuki pekan kedua
Muhammad III berkuasa, tentara
Granada mengambil alih Bedmar, di dekat Jaén.
Muhammad III kemudian memulai negosiasi kembali. Pada tahun 1303, Kastila mengirim delegasi yang dipimpin oleh kanselir kerajaan Fernando Gómez de Toledo ke
Granada. Kastila menawarkan untuk memenuhi hampir seluruh tuntutan wilayah
Granada, termasuk Bedmar, Alcaudete, Quesada. Namun Tarifa—yang telah ditawarkan kepada
Muhammad II sebelum kematiannya—tetap menjadi milik Kastila. Sebagai gantinya,
Muhammad setuju untuk menjadi raja bawahan Ferdinand dan membayar parias (upeti), khas pengaturan perdamaian antara dua kerajaan. Perjanjian ini akan berlaku selama tiga tahun. Pada tahun 1304, Aragon berhenti berperang melawan Kastila (Perjanjian Torrellas), serta mengakui perjanjian
Granada-Kastila, sehingga menciptakan perdamaian antara tiga kerajaan, meninggalkan Banu Marin terisolasi.
Perjanjian ini, beserta aliansi yang dibentuk bersama Kastila dan Aragon, memberi
Granada perdamaian serta posisi dominan di Selat Gibraltar. Namun hal ini bukannya tanpa masalah. Di dalam negeri, banyak yang tidak senang rajanya bersekutu dengan orang-orang Kristen, terutama para "relawan kepercayaan", sebuah kelompok militer yang datang ke
Granada untuk berjihad. Selain itu, daulat Mariniyyah juga merasa tersinggung persekutuan tiga pihak ini. Aragon, meski menjadi bagian
dari aliansi, khawatir bahwa hubungan dekat Kastila-
Granada akan memonopoli kegiatan ekonomi di Selat dan menghancurkan perdagangan Aragon. Raja Chaime II
dari Aragon pun mengirim utusan, Bernat de Sarria kepada Sultan Mariniyyah Abu Yaqub Yusuf, untuk bernegosiasi—walaupun tidak berhasil.
= Kemunduran
=
Meski wazir
Granada al-Dani telah berusaha untuk meyakinkan Aragon, Chaime tetap melanjutkan upaya-upaya diplomatik melawan
Granada. Ini memuncak pada 1308, ketika Aragon dan Kastila menandatangani Perjanjian Alcalá de Henares. Kerajaan-kerajaan Kristen ini bersepakat untuk menghabisi
Granada, tidak menandatangani perdamaian terpisah, dan kemudian membagi-bagi tanahnya. Aragon akan mendapat seperenam wilayah
Granada, sementara Kastila mendapat sisanya.
Sementara itu,
Granada bergerak melawan Banu Marin, mencoba untuk mengambil alih Ceuta di seberang Selat. Pada 1304, penduduk Ceuta menyatakan kemerdekaan
dari Banu Marin. Agen
Granada seperti Abu Said Faraj, gubernur Malaga, punya andil dalam mendorong pemberontakan. Namun setelahnya, pasukan
Granada memerangi para pemberontak ini dan pada 1307
Muhammad III menyatakan dirinya sebagai penguasa Ceuta. Sebelum 1307, Banu Marin berada dalam perang dengan Kerajaan Tlemcen dan dengan demikian tidak mampu untuk mengambil tindakan kuat di Ceuta. Namun pada tahun 1307, Abu Yaqub Yusuf dibunuh dan kemudian digantikan oleh Abu Tsabit Amir. Abu Tsabit mengakhiri perang melawan Tlemcen, dan membawa Banu Marin ke dalam aliansi dengan Kastila dan Aragon melawan
Granada, meninggalkan
Granada terisolasi.
= Penggulingan kekuasaan
=
Dengan bersatunya tiga negara tetangga untuk melawan
Granada,
Muhammad III menjadi sangat tidak populer di negerinya. Pada 14 Maret 1309 kudeta istana menggulingkan
Muhammad dan mengeksekusi wazirnya, Ibn al-Hakim al-Rundi. Ibnu al-Hakim, yang sejak 1303 digelari dhu al-wizaratayn ("pemegang dua wazirah"), dipandang sebagai pemegang kekuasaan yang sebenarnya dalam negara dan merupakan target utama
dari kemarahan rakyat. Ia dikenal karena kekayaan dan gaya hidupnya yang boros. Rakyat
Granada menjarah istananya, dan saingan politiknya Atiq bin al-Mawl membunuhnya secara pribadi. Adapun
Muhammad III, ia dipaksa untuk turun takhta, tetapi diizinkan untuk tinggal di Almuñécar, tanpa gangguan yang berarti hingga kematiannya. Ia digantikan oleh saudaranya Nasr.
Kepribadian
Muhammad III memiliki reputasi kekejaman dan kebrutalan. Sejarawan Ibn al-Khatib, aktif pada pertengahan abad keempat belas
Granada, menulis bahwa pada awal pemerintahannya, ia mengurung prajurit pengawal ayahnya dan menolak untuk memberi mereka makan. Hal ini berlangsung berhari-hari sampai beberapa tahanan harus memakan rekan-rekan mereka yang telah mati karena rasa lapar yang luar biasa. Ketika seorang penjaga memberi mereka sisa-sisa makanan karena rasa kasihan,
Muhammad mengeksekusinya sedemikian rupa sehingga darah mengalir ke dalam sel di mana para tahanan ditahan. Ibnu al-Khatib juga menuduh
Muhammad membunuh ayahnya, walau hal ini tidak bisa dibuktikan. Selain karena kekejamannya,
Muhammad juga dikenal suka membaca hingga tengah malam, yang mungkin saja merupakan penyebab
dari penglihatannya yang buruk.
Warisan
Berbeda dengan
Muhammad I dan II yang pemerintahannya lama dan stabil,
Muhammad III digulingkan setelah tujuh tahun memerintah. Sejarawan secara khusus memberinya julukan al-makhlu' ("yang digulingkan"), meskipun banyak penerusnya yang juga digulingkan.
Lihat juga
Pengepungan Gibraltar (1309)
Catatan
Referensi
= Kutipan
=
= Daftar pustaka
=
Alhambra
dari Abad Kesembilan untuk Yusuf I (1354). vol. 1. Saqi Books, 1997.
Harvey, L. P. (1992). Islamic Spain, 1250 to 1500. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-31962-9.
Kennedy, Hugh (2014-06-11). Muslim Spain and Portugal: A Political History of Al-Andalus. Routledge. ISBN 978-1-317-87041-8.