Ovalositosis merupakan salah satu penyakit kelainan darah yang ditandai dengan sel darah merah yang kebanyakan berbentuk elips (Palek & Lambert 1990). Istilah ini juga paling sering digunakan untuk menyebut kelainan darah yang dinamai
Ovalositosis Asia Tenggara (South-East Asian ovalocytosis, SAO). Secara lebih spesifik, karakteristik
Ovalositosis adalah sel darah merah berbentuk oval dan bergaris tengah yang mengandung hemoglobin. Garis tengah tersebut akan memisahkan daerah pucat (bagian konkaf) menjadi 2 bagian (O’Donnell et al. 1998). Rasio untuk keovalan-nya kurang lebih panjang:lebar lebih dari 1:1 dan kurang dari 2:1.
SAO banyak ditemukan pada orang Melanesia dan Malaya pribumi, kemudian semakin meluas hingga ke Asia Tenggara, seperti Malaysia, Papua Nugini, Filipina, dan Indonesia (Liu et al. 1990, Jarolim et al. 1991, Jones et al. 1991, Schofield et al. 1992, Takeshima et al. 1994).
Berdasarkan penelitian secara molekular ditemukan bahwa penyebab SAO adalah delesi pada kodon ke-400 sampai ke-408 (27 pb) pada gen anion exchanger 1 (AE1) yang terletak pada kromosom 17. Gen yang menyandikan protein band 3 ini mengalami mutasi pada ekson 11. Akibat delesi pada kodon tersebut maka 9 asam amino tidak dapat diekspresikan. Asam amino tersebut adalah: alanin (A), fenilalanin (F), serin (S), prolin (P), glutamin (Q), valin (V), leusin (L), alanin (A), dan alanin (A). Hilangnya 9 asam amino terjadi pada batas antara domain sitoplasmik dan segmen pertama transmembran protein band 3 (Liu et al. 1990, Jarolim et al. 1991). Menurut Mohandas et al. (1992) pada penderita SAO, protein band 3 yang dihasilkan meningkatkan rigiditas membran sel (menurunkan deformabilitas). Kemungkinan hal ini disebabkan pengikatan kuat ankirin terhadap molekul yang termutasi.
SAO diturunkan secara autosomal dominan. Individu yang positif SAO bergenotipe heterozigot dan sampai sekarang ini dunia medis dan ilmuwan belum menemukan individu yang bergenotipe homozigot. Diperkirakan individu yang memiliki alel homozigot untuk SAO bersifat letal (Jarolim et al. 1991, Liu et al. 1994, Allen et al. 1999). Sampai saat ini, belum ditemukan fakta bahwa SAO memberikan efek yang membahayakan kepada penderitanya.
Referensi
Allen SJ, O’Donnell A, Alexander ND, Mgone CS, Peto TEA, Clegg JB, Alpers MP, Weatherall DJ. 1999. Prevention of cerebral malaria in children in Papua New Guinea by southeast Asian ovalocytosis band 3. Am. J. Trop. Med. Hyg. 60(6): 1056-60.
Jarolim P, Palek J, Amato D, Hassan K, Sapak P, Nurse GT, Rubin HL, Zhai S, Sahr KE, Liu SC. 1991. Deletion in erytrhrocyte band 3 gene in malaria-resistant Southeast Asian ovalocytosis. Proc. Natl. Acad. Sci. 88:11022-6.
Jones GL, Edmundson HM, Wesche D, Saul A. 1991. Human erythrocyte band 3 has an altered N terminus in malaria-resistant Melanesian ovalocytosis. Biochim. Biophys. Acta. 1096: 33-40.
Liu SC, Zhai S, Palek J. 1990. Molecular defect of the band 3 protein in Southeast Asian ovalocytosis. N. Eng. J. Med. 323: 1530-8.
Mohandas N, Winardi R, Knowles D. 1992. Molecular basis for membrane rigidity of hereditary ovalocytosis. A novel mechanism involving the cytoplasmic domain of band 3. J. Clin. Invest. 89: 686-92.
O’Donnell. Allen SJ, Mgone CS, Martinson JJ, Clegg JB, Weatherall DJ. 1998. Red cell morphology and malaria anaemia in children with Southeast-Asian ovalocytosis band 3 in Papua New Guinea. Br. J. Haematol. 101: 407-12.
Palek J, Lambert S. 1990. Genetics of red cell membrane skeleton. Semin. Hematol. 27: 290-332.
Schofield AE, Tanner MJA, Pinder JC. 1992. Basis of unique red cell membrane properties inhereditary ovalocytosis. J. Mol. Bio. 223: 949-58.
Takeshima Y, Sofro AS, Suryantoro P, Narita N, Matsuo M. 1994. Twenty seven nucleotide deletion within exon 11 of the erythrocyte band 3 gene in Indonesia ovalocytosis. Jpn. J. Hum. Genet. 39: 181-5.