Pelanggaran hukum adalah perbuatan yang bertentang dengan
hukum yakni
Pelanggaran terhadap sistem struktur tahapan Peraturan Pemerintah dan Perundang-Undangan yang telah di tetapkan oleh suatu Negara.
Pengertian
Pasal 1365 BW yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang perbuatan melawan
hukum memegang peranan penting dalam
hukum perdata.
= Dalam pasal 1365 BW
=
Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai berikut:
“Setiap perbuatan melawan
hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”.
Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa untuk mencapai suatu hasil yang baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan
hukum maka harus dipenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur sebagai berikut:
Unsur-Unsur Perbuatan Melawan hukum
Perbuatan yang melawan
hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban
hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam undang-undang. Dengan perkataan lain melawan
hukum ditafsirkan sebagai melawan undang-undang.
Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara:
Obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang normal dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untu berbuat atau tidak berbuat. Subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari perbuatannya. Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan
hukum harus dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi.
Sehubungan dengan kesalahan ini terdapat dua kemungkinan:
Orang yang dirugikan juga mempunyai kesalahan terhadap timbulnya kerugian. Dalam pengertian bahwa jika orang yang dirugikan juga bersalah atas timbulnya kerugian, maka sebagian dari kerugian tersebut dibebankan kepadanya kecuali jika perbuatan melawan
hukum itu dilakukan dengan sengaja. Kerugian ditimbulkan oleh beberapa pembuat. Jika kerugian itu ditimbulkan karena perbuatan beberapa orang maka terhadap masing-masing orang yang bertanggung jawab atas terjadinya perbuatan tersebut dapat dituntut untuk keseluruhannya.
Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan
hukum dapat berupa:
Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya diperoleh. Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan
hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk kerugian yang nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh. Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan
hukum pun dapat menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan kehilangan kesenangan hidup. Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus dilakukan dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada azasnya yang dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan jika terjadi perbuatan melawan
hukum. Pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang telah ia derita pada waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada waktu yang akan datang.
Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk memecahkan hubungan causal antara perbuatan melawan
hukum dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu:
Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan
hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai sebab daripada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat). Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan sebagai akibat daripada perbuatan melawan
hukum. Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan
hukum.
Jadi secara singkat dapat diperinci sebagai berikut:
Untuk perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh organ badan
hukum, pertanggungjawabannya didasarkan pada pasal 1364 BW. Untuk perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh seorang wakil badan
hukum yang mempunyai hubunga kerja dengan badan
hukum, dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 1367 BW. Untuk perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh organ yang mempunyai hubungan kerja dengan badan
hukum, pertanggung jawabannya dapat dipilih antara pasal 1365 dan pasal 1367 BW.
Dalam hukum Pidana
Dalam
hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan-perbuatan yang bersifat melawan
hukum saja, perbuatan-perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Langemeyer mengatakan untuk melarang perbuatan yang tidak bersifat melawan
hukum, yang tidak dipandang keliru, itu tidak masuk akal”. Mengenai ukuran daripada keliru atau tidaknya suatu perbuatan tersebut ada dua pendapat yaitu:
Yang pertama ialah apabila perbuatan telah mencocoki larangan undang-undang maka disitu ada kekeliruan. Letak perbuatan melawan hukumnya sudah ternyata, dari sifat melanggarnya ketentuan undang-undang kecuali jika termasuk perkecualian yang telah ditentukan oleh undang-undang pula. Dalam pendapat pertama ini melawan
hukum berarti melawan undang-undang, sebab
hukum adalah undang-undang. Pendirian yang demikian disebut pendirian yang formal. Yang kedua berpendapat bahwa belum tentu kalau semua perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang bersifat melawan
hukum, karena menurut pendapat ini yang dinamakan
hukum bukanlah undang-undang saja, disamping undang-undang (
hukum yang tertulis) adapula
hukum yang tidak tertulis yaitu norma-norma atau kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat. Pendirian yang demikian disebut pendirian yang materiil. Yang berpendapat formal untuk dapat dipidana perbuatan harus mencocoki rumusan delik yang tersebut dalam wet, jika sudah demikian biasanya tidak perlu lagi untuk menyelidiki apakah perbuatan melawan
hukum atau tidak.
Selanjutnya menurut Simons “hemat saya pendapat tentang sifat melawan
hukum yang materiil tidak dapat diterima, mereka yang menganut faham ini menempatkan kehendak pembentuk undang-undang yang telah ternyata dalam
hukum positif, dibawah pengawasan keyakinan
hukum dari hakim persoonlijk. Meskipun betul harus diakui bahwa tidak selalu perbuatan yang mencocoki rumusan delik dalam wet adalah bersifat melawan
hukum, akan tetapi perkecualian yang demikian itu hanya boleh diterima apabila mempunyai dasar
hukum dalam
hukum positif sendiri”.
Kiranya perlu ditegaskan disini bahwa dimana peraturan-perautan
hukum pidana kita sebagian besar telah dimuat dalam Kitab Undang-undang
hukum Pidana dan laian-lain perundang-undangan, maka pandangan tentang
hukum dan sifat melawan
hukum materiil diatas hanya mempunyai arti dalam memperkecualikan perbuatan yang meskipun masuk dalam perumusan undang-undang itu toh tidak merupakan perbuatan pidana.
Akan tetapi jika kita mengikuti pandangan yang materiil maka bedanya dengan pandangan yang formal adalah:
Mengakui adanya pengecualian atau penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut
hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis, sedangkan pandangan yang formal hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja. Sifat melawan
hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap perbuatan perbuatan pidana juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut, sedang bagi pandanagan yang formal sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur daripada perbuatan pidana, hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata nyata barulah menjadi unsur delik.
Dengan mengakui bahwa sifat melawan
hukum selalu menjadi unsur perbuatan pidana, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut umum. Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam rumusan unsur tersebut disebutkan dengan nyata-nyata, jika dalam rumusan delik unsur tersebut tidak dinyatakan maka juga tidak perlu dibuktikan.
Adapun konsekuensi daripada pendirian yang mengakui bahwa sifat melawan
hukum selalu menjadi unsur tiap-tiap delik adalah sebagai berikut:
Jika unsur melawan
hukum tidak tersebut dalam rumusan delik maka unsur itu dianggap dengan diam-diam telah ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh pihak terdakwa.
Jika hakim ragu untuk menentukan apakah unsur melawan
hukum ini ada atau tidak maka dia tidak boleh menetapkan adanya perbuatan pidana dan oleh karenanya tidak mungkin dijatuhi pidana.
Menurut Jonkers dan Langemeyer dalam hal iu terdakwa harus dilepas dari segala tuntutan
hukum (ontslag van recht vervolging).
Perspektif
hukum Administrasi Negara
“Perbuatan
hukum adalah perbuatan yang mengakibatkan peristiwa
hukum, secara yuridis dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
Yang bersifat perdata
Pihak aparat atau penguasa atau administrasi dapat bertindak sebagai salah satu pihak dalam perjanjian perdata atau sebagai individu perdata yang dapat membuat kontrak untuk melakukan perbuatan tertentu.
Contoh: tender pengadaan bangunan atau kontrak perjanjian.
Yang bersifat publik
Bersegi satu atau sepihak
Unsur dalam membuat ketentuan secara sepihak yaitu:
– Dilakukan oleh administrasi Negara.
– Berdasarkan kekuasaan istimewa.
– Demi kepentingan umum.
Contoh: secara sepihak pihak yang berwenang berhak untuk menutup pabrik yang melanggar IPAL.
Bersegi dua atau dua pihak
Yaitu perbuatan
hukum dimana terjadi perjanjian atau kesepakatan atau penyesuaian kehendak antara kedua belah pihak yang hubungan hukumnya tersebut diatur oleh
hukum istimewa yaitu
hukum publik.
Dalam
hukum administrasi Negara perbuatan atau keputusan yang sewenang-wenang adalah suatu perbuatan atau keputusan administrasi Negara yang tidak mempertimbangkan semua faktor yang relevan dengan kasus yang bersangkutan secara lengkap dan wajar sehingga tampak atau terasa oleh orang-orang yang berpikir sehat (normal) adanya ketimpangan.
Sikap sewenang-wenang akan terjadi bilamana pejabat administrasi Negara yang bersangkutan menolak untuk meninjau kembali keputusannya yang oleh masyarakat yang bersangkutan dianggap tidak wajar. Keputusan tersebut dapat digugat pada Pengadilan Perdata sebagai “perbuatan melawan
hukum” atau "onrechmatige over heidsdaad".
Didalam
hukum admininstrasi Negara Inggris-Amerika Serikat asas yang sangat penting dan dibahas secara luas adalah asas larangan “ultra vires” yakni penyalahgunan jabatan atau wewenang dalam segala bentuk. Di Indonesia istilah yang dipergunakan adalah “detournement de pouvoir” yakni bilamana suatu wewenang oleh pejabat yang bersangkutan dipergunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan atau menyimpang daripada apa yang dimaksudkan atau dituju oleh wewenang sebagimana ditetapkan atau ditentukan oleh undang-undang (dalam arti luas, dalam arti materiil) yang bersangkutan.
Referensi