Pendakwaan pertama terhadap Donald Trump, Presiden Amerika Serikat ke-45, dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2019 setelah Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pasal
Pendakwaan atas dasar penyalahgunaan kekuasaan dan menghalang-halangi Kongres. Sebelumnya, penyelidikan
Pendakwaan oleh DPR menemukan bahwa dalam skandal
Trump–Ukraina,
Trump meminta campur tangan asing dalam pemilihan umum presiden AS 2020 yang menguntungkan pencalonan dirinya, kemudian menghalang-halangi penyelidikan dengan menyuruh sejumlah pejabat mengabaikan surat permintaan dokumen dan surat pemanggilan saksi. Tim penyidik melaporkan bahwa
Trump menghentikan bantuan militer dan undangan kunjungan ke Gedung Putih agar Ukraina melakukan penyelidikan resmi
terhadap politikus saingan
Trump.:8,208
Tahap penyelidikan dalam prosedur
Pendakwaan berlangsung pada bulan September hingga November 2019. Pemicunya adalah keluhan penyingkap aib bulan Agustus 2019 yang menuduh
Trump menyalahgunakan kekuasaan. Pada Oktober 2019, tiga Komisi Kongres (Intelijen, Pengawasan, dan Luar Negeri) mulai mewawancarai saksi mata. Pada November 2019, Komisi Intelijen DPR mewawancarai sejumlah saksi dalam sidang terbuka. Pada tanggal 3 Desember, Komisi Intelijen DPR menyetujui laporan akhir dengan perolehan suara 13–9.
Sidang dengar pendapat
Pendakwaan di hadapan Komisi Kehakiman dilaksanakan mulai 4 Desember 2019. Pada 13 Desember, dengan perolehan suara 23–17, Komisi Kehakiman DPR merekomendasikan dua pasal
Pendakwaan, penyalahgunaan kekuasaan dan penjegalan Kongres. Komisi Kehakiman juga menerbitkan laporan mengenai pasal-pasal
Pendakwaan pada 16 Desember. Pada tanggal 18 Desember, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui kedua pasal
Pendakwaan. Dengan demikian,
Donald Trump secara resmi menjadi Presiden Amerika Serikat ketiga yang didakwa setelah Andrew Johnson dan Bill Clinton. Saat ini, Senat sedang merumuskan prosedur sidang
Pendakwaan.
= Sidang Komisi Kehakiman
=
Pada 5 Desember, Ketua DPR Nancy Pelosi meminta Komisi Kehakiman untuk mempersiapkan pasal-pasal
Pendakwaan.
Komisi Kehakiman menyiapkan beberapa sidang dengar pendapat.
Trump beserta pengacaranya diundang untuk hadir. Mereka menolak undangan karena presiden dijadwalkan menghadiri KTT NATO di London. Dalam surat kedua tertanggal 6 Desember, Pat Cipollone menyatakan Gedung Putih tidak akan membela diri atau ikut serta dalam proses
Pendakwaan. Ia menulis ke Nadler, "Seperti yang Anda ketahui, penyelidikan
Pendakwaan Anda tidak berdasar sama sekali dan melanggar dua prinsip utama: proses hukum yang semestinya dan keadilan dasar." Nadler menjawab, "Kami beri kesempatan yang adil bagi Presiden
Trump untuk menanyai para saksi dan mengirim saksinya sendiri untuk mempertanggungjawabkan bukti-bukti kuat dalam sidang. Setelah mendengar keluhan beliau soal proses
Pendakwaan ini, kami harap beliau bersedia menerima undangan kami."
Sidang
pertama tanggal 4 Desember 2019 membahas apa saja pelanggaran yang layak diganjar
Pendakwaan (impeachable offense) secara akademik. Fraksi Demokrat mengundang tiga guru besar hukum, yaitu Noah Feldman dari Harvard, Pamela S. Karlan dari Stanford, dan Michael Gerhardt dari Universitas North Carolina. Fraksi Republik mengundang Jonathan Turley, pakar konstitusi dari Universitas George Washington; Turley pernah menyampaikan kesaksian yang mendukung
Pendakwaan Presiden Bill Clinton pada tahun 1999. Kali ini ia mewanti-wanti proses
Pendakwaan Trump karena buktinya tidak kuat. Namun, kesaksiannya bertentangan dengan opininya pada saat proses
Pendakwaan Clinton.
Pasal-pasal
Pendakwaan potensial yang diangkat dalam sidang adalah "penyalahgunaan kekuasaan" karena menyepakati quid pro quo dengan presiden Ukraina, "penjegalan Kongres" karena menghalang-halangi penyelidikan DPR, dan "menghalangi proses peradilan" karena berusaha memecat Robert Mueller di tengah penyelidikan campur tangan Rusia dalam pemilu 2016. Pada 5 Desember, Pelosi meminta Komisi Kehakiman DPR mempersiapkan pasal-pasal
Pendakwaan.
Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan meski ini "hari yang cerah bagi Konstitusi [Amerika]", ini "hari yang suram bagi [bangsa] Amerika".
=
Pada 10 Desember 2019, fraksi Demokrat di Komisi Kehakiman DPR mengumumkan akan mengangkat dua pasal
Pendakwaan, H. Res. 755: (1) penyalahgunaan kekuasaan, dan (2) penjegalan Kongres, dalam penyelidikan mereka
terhadap aktivitas Presiden terkait Ukraina. Draf teks pasal
Pendakwaan dirilis pada hari yang sama. Mereka juga merilis laporan Komisi Kehakiman yang menjabarkan alasan-alasan konstitusional untuk mendakwa presiden dan menegaskan bahwa "
Pendakwaan adalah bagian dari pemerintahan yang demokratis.":51 Komisi berencana melakukan pemungutan suara mengenai kedua pasal ini pada 12 Desember, tetapi mendadak menundanya hingga besok setelah 14 jam memperdebatkan versi akhir pasal sampai lewat pukul 23:00 EST. Pada 13 Desember, Komisi Kehakiman menyetujui kedua pasal
Pendakwaan secara partisan; setiap pasal disetujui dengan suara 23–17, semua anggota Demokrat yang hadir mendukung dan semua anggota Republik yang hadir menolak. Pasal-pasal ini akan diteruskan ke DPR untuk dibahas lebih lanjut dan ditindaklanjuti pada 18 Desember.
Komisi Kehakiman DPR menerbitkan laporan 658 halaman tentang pasal-pasal
Pendakwaan pada tanggal 16 Desember. Laporan ini memerincikan tuduhan penyuapan (bribery) dan penipuan transaksi (wire fraud) di bawah pasal penyalahgunaan kekuasaan. Komisi Kehakiman menyetujui Pasal-Pasal
Pendakwaan dengan perolehan suara berikut ini:
= Pemungutan suara DPR
=
Pasal I, Bagian 2, Ayat 5 Konstitusi Amerika Serikat menyatakan bahwa "Dewan Perwakilan Rakyat ... sepenuhnya berhak melakukan
Pendakwaan."
Komisi Tata Tertib DPR bertemu untuk merumuskan peraturan pembahasan
Pendakwaan tanggal 17 Desember. Pertemuan
pertama membahas peraturan pembahasan: 228 banding 197, seluruh fraksi Republik dan dua anggota Demokrat menolak. Komisi kemudian melakukan pembahasan selama enam jam. Barry Loudermilk (R-GA) memabnding-bandingkan proses
Pendakwaan Presiden
Trump dengan pengadilan Yesus Kristus. Katanya, sikap pemerintah Romawi
terhadap sang juru selamat lebih baik daripada sikap pemerintah AS
terhadap Trump.
Pemungutan suara resmi terkait
Pendakwaan dilaksanakan oleh DPR pada 18 Desember 2019. Sekitar pukul 20.30 EST (01.30 UTC), dua pasal
Pendakwaan disahkan oleh DPR. Untuk tuduhan penyalahgunaan kekuasaan, 230 anggota setuju, 197 menolak, dan 1 abstain: seluruh fraksi Demokrat setuju, kecuali Collin Peterson (MN) dan Jeff Van Drew (NJ), menolak; dan Tulsi Gabbard (HI), abstain; seluruh fraksi Republik menolak, tetapi mantan anggota Republik yang menjadi anggota Independen, Justin Amash (MI), mendukung kedua pasal tersebut. Untuk tuduhan penjegalan Kongres, 229 anggota setuju, 198 menolak, dan 1 abstain: seluruh fraksi Demokrat setuju, kecuali Peterson, Van Drew, dan Jared Golden (ME), menolak; dan Gabbard, abstain.
Tiga anggota yang akan pensiun tidak ikut memberi suara: Duncan D. Hunter (R-CA), dilarang memberikan suara per aturan DPR setelah ia mengaku bersalah menyalahgunakan dana kampanye; José E. Serrano (D-NY), sakit setelah divonis mengalami penyakit Parkinson pada awal 2019; dan John Shimkus (R-IL), sedang mengunjungi putranya di Tanzania.
Pendapat umum
Pada pertengahan Desember 2019, masyarakat Amerika Serikat masih terbelah menyikapi perlu tidaknya
Trump dipecat dari jabatannya (dimakzulkan). Dalam jajak pendapat (japat) USA Today/Suffolk University tanggal 10–14 Desember 2019, 45% responden mendukung
Pendakwaan dan pemecatan (pemakzulan)
Trump, sedangkan 51% menolak. Dalam japat CNN tanggal 12–15 Desember, 45% responden mendukung
Pendakwaan, sedangkan 48% menolak.
Catatan kaki
Rujukan
Pranala luar
How each member of the House voted on impeachment — via CNN
Donald Trump Menuntut Sidang
Pendakwaan di Senat AS Digelar Secepatnya — Berita dari Wikinews