Pengurusan hutan di Indonesia adalah keseluruhan tindakan manajemen terhadap sumber daya
hutan yang ada
di Indonesia yang dilakukan dalam rangka mendapatkan totalitas barang-barang, manfaat-manfaat, dan nilai-nilai yang dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan kelestariannya untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Jadi dilihat dari komponen-komponen kegiatannya, maka kegiatan
Pengurusan hutan merupakan tindakan manajemen yang
di dalamnya terdapat komponen-komponen kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan, dan pengawasan. Sasarannya adalah keseluruhan
hutan sebagai suatu ekosistem berikut keseluruhan hasil, manfaat dan nilai yang dapat diperoleh secara berkelanjutan untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Dalam praktik
Pengurusan hutan di Indonesia, istilah
Pengurusan hutan digunakan untuk menyatakan keseluruhan kegiatan yang terdiri atas perencanaan kehutanan, pengelolaan
hutan, penelitian dan pengembangan, serta Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kehutanan, dan pengawasan. Keseluruhan kegiatan ini dilakukan dalamrangka mendapatkan totalitas manfaat
hutan secara lestari untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat
Indonesia serta dapat mendukung system kehidupan
di muka bumi, pada saat ini dan generasi yang akan datang, dari seluruh
hutan yang ada
di Indonesia.
Manajemen
hutan merupakan cabang ilmu kehutanan yang menghubungkan aspek administratif, ekonomi, hukum, dan sosial dengan aspek ilmiah dan teknis seperti silvikultur, perlindungan
hutan, dan dendrologi. Manajemen
hutan di Indonesia saat ini mencakup estetika, penangkapan ikan air tawar, rekreasi ruang terbuka, manajemen resapan air, satwa liar, dan hasil
hutan kayu maupun non-kayu. Sistem manajemen tersebut berdasarkan pada konservasi, ekonomi, maupun kombinasi keduanya. Metode manajemen meliputi ekstraksi kayu, aforestasi, reforestasi, pembangunan akses jalan ke dalam
hutan, dan pencegahan kebakaran
hutan.Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keberadaan
hutan telah menyebabkan peralihan fungsi
hutan secara ekonomi dari sumber penghasil uang dari kayu menjadi usaha pelestarian sumber daya alam, termasuk pelestarian satwa liar,
hutan primer, keanekaragaman hayati, manajemen kawasan resapan air, juga rekreasi. Keberadaan keanekaragaman hayati seperti burung, mamalia, amfibi, dan satwa liar lainnya terpengaruh oleh rencana dan tipe pengelolaan
hutan. Permodelan sistem informasi geografis telah dikembangkan untuk melakukan inventarisasi
hutan dan perencanaan manajemen. Hasil permodelan dapat dipublikasikan ke masyarakat.
Tipe pengelolaan
hutan di Indonesia bervariasi, yaitu tidak menyentuh suatu kawasan
hutan sama sekali dan membiarkannya tumbuh secara alami, hingga pengelolaan silvikultural secara intensif dengan pemantauan secara periodik. Pengelolaan
hutan akan meningkat ketika digunakan untuk mencapai kriteria ekonomi (peningkatan hasil kayu dan non-kayu) dan kriteria ekologi tertentu (pelestarian spesies, sekuestrasi karbon).
Hubungan
Indonesia dengan Uni Eropa dengan persoalan kehutanan yaitu dituangkan dalam Peraturan Kayu Uni Eropa yang
di mana lebih menitik beratkan produk
hutan berlaku untuk semua kayu dan produk kayu dan kerja sama menjaga kelestarian
hutan di Indonesia.
= Peraturan Kayu Uni Eropa atau EU Timber Regulation (EUTR)
=
Sejak Maret 2013, semua kayu yang diimpor ke Uni Eropa harus berasal dari sumber resmi yang dapat diverifikasi. Pembeli Uni Eropa yang menempatkan kayu atau produk kayu
di pasar untuk pertama kalinya harus menunjukkan uji tuntas. Selain itu, EUTR mengharuskan pelaku usaha untuk menelusuri produk mereka pada sumber awal. Artinya bahwa apabila pemasok memasok kayu yang sah tapi tidak dapat menyediakan jaminan keabsahan yang didokumentasikan dengan baik mereka tidak akan mampu memasok ke pasar Uni Eropa.
EUTR adalah bagian dari Rencana Aksi dari Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT). Selain EUTR, rencana aksi lainnya dari FLEGT adalah Voluntary Partnership Agreements (VPAs) yaitu kesepakatan perdagangan sukarela antara Uni Eropa dengan negara pengekspor kayu. Dalam hal negara menerapkan skema perizinan nasional yang mengakomodasi skema perizinan ekspor kayu nasional, semua kayu yang diekspor dari negara tersebut dipertimbangkan sah/legal. Cara lain untuk membuktikan kepatuhan dengan melalui dan sertifikasi pengelolaan
hutan lestari. Untuk spesies kayu langka Anda akan memerlukan izin dari CITES. Izin CITES akan juga membuktikan kepatuhan pada FLEGT. Bagi Anda memungkinkan untuk menyediakan dokumen keabsahan asal kayu untuk setiap pengiriman kayu atau produk kayu.
=
di Indonesia adopsi pengelolaan
hutan lestari merupakan kewajiban bagi pelaku usaha sektor kehutanan yang diatur pada Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Kerjasama Sertifikasi Kehutanan
Indonesia telah disetujui menjadi anggota Badan Pemerintah Nasional untuk menyediakan jasa sertifikasi. Implementasi efektif dari SFM akan menjamin bahwa sumber daya
hutan Indonesia akan terus menyediakan pelayanan ekologis, ekonomi, sosial dan kebudayaan dengan cara yang terbaik, berimbang dan berkelanjutan.
di Indonesia, semua kayu dari
hutan milik negara atau
hutan milik swasta wajib untuk mengadopsi verifikasi legalitas. Prosedur ini adalah untuk menjamin kayu tersebut berasal dari sumber yang sah. Dalam industri primer dan sekunder, kayu untuk bahan baku dan produk akhirnya juga harus menjalani verifikasi seperti ini. Produk kayu untuk ekspor membutuhkan Dokumen V-Legal. Informasi lebih lanjut dari dilihat
di Timber Legality Assurance System (SVLK).
Dengan penerapan EUTR, Uni Eropa tidak lagi menjadi pasar untuk penjualan kayu sesaat. Apabila Anda memutuskan untuk mempertahankan pangsa pasar Uni Eropa, harap diingat bahwa jaminan keabsahan kayu adalah aspek penting dalam perdagangan selain harga dan kualitas. Informasi tentang EUTR dapat dilihat pada Dokumen Panduan untuk EUTR, Sejak diperkenalkannya EUTR, masih banyak hal-hal yang belum jelas mengenai dampak dan konsekuensinya. Untuk melihat berbagai skenario dari penerapan EUTR dapat merujuk pada dokumen Dampak dari EUTR untuk Eksportir Kayu SME dari Negara Berkembang.
Informasi tentang VPA dan informasi perkembangan negara Anda pada proses VPA atau FLEGT dapat dilihat pada portal FLEGT tentang Voluntary Partnership Agreements. EUTR hanya menangani permasalahan penjualan kayu ilegal tetapi tidak menyelesaikan secara langsung permasalahan deforestasi. Rujuk Pesyaratan Umum untuk informasi pengelolaan
hutan lestari.
= produk kayu untuk bahan konstruksi di Negara Uni Eropa
=
Kayu atau produk kayu yang termasuk pada pekerjaan konstruksi harus ditandai dengan CE. Hal ini untuk menunjukkan bahwa produk tersebut sesuai dengan persyaratan ketahanan, stabilitas, keselamatan (dalam kebakaran), kesehatan dan lingkungan. Sejak bulan Juli 2013, produsen produk akhir kayu bahan konstruksi harus menyediakan deklarasi kinerja - Declaration of Performance (DoP). Karena tidak biasa bagi eksportir dari
Indonesia untuk memasok produk akhir kayu bahan konstruksi ke Uni Eropa, persyaratan tanda CE tidak perlu diterapkan bagi Anda sebagai pemasok komponen kayu. Sebagai pemasok komponen kayu Anda harus menyediakan informasi tentang karakteristik penting produk Anda kepada pembeli.
Keterangan tentang karakteristik produk yang penting dapat dilihat pada Panduan tentang Peraturan Produk Konstruksi dan Implementasinya untuk perusahaan manufaktur.
Informasi lebih lanjut tentang Tanda CE pada produk konstruksi
Apabila ada pihak yang ingin memasok jenis kayu yang hampir punah atau spesies langka maka hanya akan mampu menebang dan ekspor kayu apabila kayu tersebut ada pada daftar CITES (international convention on trade in endangered species). Dalam hal ini pihak terkait harus mendapatkan izin (permit) dari CITES. Dengan izin CITES Anda secara otomatis mematuhi persyaratan Regulasi Kayu Uni Eropa dan kayu Anda dipertimbangkan diperoleh secara legal.
Referensi
Lihat pula
Biodiversitas
Biologi konservasi
Eksploitasi berlebihan
Informatika
hutan
Inventarisasi
hutan
Kayu bersertifikat
Kehutanan masyarakat
Konservasi habitat
Lanskap alami
Manajemen
hutan berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan
Perlindungan lingkungan
Permodelan pertumbuhan dan hasil
Sumber daya alam terbarukan
Wanatani
Bahan bacaan terkait
Shindler, Bruce (1999). "Shifting Public Values for Forest Management: Making Sense of Wicked Problems". Western Journal of Applied Forestry. Society of American Foresters. 14 (1): 28–34. ISSN 0885-6095. Diakses tanggal 2008-08-25.