Sejarah perkeretaapian di Indonesia merupakan perkembangan infrastruktur transportasi yang penting bagi
Indonesia.
perkeretaapian memainkan peran kunci dalam menghubungkan berbagai wilayah
di Indonesia dan memfasilitasi pergerakan orang dan barang secara efisien. Perjalanan
Sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika Belanda masih menjajah
Indonesia. Spesifiknya pada masa Tanam Paksa. Pada tahun 1864, kereta api pertama
di Indonesia, yang menghubungkan Semarang dengan Tanggung, dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Kemudian, pengembangan jalur kereta api terus berlanjut dengan pembangunan jalur-jalur baru yang menghubungkan berbagai kota
di Jawa dan Sumatera.
Selama masa kolonial, pembangunan jalur kereta api didorong oleh kepentingan ekonomi Belanda, seperti pengangkutan hasil-hasil pertanian dan mineral dari daerah-daerah produksi ke pelabuhan-pelabuhan utama. Jalur-jalur kereta api ini juga dimaksudkan untuk memfasilitasi mobilitas administratif, militer, dan perjalanan para pejabat kolonial.
Setelah
Indonesia merdeka pada tahun 1945,
perkeretaapian menjadi tanggung jawab negara. Djawatan Kereta Api (DKA) didirikan sebagai perusahaan kereta api nasional, yang kemudian berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) dan akhirnya menjadi PT Kereta Api
Indonesia (Persero) pada tahun 1991.
Pra-kemerdekaan
Gambaran keadaan kereta api
di Indonesia pada masa djaman doeloe perlu dilestarikan, sehingga generasi mendatang bisa menghayati dan betapa pentingnya pembangunan kereta api. Memang pada masa itu nama kereta api sudah tepat, karena kereta dijalankan dengan api dari pembakaran batu bara atau kayu. Sedangkan sekarang sudah memakai diesel atau listrik, sehingga lebih tepat kalau disebut kereta rel, artinya kereta yang berjalan
di atas rel dengan diesel ataupun listrik. Informasi tersebut sangat langka.
Setelah Tanam Paksa diberlakukan oleh van den Bosch pada tahun 1825-1830, ide tentang
perkeretaapian Indonesia diajukan dengan tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari Sistem Tanam Paksa tersebut. Salah satu alasan yang mendukung adalah tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya pada masa itu. Akhirnya, pada 1840, Kolonel J.H.R. Carel Van der Wijck mengajukan proposal pembangunan jalur kereta api
di Hindia Belanda.
Kereta api pertama
di Indonesia dibangun tahun 1867
di Semarang dengan rute Samarang - Tanggung yang berjarak 26 km oleh NISM, N.V. (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij) dengan lebar jalur 1.435 mm (lebar jalur SS - Staatsspoorwegen adalah 1.067 mm atau yang sekarang dipakai), atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer
di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang. Kemudian dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari
Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang dikirim ke Batavia atau Soerabaja.
= Pembangunan pertama
=
Kehadiran kereta api
di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api
di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij" (NIS) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Keberhasilan swasta, NIS membangun jalan KA antara Stasiun Samarang-Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA
di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.
= Perkembangan di luar Jawa
=
Selain
di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan
di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922
di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan
di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga
di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.
= Pendudukan Jepang
=
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA
di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA
di sana.
Jenis jalan rel KA
di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (
di Aceh) dan 600 mm
di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.
Jaringan rel
Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:
1875 - 1888,
1889 - 1899,
1900 - 1913
1914 - 1925.
= Jaringan setelah tahun 1875 hingga tahun 1888
=
Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel adalah 1876, berupa jaringan pertama
di Hindia Belanda, antara Tanggung dan Gudang
di Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai dibangun lintas Semarang - Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia (Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian dilanjutkan ke Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur - Bandung.
Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya - Magelang.
Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung - Cicalengka
Batavia - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi
Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo - Surabaya
Kertosono - Kediri - Blitar
Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan - Probolinggo
Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang - Rembang
Tegal - Balapulang
= Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899
=
Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:
Djogdja - Tjilatjap
Soerabaja - Pasoeroean - Malang
Madioen - Solo
Sidoardjo - Modjokerto
Modjokerto - Kertosono
Kertosono - Blitar
Kertosono - Madioen - Solo
Buitenzorg (Bogor) - Tjitjalengka
Batavia - Rangkasbitung
Bekasi - Krawang
Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
Yogya - Magelang
Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
Sebagian jalur Madura
= Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913
=
Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:
Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
Pasuruan - Banyuwangi
Seluruh jaringan Madura
Blora - Bojonegoro - Surabaya
= Jaringan setelah tahun 1913 hingga tahun 1925
=
Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:
Sisa jalur Pulau Jawa
Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok
Elektrifikasi Batavia - Bogor:
Sumatera Selatan: Panjang - Palembang dan
Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang
Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan - Belawan - Pangkalansusu.
Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang
Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang
Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak - Sambas.
Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.
= Masa Pembangunan Stasiun
=
Berikut daftar stasiun besar:
Stasiun Karanganyar - diresmikan 1887
Stasiun Jakarta Kota - diresmikan 1929
Stasiun Tanjung Priok - 1914
Stasiun Gambir (dulu Weltevreden) - 1914
Stasiun Jatinegara (dulu Meester Cornelis)
Stasiun Manggarai - 1969
Stasiun Pasar Senen - 1916
Stasiun Cikampek - 1894
Stasiun Bogor - 1881
Stasiun Depok - 1881
Stasiun Bandung - 1887
Stasiun Yogyakarta - 1887
Stasiun Solo Balapan - 1876
Stasiun Semarang Tawang - 1873
Stasiun Cirebon - 1920
Stasiun Madiun - 1897
Stasiun Purwokerto - 1922
Stasiun Malang - 1941
Stasiun Surabaya Kota - 1878 dan renovasi 1911
Stasiun Surabaya Gubeng - 1913
Stasiun Pasar Turi - 1938
Stasiun Kertosono
= Jaringan kereta listrik Batavia - Buitenzorg 1918
=
Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta listrik hanya ada
di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun 1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester Cornelis (Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.
Armada
Pada era ini Lokomotif Uap lah yang menjadi tulang punggung
perkeretaapian pada saat itu. lokomotif uap yang pernah beroperasi yakni seri B, BB, C, CC, D, DD dan F yang kini telah menjadi benda koleksi Museum Kereta Api Ambarawa dan Museum Transportasi Taman Mini
Indonesia Indah. Sebagian
di antaranya hanya tersisa fotonya saja.
= Jenis kereta 1876-1925
=
Kereta penumpang adalah sarana untuk mengangkut penumpang, sedangkan untuk mengangkut barang disebut gerbong sedangkan untuk mengangkut barang cair disebut ketel. Sejak dahulu, kereta dibuat secara lokal, dengan sasis dan rangka baja sedangkan bodi dibuat dari kayu. Pada waktu itu belum ada pendingin udara, sehingga kelas kereta dibedakan jenis kursi dan jumlah kursi per kereta. Kelas 1 terdapat 3 tempat duduk per baris, kelas 2 terdapat 4 tempat duduk per baris dan kelas 3 terdapat 5 tempat duduk per baris. Sehingga tiap kereta kelas 3 terdapat 60-72 tempat duduk, sedangkan tiap kereta kelas 2 terdapat 24-32 tempat duduk dan kelas 1 terdapat 12 tempat duduk. Biasanya kelas 1 dan kelas 2 menjadi satu, sedangkan kelas 3 tersendiri. Namun kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 dirangkai dalam satu rangkaian.
= Jenis kereta dan lokomotif listrik 1925
=
di Jabodetabek, KRL mulai dirintis tahun 1925. Awalnya, kereta tersebut ditarik oleh lokomotif listrik, salah satunya seperti ESS 3201 yang kini masih terawat dengan baik karena dilestarikan oleh Unit Heritage KAI sekarang.
Pasca-kemerdekaan
Periode DKARI dan Negosiasi Kepemilikan Perusahaan
Setelah kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan yang dahulu dimiliki oleh Belanda tidak serta-merta jatuh ke tangan
Indonesia. Bahkan tersiar kabar bahwa Belanda berkeinginan agar perusahaan yang kelak disebut Djawatan Kereta Api (DKA) menjadi target pertama yang hendak direbut Sekutu lalu dikembalikan ke Staatsspoorwegen (SS). Bahkan, Menteri Perhubungan saat itu, Abikoesno Tjokrosoejoso, justru setuju apabila DKA dikembalikan ke tangan Belanda.
Pada tanggal 2 September 1945, Angkatan Pemoeda
Indonesia (API) menyelenggarakan pertemuan dengan grup revolusioner dari buruh DKA. Pertemuan dilangsungkan
di Gedung Menteng 31, Jakarta. API, organisasi revolusioner
Indonesia, dipimpin oleh Wikana, sedangkan buruh kereta yang hadir dipimpin oleh Legiman Harjono. Kesepakatannya adalah merebut DKA. Untuk melaksanakan hal tersebut, tenaga revolusioner dari API diperbantukan
di DKA untuk menyiapkan aksi perebutan. Pada pukul 23.00, pertemuan lanjutan dilakukan
di rumah dinas kepala Stasiun Manggarai dan menghadirkan pegawai-pegawai DKA. Kesepakatannya adalah merebut stasiun DKA dari tangan Jepang.
Keesokan harinya, pada 3 September 1945 pada pukul 09.30 hingga 12.00 kaum buruh DKA melakukan aksi perebutan tersebut. Perebutan dilakukan
di stasiun-stasiun
di Jakarta. Pada akhirnya, stasiun Jatinegara dan Manggarai berhasil direbut oleh kaum buruh, menyusul kemudian Gambir, Tanjung Priok, Pasar Senen, Jakarta Kota, dan lain-lain. Kantor DKA, bengkel, dan depo lokomotif berhasil direbut.
di Stasiun Jakarta Kota, sempat terjadi aksi bentrok dengan tentara Jepang. Begitu selesai melakukan aksi, kaum buruh membentuk "Dewan Buruh"
di perusahaan dan membentuk "Serikat Buruh Kereta Api (SBKA)".
Sementara itu, buruh KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) juga mengambil alih kekuasaan
perkeretaapian dari pihak Jepang. Pada tanggal 14 Oktober hingga 19 Oktober meletuslah pertempuran
di Kota Semarang. Perang ini sebenarnya meletus pada 15 Oktober, namun pada 14 Oktober situasi sudah memanas. Salah satu tujuannya adalah merebut Hoofdkantoor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Lawang Sewu). Banyak tokoh AMKA yang gugur dalam pertempuran ini. Keberhasilan kaum buruh dan pemuda segera diikuti oleh perusahaan lainnya. Kaum buruh pun membentuk beberapa serikat-serikat buruh.
Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan
perkeretaapian berada ditangan bangsa
Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan
perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api
di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik
Indonesia" (DKARI).
Kecuali DKARI ada pula operator lain yang terpisah, Kereta Api Soematra Oetara Negara Repoeblik
Indonesia dan Kereta Api Negara Repoeblik
Indonesia, yang kesemuanya beroperasi
di Sumatra. Selain itu, ada pula Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) yang merupakan gabungan dua belas operator kereta api swasta pada masa Hindia Belanda. Pada akhirnya, DKARI dan Staatsspoorwegen en Verenigde Spoorwegbedrijf (SS/VS) digabung menjadi satu sebagai Djawatan Kereta Api (DKA)
KLB 3 Januari 1946
Ketika Jakarta jatuh ke tangan Netherlands Indies Civil Administration (NICA), ibu kota
Indonesia pindah ke Yogyakarta. Pada tanggal 3 Januari 1946 pukul 18.00 WIB, Presiden
Indonesia, Soekarno beserta keluarga dan rombongan pejabat berangkat dari rumah kediaman
di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, menuju stasiun Manggarai. Rangkaian kereta penumpang terdiri atas delapan gerbong yang ditarik lokomotif C2849 eks-Staatsspoorwegen.
Suasana selama perjalanan keadaan sangat tegang.
di stasiun Manggarai, dilakukan manuver langsir gerbong barang. Agar tidak mencurigakan, seluruh lampu gerbong dibiarkan gelap gulita. Pada akhirnya, pada tanggal 4 Januari 1946 tiba
di Kota Yogyakarta dan untuk mengenangnya, diperkenalkanlah istilah kereta luar biasa (KLB). Pada saat itu pula, ibu kota negara pindah ke Yogyakarta.
Modernisasi
Nama DKARI kemudian dirubah menjadi DKA saja hingga akhir tahun 1950an kondisi
perkeretaapian dalam negeri saat itu masih banyaknya menggunakan armada bekas pakai era zaman kolonial Belanda serta akibat dari
Sejarah Indonesia (1945-1949) yg sudah saatnya digantikan atau direkondisi dengan armada baru maka kebijakan pemerintah saat itu mulailah mendatangkan sejumlah armada baru seperti lokomotif uap terakhir D52 dan lokomotif Diesel sekaligus Lokomotif Diesel elektrik generasi pertama bergandar CC, Lokomotif Diesel elektrik bergandar BB generasi pertama, lokomotif Diesel Hidraulik Generasi Pertama seperti CC200, BB200, BB300, D300, gerbong penumpang dan barang baru.
= Perusahaan Negara
=
Nama DKA pun diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1960. PNKA kemudian memasukkan perusahaan lainnya, seperti Deli Spoorweg Maatschappij yang masih independen menjadi satu sehingga kereta api
di Indonesia hanya memiliki satu perusahaan operator. Pada masa ini, lokomotif diesel hidraulik mulai menjadi tulang punggung untuk semua kereta api penumpang, barang maupun tugas langsir bersama lokomotif diesel elektrik yang perlahan menggantikan tugas lokomotif uap. Seperti Bima Kunting, Kebo Kuning, C300, D301, BB301, dan BB302 secara bertahap didatangkan. serta beberapa Lokomotif diesel elektrik generasi kedua dan ketiga bergandar BB seperti BB201, BB202 angkatan 1967 oleh General Motors - Electro Motive Diesel.
KA Bima
Pada tanggal 1 Juni 1967 PNKA mengoperasikan kereta api Bima rute Gambir-Surabaya Gubeng pp. Kereta ini menggunakan rangkaian gerbong berwarna biru dan merupakan kereta api pertama dengan sistem AC berfreon
di Indonesia. Pada awal pengoperasiannya, KA Bima mengikuti rute Bintang Sendja. Namun, beberapa minggu kemudian rutenya pun diubah melewati Purwokerto dan Yogyakarta, hingga saat ini.
= Perusahaan Jawatan
=
Pada tanggal 15 September 1970, nama PNKA berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA, Perjanka) selama dekade 1970-an hingga awal dekade 1990-an.
Pada tahun 1981, PJKA terlibat dalam produksi film berjudul Kereta Api Terakhir yang diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara, dan merupakan film unggulan pada masa itu.
Era lokomotif andalan kereta api
Pada akhir tahun 70 dan awal 80an, PJKA mulai mengimpor lokomotif diesel elektrik generasi kedua bergandar CC dan generasi keempat bergandar BB yaitu CC201 dan BB203. PJKA melakukan pengelompokan CC 201 dan BB 203 saat itu. CC 201 hanya untuk jalur rel berat, sedangkan BB203 digunakan untuk rel ringan. Bentuk dan mesin kedua lokomotif itu sama, tetapi hanya jumlah gandar penggeraknya yang berbeda. Lokomotif BB 203 dilengkapi dengan empat gandar penggerak, sementara CC 201 dilengkapi dengan enam gandar penggerak.
di Sumatera Selatan dan Lampung, didatangkan lah lokomotif Diesel elektrik generasi ketiga yaitu CC202 angkatan 1986 Karena meningkatnya kebutuhan angkutan batu bara. sedangkan
di jawa, sumatra barat dan sumatra utara didatangkannya juga lokomotif BB302, BB303, BB304, BB305, dan BB306 untuk menambah armada lokomotif yg pada saat itu masih adanya sisa lokomotif uap yg masih beroperasi.
Pada tanggal 6 Oktober 1976, beberapa saat setelah ditutupnya jalur kereta api Secang-Kedungjati, Museum Kereta Api Ambarawa didirikan, menempati bekas stasiun Willem I
di Ambarawa.
di sinilah akhir dari sejumlah lokomotif uap yang berhenti beroperasi menarik kereta api jarak dekat/lokal, barang maupun tugas langsir. Karena, pada tahun 1980-an semua lokomotif uap dinyatakan tidak bisa lagi beroperasi untuk kereta api komersial karena emisi gas buang.
Kemunduran
Pada era ini PJKA terus mengalami kemunduran akibat dari semakin naiknya jumlah pengguna mobil pribadi, angkutan kota maupun munculnya Ojek. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan subsidi tahunan. Subsidi ini diformat untuk belanja pegawai serta pengurang beban kerugian PJKA. serta ditutupnya secara bertahap seluruh dari total jalur cabang pada saat itu.
Terjadinya Tragedi Bintaro pada 19 Oktober 1987 merupakan peristiwa tragis yang memperparah buruknya citra PJKA sebagai satu-satunya operator kereta api
di Indonesia. Dalam tragedi ini, ratusan orang tewas sedangkan sisanya luka-luka. Sejak tragedi itulah, keamanan dan kenyamanan kereta api masih dipertanyakan.
= Era 90an hingga kini
=
Pada tanggal 1 Agustus 1990, PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Pada masa ini, kerugian-kerugian seperti yang dialami PJKA pada beberapa tahun yang lalu dapat ditekan. Seluruh pegawainya masih berstatus PNS yang diatur tersendiri dan diperbolehkan mencari laba.
Zaman Perumka biasa disebut "zaman merah biru" karena semua cat lokomotif yang dioperasikan secara komersial diubah menjadi merah dan biru dengan logo Perumka putih
di depan dan belakangnya, serta
di bawah kaca kabin masinis tepat
di atas plat nomornya. Selain itu, cat livery semua kelas kereta juga diubah, yakni untuk eksekutif dicat biru muda-biru tua, bisnis dicat hijau tua-biru tua, ekonomi dicat merah tua-biru tua, serta kereta pembangkit dan kereta bagasi dicat biru tua polos. Semua kereta memiliki garis putih dengan logo Perumka merah.
= Persero
=
Pada tahun 1998, Perumka secara resmi berubah menjadi PT Kereta Api (Persero (PT KA), meski notarisasi pendiriannya dilaksanakan tahun berikutnya. Pada awal 1990-an dan 2000-an, PT KA tetap mempertahankan cat merah-biru pada lokomotif-lokomotifnya, kecuali untuk CC 203.
Pada tahun 1995 lahir kereta api eksekutif argo buatan PT Inka Madiun, yang diberi nama Argo Bromo dan Argo Gede. Semua kereta eksekutif argo terbaru tersebut dicat putih abu-abu dengan garis biru-biru tua dengan logo PT KAI
di kiri dan Departemen Perhubungan
di kanan. Selain itu, diimpor pula lokomotif CC 203 dari pabriknya, GE Transportation langsung. Lokomotif ini memiliki desain yang aerodinamis.
Akibat hadirnya kereta argo ini, terjadi perubahan skema warna, dengan kereta kelas eksekutif dan bisnis dicat dengan pola yang sama dengan kelas Argo namun dengan warna krem-putih. Pada tahun 1997 muncul kereta api Argo Bromo Anggrek yang dicat warna pink-putih. Sementara itu, kereta ekonomi sebenarnya dicat dengan warna putih-hijau toska, namun pada akhirnya hanya KRL Rheostatik kelas ekonomi dan sebagian KRD yang dicat dengan skema warna tersebut, sementara kereta ekonomi lainnya masih nyaman dengan skema warna merah-biru dari sebelum tahun 1995. Livery yang sudah disebutkan sebelumnya juga ditambah dengan dua garis, salah satunya berwarna biru muda dan satu lagi berwarna biru tua.
Pada tahun 2006 ke atas, CC 201 dan sebagian besar lokomotif lainnya kemudian berganti cat seperti CC 203, yakni putih bergaris biru muda-biru tua. Sementara itu terjadi perubahan pada seluruh rangkaian kereta penumpang mulai dari eksekutif, bisnis, maupun ekonomi, menjadi seperti yang dapat dilihat saat ini. Untuk lokomotif heritage menggunakan livery PJKA.
Pada masa ini, PT KA memperkenalkan sistem PSO (public service obligation), terutama untuk kereta api ekonomi. PSO ini menggantikan sistem subsidi yang sebelumnya dilaksanakan. Pada tahun 2007 disahkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 yang menghapus monopoli yang dilakukan oleh PT KA.
Pada era ini juga sejumlah lokomotif diesel hidrolik mulai berkurang seiring dengan kebijakan PT KA saat itu lebih merawat lokomotif diesel elektrik yang sudah ada dan mendatangkan, mengembangkan sejumlah lokomotif diesel elektrik dan hidrolik generasi baru yang sudah menggunakan teknologi canggih dalam perawatannya.
Transformasi dan digitalisasi
Era digitalisasi
perkeretaapian Indonesia sudah muncul sejak 1980-an. Digitalisasi mulai dirintis saat diluncurkannya lokomotif BB204 pada tahun 1980-an
di Sumatera Barat. Selanjutnya CC 204 dimodifikasi dari CC201 dengan menambahkan komputer BrightStar Sirius sehingga dapat memitigasi kerusakan 45 menit sebelum kerusakan itu terjadi. Selain itu, pada tahun 2006 hingga 2011, dibuatlah lokomotif dengan mendasarkan pada desain CC203 dengan menambahkan komputer BrightStar Sirius
di PT Inka sehingga terciptalah CC204 batch II.
Pada dekade 2010-an telah banyak terjadi transformasi pada PT KA, lebih-lebih saat dipimpin oleh Ignasius Jonan. Pada tahun 2010 nama PT KA berubah menjadi PT Kereta Api
Indonesia (Persero) (PT KAI). Keluhan masyarakat dengan tidak adanya AC pada kereta ekonomi, maka pada tahun 2010 muncul kereta api ekonomi AC non-PSO dengan hadirnya kereta api Bogowonto sebagai perintisnya.
Pada tanggal 28 September 2011, logo PT KAI berganti. Transformasi lain yang terletak pada sistem pertiketan. Tiket yang semula hanya bisa dipesan
di stasiun keberangkatan, kini sudah dipesan
di minimarket dan agen-agen tiket. Yang lebih hebatnya lagi, muncul sistem boarding pass yang mengharuskan penumpang membawa bukti identitas diri. Selain itu, pengelolaan stasiun kini sangat bagus. Semua kereta api jarak menengah maupun jauh telah dipasangi AC. Digitalisasi lokomotif
di Indonesia terus maju sejak CC205 dan CC206 diimpor untuk memperkuat armada PT KAI saat ini dan juga dikembangkannya lokomotif CC300 sebagian dari transformasi dan digitalisasi ini
Peringatan 75 tahun terbentuknya perusahaan
Dalam memperingati hari ulang tahun yang ke-75 pada 28 September 2020, PT KAI meresmikan logo baru dengan bentuk tiga huruf "K", "A", dan "I" yang dibuat dengan tulisan miring (menggambarkan karakter perusahaan yang progresif, terbuka, dan terpercaya). Aksen bentuk rel kereta api pada huruf "A" melambangkan "harapan untuk memajukan perusahaan sebagai ekosistem transportasi yang terbaik dan bersinergi" dan penggunaan dua warna yang memiliki makna berbeda dari logo sebelumnya, yaitu gabungan kedua warna ini mencermnikan "hubungan harmonis antara KAI dan seluruh pemangku kepentingan sektor
perkeretaapian", dengan warna biru (pada huruf "K" dan "I") melambangkan "stabilitas, profesionalisme, amanah, dan kepercayaan diri dari perusahaan", dan warna oranye (pada huruf "A") melambangkan "antusiasme, kreativitas, dan tekad perusahaan".
Sebagai salah satu model transportasi massal yang dipakai oleh jutaan masyarakat, perkembangan
perkeretaapian di Indonesia tak lepas dari sorotan dan kelemahan. Faktor yang sering menjadi perhatian saat ini adalah tingkat kecelakaan yang masih relatif tinggi baik gerbong yang anjlok, tabrakan antara kereta api dengan kereta api, tabrakan antara kereta api dengan kendaraan lain, adanya banjir/longsor dan masalah lain yang sering dihadapi oleh pengguna Kereta Api. Penyebab utama dari problematika ini dapat dilihat pada sarana dan pemeliharaan rel yang tidak merata sehingga mengakibatkan berbagai masalah. Pada tahun 2009, tercatat 255 orang menjadi korban kecelakaan kereta api baik luka ataupun tewas. Sekitar 60 % kecelakaan kereta api terjadi
di perlintasan kereta api, yang umumnya tak memiliki palang pintu bahkan tak berpenjaga. Sebanyak 2.923 palang pintu perlintasan kereta api yang tersebar
di pulau Jawa, tercatat sekitar 1.192 tidak dijaga petugas. Artinya 40% perlintasan luput dari pengawasan pihak PT KAI yang bertanggung jawab penuh menjamin keamanan dan keselamatan lalu lintas sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34 dan pasal 124 yang telah disahkan oleh legislatif.
= Penambahan jalur baru
=
Sejak tahun 2015, pemerintah berencana untuk meningkatkan infrastruktur
perkeretaapian di Indonesia dengan menambah jalur baru, reaktifasi jalur nonaktif dan juga membuat jalur ganda, tidak hanya
di koridor pulau Jawa, tapi juga
di koridor-koridor lainnya seperti Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Berikut ini, pembangunan jaringan kereta
di luar Jawa dari Program Strategis
perkeretaapian 2015-2019:
Koridor Pulau Sumatra
Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sumatra:
Jalur KA baru Bireun-Lhokseumawe-Langsa-Besitang
Jalur KA baru Rantauprapat-Duri-Dumai
Jalur KA baru Duri-Pekanbaru
Jalur KA baru Pekanbaru-Muaro
Jalur KA baru Pekabaru-Jambi-Palembang
Jalur KA baru Simpang-Tanjung Api-Api
Jalur ganda KA Prabumulih-Kertapati
Jalur ganda KA Baturaja-Martapura
Jalur ganda KA Muara Enim-Lahat
Jalur ganda KA Cempaka -Tanjung Karang
Jalur ganda KA Sukamenanti-Tarahan
Jalur KA baru Rejosari/KM3-Bakauheni
Reaktivasi Jalur KA:
Binjai-Besitang
Padang Panjang-Bukit Tinggi-Payakumbuh
Pariaman-Naras-Sungai Limau
Muaro Kalaban-Muaro
Peningkatan jalur Kereta Api Perkotaan/Jalur Ganda/Elektrifikasi:
Perkotaan Medan (Jalur Ganda KA Medan-Araskabu-Kualanamu)
Perkotaan Padang (Padang-BIM dan Padang-Pariaman)
Perkotaan Batam (Batam Center-Bandara Hang Nadim)
Perkotaan Palembang (Monorel)
Pembangunan Kereta Api Akses Bandara:
Bandara Kualanamu, Medan (peningkatan kapasitas)
Bandara Internasional Minangkabau, Padang
Bandara Hang Nadim, Batam
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II
Pembangunan Kereta Api Akses Pelabuhan:
Pelabuhan Lhokseumawe
Pelabuhan Belawan
Pelabuhan Kualatanjung
Pelabuhan Dumai
Pelabuhan Tanjung Api-Api
Pelabuhan Panjang
Pelabuhan Bakauheni
Koridor Pulau Kalimantan
Pembangunan KA Khusus/Batubara/Akses Pelabuhan (Skema KPS):
Muara Wahau-Muara Bengalon
Murung raya-Kutai Barat-Paser-Panajam Paser Utara-Balikpapan
Puruk Cahu-Mangkatib
Pembangunan Kereta Api Antarkota/Trans Kalimantan:
Jalur KA baru Tanjung-Paringin-Barabai-Rantau-Martapura-Banjarmasin
Jalur KA baru Balikpapan-Samarinda
Jalur KA baru Tanjung-Balikpapan
Jalur KA baru Banjarmasin-Palangkaraya
Jalur KA baru Palangkaraya -Sangau-Pontianak-Batas Negara
Jalur KA baru Samarinda-Sangata-Tanjung Redep-Batas Negara
Pembangunan Kereta Api Akses Bandara:
Bandara Syamsuddin Noor
Koridor Pulau Sulawesi
Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sulawesi:
Jalur KA baru Manado-Bitung
Jalur KA baru Bitung-Gorontalo-Isimu
Jalur KA baru Pare Pare-Mamuju
Jalur KA baru Makassar-Pare Pare (Saat ini Segmen: Mandai - Barru yang beroperasi pada 28 Desember 2023 termasuk percabangan Garongkong)
Jalur KA baru Makassar-Sungguhminasa-Takalar-Bulukumba-Watampone
Jalur KA baru Mamuju-Palu-Isimu
Pembangunan Kereta Api Perkotaan:
Perkotaan Makassar dan sekitarnya
Perkotaan Manado
Pembangunan Kereta Api Akses Bandara/Pelabuhan:
Bandara Sultan Hasanuddin
Pelabuhan Garonggong, Pelabuhan New Makassar
Pelabuhan Bitung
Koridor Pulau Papua
Pembangunan Jalur KA baru
di Papua baru direncanakan satu, yaitu untuk jalur Sorong-Manokwari.
Referensi
Lihat pula
Daftar kecelakaan kereta api
di Indonesia
Jadwal kereta api
di Indonesia
Kereta Api
Indonesia
Daftar kereta api
di Indonesia
Sistem penomoran kereta api
di Indonesia
Jalur kereta api nonaktif
di Indonesia
Pranala luar
(
Indonesia) Situs resmi PT Kereta Api Diarsipkan 2015-11-25
di Wayback Machine.