Regweda (Sanskerta: ऋग्वेद, translit: ṛgvedacode: sa is deprecated , IAST: ṛgveda, dari ṛc "(nyanyian) pujian" dan veda "pengetahuan") adalah satu dari kitab suci (śruti) agama Hindu yang empat, ditulis dalam bahasa Weda.
Regweda merupakan kitab suci tertua yang tercatat ditulis dalam bahasa Weda, serta merupakan salah satu teks tertua dalam sejarah rumpun bahasa Indo-Eropa. Secara lisan nyanyian dan teks
Regweda telah diwariskan turun-temurun sejak milenium kedua SM. Bukti filologi dan linguistik menunjukkan bahwa sebagian besar
Regweda Samhita dibuat di barat laut anak benua India kemungkinan antara ca 1500 dan 1000 SM, meski ada perkiraan yang lebih luas, ca 1900–1200 SM.
Regweda terdiri atas Samhita, Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad. Samhita adalah inti teks, dan terdiri atas 10 kitab (mandala) dengan 1.028 sūkta dalam jumlah 10.600 ayat (yang disebut ṛc, eponim dari nama
Regweda). Dalam kitab ke-8 hingga ke-9, yang dibuat paling tua, nyanyian tersebut memuat kosmologi dan memuja dewa-dewi. Kitab 1 dan 10 yang lebih akhir dibuat berisi pertanyaan filsafat dan spekulasi, dāna dalam kemasyarakatan, pertanyaan tentang asal usul dewa-dewi dan alam semesta, dan persoalan metafisika.
Ayat-ayatnya masih dipakai dalam upacara (seperti pernikahan) dan puja, sehingga menjadi salah satu kitab suci tertua di dunia yang masih digunakan.
Penanggalan dan konteks sejarah
= Penanggalan
=
Menurut Jamison dan Brereton, dalam terjemahan naskah Rigveda tahun 2014, penanggalan naskah
Regweda "telah dan kemungkinan akan terus diperdebatkan dan dipertimbangkan ulang". Usulan tentang penanggalan ini banyak disimpulkan dari gaya dan isi nyanyian itu sendiri. Perkiraan filologis cenderung menanggalkan sebagian besar teks pada paruh kedua milenium ke-2 SM. Ditulis dalam bahasa Indo-Arya kuno, nyanyian ini diperkirakan berasal dari periode pemisahan Indo-Iran, kira-kira 2000 SM. Penanggalan yang dekat dengan inti naskah
Regweda adalah dokumen Kerajaan Mitanni di utara Suriah dan Irak (kr. 1450–1350 SM), yang juga menyebut dewa-dewi Weda seperti Baruna, Mitra, dan Indra. Bukti lainnya juga menunjukkan tahun 1400 SM.
Inti naskah
Regweda diduga berasal dari Zaman Perunggu, menjadikannya salah satu dari sedikit contoh dengan tradisi yang tak terputus. Komposisinya diperkirakan dibuat antara kr. 1500–1000 SM. Menurut Michael Witzel, kodifikasi naskah
Regweda muncul pada periode akhir
Regweda antara 1200 dan 1000 SM, pada zaman Kerajaan Kuru awal. Asko Parpola berpendapat bahwa kitab suci ini ditetapkan sekitar 1000 SM, pada zaman pemerintahan Kerajaan Kuru.
= Konteks sejarah dan kemasyarakatan
=
Regweda jauh lebih kuno daripada kitab-kitab Indo-Arya lainnya. Hal ini menjadi pusat perhatian para sarjana Barat sejak Max Müller dan Rudolf Roth dan seterusnya. Regveda menjadi tonggak awal agama Weda. Ada kemiripan linguistik dan kebudayaan dengan kitab Avesta, kitab suci agama Majusi, diturunkan dari zaman Proto-Indo-Iran, sering dikaitkan dengan kebudayaan Andronovo (atau mungkin kebudayaan Sintashta pada saat Andronovo berlangsung) kira-kira tahun 2000 SM.
Regveda menunjukkan tak ada bukti langsung atas sistem sosial politik pada zaman Weda, apakah orang biasa atau kalangan elite. Petunjuk seperti ternak sapi dan pacuan kuda muncul pada naskah tersebut, dan teks tersebut berisi gambaran umum tentang masyarakat India kuno. Tidak ada bukti, menurut Jamison dan Brereton, warna (sistem kasta) yang cukup rumit, mendalam, atau terstruktur. Stratifikasi sosial masih embrionik, kemudian berubah menjadi tujuan daripada realitas sosial. Masyarakatnya semi-nomaden dan pastoral dengan bukti adanya pertanian karena nyanyian Weda ini menyebut istilah membajak dan menyembah dewa pertanian. Ada pembagian kerja, dan hubungan yang saling melengkapi antara raja dan penyair-brahmana tetapi tidak ada bahasan tentang status dan kelas sosial. Wanita dalam
Regweda muncul tidak seimbang sebagai pembicara dalam nyanyian dialog, seperti Indrani, Apsaras Urwasi, atau Yami, serta Apāla treyī (RW 8.91), Godhā (RW 10.134.6), Ghoṣā Kākṣīvatī (RW 10.39.40), Romaśā (RW 1.126.7), Lopāmudrā (RW 1.179.1–2), Viśvavārā Ātreyī (RW 5.28), Śacī Paulomī (RW 10.159), Śaśvatī Āṅgirasī (RW 8.1.34). Wanita dalam naskah ini cukup terang-terangan dan tampil percaya diri secara seksual daripada pria, dalam naskah. Nyanyian yang rumit dan indah tentang pernikahan menunjukkan bahwa ritual peralihan telah berkembang selama periode
Regweda. Ada sedikit bukti mahar dan tidak ada bukti sati di dalamnya atau teks-teks Weda terkait.
Nyanyian
Regweda menyebutkan nasi dan bubur, dalam nyanyian seperti 8.83, 8.70, 8.77, dan 1.61 dalam beberapa versi teks, tetapi tidak ada bahasan mengenai sawah atau pertaniannya. Kata áyas (logam) ada di
Regweda, tetapi tidak jelas apa logamnya. Besi juga tidak disebut, sejumlah sarjana menggunakan patokan ini untuk memberikan bukti bahwa naskah ini dibuat sekitar 1000 SM. Nyanyian 5.63 menyebut "logam berbalut emas", menunjukkan pengerjaan logam telah berkembang dalam budaya Weda.
Dewa-Dewi Weda yang ditemukan dalam
Regweda diduga berasal dari agama Proto-Indo-Eropa yang kebanyakan kata-katanya menggunakan akar kata yang mirip dengan bahasa Indo-Eropa lainnya. Namun, kira-kira 300 kata dalam Rigveda bukanlah Indo-Arya maupun Indo-European, menurut sarjana sastra Sanskerta dan Weda Frits Staal. Dari 300, banyak kata – seperti kapardin, kumara, kumari, kikata – berasal dari rumpun bahasa Munda yang muncul di wilayah timur dan timur laut (Assam) di India, yang akarnya berasal dari rumpun bahasa Austroasia. Lainnya dalam 300 kata itu – seperti mleccha dan nir – berasal dari bahasa rumpun Dravida dari India Selatan, atau dari Tibeto-Birma. Sedikit kata non-Indo-Eropa dalam
Regweda – seperti unta, sawi, dan keledai – diduga berasal dari bahasa Asia Tengah yang hilang. Pembagian linguistik memberikan indikasi yang jelas, kata Michael Witzel, bahwa orang-orang yang berbahasa Sanskerta
Regweda telah mengetahui dan berinteraksi dengan penutur Munda dan Dravida.
Naskah paling awal disusun di wilayah barat laut anak benua India, dan teks-teks berikutnya yang lebih filosofis kemungkinan besar disusun di atau di sekitar wilayah yang saat ini adalah negara bagian Haryana.
Pelestarian
Teks ini dalam bentuk yang terlestarikan, digubah pada masa Zaman Besi (antara abad ke-9SM sampai abad ke-7SM). Teks yang sudah terikat ini dilestarikan selama lebih dari 1000 tahun hanya oleh tradisi lisan saja dan kemungkinan besar tidak dituliskan sampai pada masa Gupta. Teks ini terlestarikan pada dua cabang atau śākhā utama (maksudnya tradisi atau mazhab) yaitu Śākala dan Bāṣkala. Ditilik dari usianya yang sudah sangat sepuh, cukup mencengangkan bahwa teks ini cukup baik terlestarikan dan tidak terdapatkan korupsi yang berarti. Masih berhubungan dengan Śākala adalah Aitareya-Brahmana. Yang termasuk Bāṣkala ialah Khilani dan Kausitaki-Brahmana berhubungan dengannya.
Kompilasi atau ini redaksi ini meliputi tata aturan dalam kitab-kitab ini termasuk perubahan ortoepik, seperti pemadanan sandhi (disebut oleh Oldenberg sebagai orthoepische Diaskeunase). Hal-hal ini terjadi beberapa abad setelah penggubahan himne-himne tertua, kurang lebih sama waktunya dengan redaksi Weda lainnya.
Dari masa pengubahannya sampai sekarang, teks ini diturunkan dalam dua versi yang berbeda, yaitu: versi Samhitapatha yang memuat semua penerapan hukum sandhi Sanskerta. Versi inilah yang dipakai untuk mengaji atau resitasi. Sedangkan pada versi Padapatha semua kata-kata di... dalam bentuk pausa-nya (jadi tanpa penerapan hukum sandhi) dan dipakai sebagai sarana penghafalan. Seolah-olah Padapatha merupakan kitab komentar terhadap kitab Samhitapatha. Teks asli ini direkonstruksikan berdasarkan alasan-alasan yang sesuai dengan kaidah metrum (maksudnya "orisinal" dalam arti bahwa ini mencoba untuk mencapai apa yang telah dilestarikan oleh para Resi) dan hasilnya terletak di antara kedua versi ini, namun lebih dekat kepada Samhitapada.
Struktur
Sama seperti Pustaka Weda lainnya,
Regweda juga mempunyai struktur 4 bagian yaitu Saṃhitā, Brāhmaṇa, Āraṇyaka, dan Upaniṣad. Setiap bagian tersebut merupakan golongan sastra yang berbeda tapi Saṃhitā menonjol sebagai teks yang paling sakral:
Saṃhitā: Saṃhitā
Regweda adalah bagian Weda yang paling kuno, ia berisi mantra yang juga disebut himne. Saṃhitā
Regweda terdiri dari 10 bagian yang disebut mandala. Himne Penciptaan Nāsadīya Sūkta yang terkenal terletak di mandala ke-10
Regweda (10:129) — himne ini berkaitan dengan kosmologi dan asal usul alam semesta. Sebagian orang menganggap Saṃhitā sebagai
Regweda itu sendiri dan 3 bagian lainnya sebagai hanya sekadar komentar.
Brāhmaṇa: Teks Brahmana memberikan penjelasan Brahmanis dalam bentuk prosa tentang ritual Weda dan simbolisme Saṃhitā. Ada 2 teks Brāhmaṇa terkait dengan Rigweda.
Āraṇyaka : Risalah "hutan", berfungsi sebagai penghubung antara Brāhmaṇa dan Upaniṣad, membahas konsep metafisika. Ada 2 teks Āraṇyaka terkait dengan Rigweda.
Upaniṣad : Teks-teks ini membahas spiritualitas dan filsafat abstrak. Upaṇiṣad adalah bagian terakhir dari Weda dan merupakan teks dasar filsafat Hindu yang dikenal sebagai Vedānta. Ada 10 Upaniṣad yang terkait dengan
Regweda.
Upanisad terkait dengan Regweda
Aitareya Upaniṣad
Akṣa Mālikā Upaniṣad
Ātma-Bodha Upaniṣad
Bāhvṛca Upaniṣad
Kauṣītaki Upaniṣad
Muṇḍaka Upaniṣad
Nāda Bindu Upaniṣad
Nirvāṇa Upaniṣad
Saubhāgya Lakṣmī Upaniṣad
Tripurā Upaniṣad
Dua Upaniṣad paling utama yang terkait dengan
Regweda adalah Aitareya Upaniṣad dan Kauṣītaki Upaniṣad.
= Ātma-Bodha Upaniṣad
=
Ātma-Bodha Upaniṣad adalah kumpulan pemujaan, afirmasi dan pernyataan yang membimbing para pencari spiritual menuju mokṣa. Konsepnya utama adalah kesadaran diri untuk mengalahkan tirai ilusi Māyā.
Ātma-Bodha Upaniṣad terdiri dari dua bagian:
Dimulai dengan pemujaan kepada Dewa Wisnu, Upaniṣad ini menyebut gelar-gelar-Nya seperti Nārāyaṇa, Brāhmaṇya, Madhusūdana, Puṇḍarīkākṣa, dan Acyuta. Ayat I-4-5 menekankan bahwa Dewa Wisnu bersemayam dalam setiap makhluk dan bahwa siapa pun yang bermeditasi pada-Nya akan memperoleh non-dualitas dan menghilangkan rasa takut: "Dia yang meditasi pada Nārāyaṇa yang tunggal yang terpendam pada semua makhluk, yang adalah Puruṣa penyebab, yang tanpa sebab, yang adalah Parabrahman, Om, yang tanpa penderitaan dan delusi dan yang menempati segala sesuatu — orang itu tidak pernah mengalami penderitaan. Dari dual, dia menjadi non-dual yang tanpa rasa takut." Pada ayat I-6 dinyatakan bahwa Brahman adalah segala sesuatu.
Di bagian kedua, Brahman diuraikan identitas dan aspek-aspeknya sendiri secara lebih spesifik. Ayat II-1: "Aku tanpa Māyā. Aku tanpa tandingan. Aku sendiri bersifat kebijaksanaan. Aku tanpa Ahaṁkāra (ke-aku-an). Aku tanpa perbedaan antara alam semesta, Jīva dan Īśvara."
Terjemahan
Regveda telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa di dunia, dan berikut ini adalah beberapa diantaranya:
Bahasa Latin: F. Rosen, Rigvedae specimen, London, 1830
Bahasa Prancis: A. Langlois, Paris 1948-51 ISBN 2-7200-1029-4
Bahasa Inggris: Ralph T.H. Griffith, Hymns of the Rig Veda (1896)
Bahasa Jerman: Karl Friedrich Geldner, Der Rig-Veda: Aus dem Sanskrit ins Deutsche übersetzt Harvard Oriental Studies, vols. 33, 34, 35 (1951), reprint Harvard University Press (2003) ISBN 0-674-01226-7
Bahasa Rusia: Tatyana Ya. Elizarenkova, Nauka, Moscow 1989-1999.
Bahasa Hungaria (Partial): Laszlo Forizs, Rigvéda - Teremtéshimnuszok (Creation Hymns of the Rig-Veda), Budapest, 1995 ISBN 963-85349-1-5 Hymns of the Rig-Veda in Hungarian Diarsipkan 2006-09-26 di Wayback Machine.
Catatan kaki
Referensi
Daftar pustaka
Pranala luar
Regweda di sacred-texts.com
ITRANS, Dewanagari, transliterasi daring dan PDF, beberapa versi disusun oleh Detlef Eichler
Transliterasi dan restorasi metrum Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine. teks, di Pusat Riset Linguistik: Universitas Texas
The Hymns of the Rigveda, Editio Princeps oleh Friedrich Max Müller (pindaian buku dalam format PDF). Dua edisi: London, 1877 (Samhita dan Pada) dan Oxford, 1890–92, dengan komentar Sayana
Karya oleh/tentang
Regweda di Internet Archive (pencarian dioptimalkan untuk situs non-Beta)
Kamus
Kamus
Regweda oleh Hermann Grassmann (basis data daring, uni-koeln.de)