Rumah Gadang Kerajaan Koto Besar adalah
Rumah adat tradisional Minangkabau yang dimiliki oleh
Kerajaan Koto Besar.
Rumah Gadang ini berlokasi di Nagari
Koto Besar, Kecamatan
Koto Besar, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat.
Rumah Gadang ini saat ini merupakan sebuah situs cagar budaya yang ada di Kabupaten Dharmasraya.
Rumah Gadang ini dibangun pada masa
Kerajaan Pagaruyung dimana banyak terdapat
Kerajaan-
Kerajaan kecil pada waktu itu yang berada di bawah naungan dari
Kerajaan Pagaruyung.
Lokasi
Rumah Gadang Kerajaan Koto Besar ini berada di Jorong
Koto Besar, Nagari
Koto Besar, Kecamatan
Koto Besar, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Lokasi bangunan tersebut berjarak lebih kurang 30 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Dharmasraya yang berda di Pulau Punjung. Bangunan ini terletak tidak jauh dari jalan utama
Koto Besar sehingga untuk menuju ke
Rumah Gadang tersebut bisa dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat. Secara geografis atau bentangan alamnya,
Rumah Gadang ini berada di dekat pemukiman penduduk dengan bentangan lahan datar. Secara umum topografi tanah di Kabupaten Dharmasraya terdiri atas tiga bagian yaitunya berbukit- bukit, bergelombang, dan datar dengan variasi ketinggian dari 100 meter - 1.500 meter di atas permukaan laut.
Sejarah
Rumah Gadang ini berdiri dilatarbelakangi dengan berdirinya sebuah
Kerajaan yang bernama
Kerajaan Koto Besar.
Kerajaan ini sudah ada semenjak akhir abad ke 17 masehi. Kerjaan ini berdiri di bekas wilayah
Kerajaan Melayu Dharmasraya. Selain
Koto Besar, terdapat beberapa
Kerajaan kecil lainnya di wilayah Dharmasraya yaitunya
Kerajaan Siguntur,
Kerajaan Sitiung dan
Kerajaan Padang Laweh. Tiga kerjaan tersebut berdiri di pinggiran sungai batang hari sedangkan
Kerajaan Koto Besar berada di daerah yang tidak berpusat di pinggiran sungai batang hari. Lokasi dari bedirinya
Kerajaan-
Kerajaan tersebut disebut daerah rantau dalam konsep Minangkabau.
Kerajaan-kerjaan yang berada di daerah rantau tersebut memiliki hubungan kekerabatan dengan
Kerajaan Pagaruyung.
Kerajaan Koto Besar merupakan salah satu
Kerajaan yang merupakan bagian dari
Kerajaan Pagaruyung.
Berdirinya
Kerajaan Koto Besar didahului peristiwa sumpah terlarang. Ketika adik dari Raja Pagaruyung kala itu, Sutan Sari Alam Yang Dipertuan Jati, Puti Reno Langguak, mengalami penyakit kusta. Tak ingin menular ke anggota
Kerajaan lain, maka Puti Reno Langguak diasingkan ke tepian sungai Lubuak Tajunjuang, tak jauh dari istana
Kerajaan Pagaruyung. Awal pengasingan, katanya, dia diperhatikan pihak
Kerajaan dengan membesuk setiap saat. Namun, lambat laun, intensitas kunjungan semakin menurun.Lama kelamaan, Puti semakin merasakan kurangnya simpati dari anggota keluarga. Pada akhirnya, Merasa tersisih Puti Reno Langguak meninggalkan tempat pengasingan dan berjalan kaki menelusuri nagari-nagari, dengan tujuan yang belum jelas. Kepergian Puti Reno Langguak didampingi langsung oleh empat penghulu internal
Kerajaan Pagaruyung, yakni Datuak Rajo Lelo, Datuak Rajo Sailan, Datuak Sampono, dan Datuak Rajo Mangkuto Alam.
Dalam perjalanannya, Puti banyak singgah di nagari-nagari yang dilewati. Setiap persinggahan, dia selalu ditanya dari mana asalnya oleh penduduk setempat.Puti mengatakan ia berasal dari keluarga
Kerajaan Pagaruyung. Mendengar hal itu, banyak yang berempati, lalu mengikuti dia ke mana pun melangkah, Setelah cukup banyak pengikut, akhirnya rombongan Puti berhenti di sekitar Nagari
Koto Besar sekarang. Di sana mereka manaruko, membuka kampung, untuk menjadikan permukiman tetap. Lambat laun mereka berkembang biak, dan seiring itu pula penyakit kusta Puti berangsur pulih. Lalu didirikanlah
Kerajaan di
Koto Besar. Setelah mendirikan
Kerajaan, Puti pun langsung memegang takhta. Tidak hanya itu,
Kerajaan tersebut mendapat pengakuan dari
Kerajaan-
Kerajaan sekitar. Keberadaan
Kerajaan ini tercium bagi Pagaruyung.
Mengetahui Puti telah sehat dan juga sudah mendirikan
Kerajaan mendatangi
Koto Besar untuk mengajak Puti untuk pulang ke Pagaruyung.Namun Puti tidak mau pulang. Meski terus dibujuk, Puti tetap tak mau pulang. Lantaran habis kesabaran, tukas Dalpewan, Tuanku Sari Alam mengeluarkan sumpah, jika pihak Puti hingga keturunannya yang perempuan mengunjungi Pagaruyung, maka akan mengalami sakit perut yang berujung kematian. Mendapat sumpah itu, sambung Dalpewan, Puti membalas dengan isi sumpah yang nyaris sama. Dia membaca panji sumpah, kalau pihak Raja hingga keturunannya yang laki-laki mengunjungi
Koto Besar juga akan mati dengan diawali sakit perut. Sumpah itu disaksikan oleh 4 datuak.Persumpahan tersebut, diaksikan urang tuo datuak 16 dari
Kerajaan Koto Besar pada kala itu.
Dari segi sejarah disebutkan bahwa daerah ini pada masa-masa
Kerajaan Pagaruyung awal masih merupakan hutan belantara dan belum ada manusia yang tinggal di situ. Kemudian salah seorang tokoh
Kerajaan Pagaruyung karena sesuatu hal meninggalkan
Kerajaan dan berkelana sampai ke daerah
Koto Besar ini. Tokoh tersebut bernama Puti Langguk dan di daerah yang semula hutan itu didirikanlah sebuah
Rumah, dan Puti Langguklah yang pertama kali menempati
Rumah tersebut. Setelah itu lama kelamaan penduduk daerah ini semakin banyak dan pada akhirnya berdirilah
Kerajaan Koto Besar.
Dengan berdirinya kerjaan
Koto Besar di wilayah Dharmasraya, maka disana hadirlah sebuah pemerintahan yang di pimpin oleh raja.
Kerajaan Kota
Besar yang juga merupakan bahagian dari
Kerajaan pagaruyung tentu memiliki bentuk sistem pemerintahan yang sama. Dari sekian banyak persamaan salah satunya bentuk arsitektur bangunan. Bangunan yang terdapat di kerjaan
Koto Besar tersebut di sebut sebagai
Rumah Gadang Koto Besar.
Rumah Gadang Koto Besar tersebut memiliki bentuk yang sama dengan
Rumah Gadang lainya pada umumnya. Selain itu fungsi dari
Rumah Gadang itu sendiri juga sama dengan fungsi
Rumah Gadang yang terdapat di wilayah Minangkabau yaitunya berfungsi untuk bermusyawarah. Namun, hanya terdapat beberapa perbedaan dari segi bentuk dari
Rumah Gadang tersebut.
Rumah Tuo
Koto Besar, yang juga disebut sebagai
Rumah Gadang Koto Besar merupakan
Rumah adat Minangkabau dengan ciri khasnya berupa atap gonjong dan juga berpanggung. Atap
Rumah ini terbuat dari bahan seng bergonjong empat dan bangunan rumahnya sendiri dari bahan kayu, dengan panggung berukuran tinggi kurang lebih 1,35 m dengan tiang berjumlah 15 buah berbentuk segi delapan. Bangunan
Rumah berbentuk empat persegi panjang dengan sebuah pintu dan empat buah jendela di bagian depan. Adapun sisi–sisi yang lain merupakan dinding tertutup. Pada bagian dalam ruangan merupakan ruangan yang terbuka tanpa ada penyekat dinding atau bilik. Secara keseluruhan, luas dari lahan
Rumah Gadang Kerajaan Koto Besat ini adalah 25 meter kali 30 meter, sedangkan luas bangunan dalam hal ini
Rumah Gadang tersebut ialah 8 meter kali 12 meter.
Bangunan
Rumah Gadang ini berada di pemukiman penduduk. Disebelah utara dan selatan dari bangunan ini di batasi oleh
Rumah-
Rumah penduduk dan di sebelah barat dari bangunan ini terdapat lahan atau ladang milik penduduk setempat, kemudian di sebelah timur dari bangunan tersebut terdapat jalan desa
Koto Besar. Bangunan
Rumah Gadang tersebut masih di fungsikan sebagaimana fungsi semestinya yang di pakai pada zaman dahulu, sebab Dari awal berdirinya bangunan, tempat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan mufakat. Tradisi ini masih dipertahankan sampai dengan sekarang.
Rumah Gadang Kerajaan Koto Besar ini dimiliki oleh suku caniago. Datuak sekaligus raja dari
Koto Besar ini menjadi pimpinan pengelolaan
Rumah Gadang tersebut. Saat ini, selain
Kerajaan Koto Besar,
Rumah Gadang tersebut juga di bantu dan di kelola oleh BPCB Sumbar dan Pemerintah Daerah Kabupaten Dharmasraya.
Pada saat ini yang menjadi raja di
Kerajaan Koto Besar ialah Sutan Riska Tuanku
Kerajaan sekaligus yang mewarisi pucuk pimpinan
Rumah Gadang Kerajaan Koto Besar. Beliau mewarisi gelar Yang di Pertuankan Sri Maharaja Diraja. Sutan Riska melakukan sebuah gebrakan yang tak pernah dilakukan oleh pemangku adat sebelumnya, yaitu menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sempat putus selama ratusan tahun dengan pihak pewaris
Kerajaan Pagaruyung. Penjalinan kembali hubungan kedua pewaris
Kerajaan ini dilakukan melalui upacara “maungkai sumpah, mambukak kabek” atau pencabutan sumpah terlarang antara pendiri
Kerajaan Koto Besar Tuan Puti Langguk dan Raja Pagaruyung kala itu, Sutan Sahih Alam untuk tidak mengunjungi satu sama lain sampai waktu yang tak ditentukan.
Pencabutan sumpah terlarang tersebut, dilakukan pada tanggal 25 Mei 2013 di kediaman pemangku adat
Kerajaan Koto Besar, yang dihadiri oleh pewaris
Kerajaan di kedua belah pihak dan beberapa perwakilan dari pewaris
Kerajaan-
Kerajaan di wilayah adat Minangkabau, seperti Abdul Haris Tuanku Sati dari
Kerajaan Pulau Punjung, Sutan Hendri Tuanku Bagindo Ratu dari
Kerajaan Siguntur, Sutan Alif Tuanku Bagindo Muhammad dari
Kerajaan Padang Laweh. Zulkarnaen Tuanku Rajo Disambah dari
Kerajaan Sungai Pagu, dan Tuanku Rajo Firman dari
Kerajaan Jambu Lipo.
Referensi