Wangas
Nabhani (bahasa Arab: أسرة بني نبهان terj. har. 'usrat banī nabhān') adalah nama
Wangsa atau dinasti pemimpin/sultan di Oman pada 1154 hingga 1624. Kekuasaan
Wangsa ini berakhir ketika
Wangsa Yaruba mengambil alih kekuasaan. Salah satu peninggalan mereka adalah Benteng Bahla, sebuah kompleks yang dibangun dengan batu bata di atas pondasi bebatuan yang terdaftar sebagai situs warisan UNESCO.
Latar belakang
Setelah masa-masa awal Islam, suku-suku di pedalaman Oman dipimpin oleh Imam, yang menjadi pemimpin spiritual dan penguasa sementara. Cabang Bani Yahmad dari Suku Azd mendapatkan kekuasaan pada abad ke-9. Mereka membentuk sistem dimana ulama dari Bani Sama, suku Nizari terbesar di pedalaman, untuk memilih Imam. Kekuasaan para imam kemudian menurun karena perebutan kekuasaan. Pada abad ke-11 dan ke-12, Oman dikuasai oleh Kekaisaran Seljuk. Mereka kemudian diusir pada tahun 1154, ketika
Wangsa Nabhani meraih kekuasaan.
Kepemimpinan
Kemenyan kualitas terbaik adalah produk yang mahal pada Abad Pertengahan. Dhofar di pedalaman bagian selatan Oman adalah salah satu produsennya. Bani Nabhan menguasai jalur perdagangan kemenyan di darat ke utara menuju Bahrain, Bagdad, dan Damaskus melalui Sohar dan Oase Yabrin. Muhammad al-Fallah dari banu Nabhan kemudian menghimpun kekuatan pada tahun 1151 dan mengambil kontrol kawasan pada tahun 1154. Dia meninggal dunia pada 1176.
Gelar pemimpin wangasa ini adalah muluk atau malik atau yang berarti raja. Gelar Imam yang sebelumnya mempunyai hak istimewa kemudian diturunkan hanya sebagai simbol saja. Para imam kehilangan otoritas mereka atas kontrol di pemerintahan dan sosial setelah gelar tersebut hanya dianggap sebagai properti suku yang dominan pada waktu itu. Menurut sejarawan, Sirhan bin Said, tidak ada orang menggunakan gelar imam setelah Imam Musa bin Abu Ja'afar dan Imam Hubais bin Muhammad meninggal dunia, beruturut-turut pada tahun 1153 dan 1406.
Bani Nabhan menetapkan pusat pemerintahan mereka di Bahla. Benteng Bahla sebelumnya disebut Hisn Tammah, yang namanya diambil dari pemimpin Iran di kota tersebut pada periode sebelum Islam. Terdapat beberapa struktur bangunan yang dibangun di masa sebelum Islam, tetapi sebagian besar bangunan dibangun pada masa
Nabhani. Masjid benteng diperkirakan dibangun pada abad ke-14. Bagian benteng terbaru dibangun pada abad ke-16. Benteng ini adalah tempat Bani
Nabhani saat masa kejayaan mereka.
Dokumentasi mengenai Bani
Nabhani sangat minim. Diyakini,
Nabhani hanya menguasai kawasan pedalaman Oman dan di beberapa waktu juga menguasai kawasan pesisir pantai. Kawasan Oman pernah diserang oleh orang-orang Persia dan pada satu waktu tertentu, kawasan pesisir dikuasai oleh Kerajaan Hormuz. Bani Nabhan tetap dominan diantara suku-suku lainnya hingga akhir abad ke-15. Pemimpin
Nabhani pernah berkunjung ke Ethiopia, Zanzibar, Kepulauan Lamu atau yang sekarang bagian Kenya, dan Persia.
Wangsa al-
Nabhani dari Pulau Pate di Kepulauan Lamu mengklaim sebagai keturunan dari Oman, Aqueel Bin Nabhan.
Keruntuhan
Pemimpin-pemimpin Bani
Nabhani didapatkan dengan diwarisi sultan sebelumnya, sementara seorang imam dipilih melalui pemilihan. Para imam terus mendapat kekuasaan. Pemimpin
Nabhani, Suleiman bin Mudhafar, dilengsekran oleh seorang imam bernama Muhammad bin Ismail (1500–1529). Meskipun begitu, Bani
Nabhani tetap mempunyai kekuasaan di kawasan Bahla.
Pada tahun 1507, Portugis mengambil alih kota pesisir, Muscat dan mendapatkan kekuasaan di sepanjang pesisir pantai hingga Sohar di utara dan Sur di tenggara secara bertahap. Para sejarawan Oman mencatat bahwa Benteng Bahla dihancurkan sebelum
Wangsa yaruba mengambil alih kekuasaan di Oman. Meskipun begitu, bagian struktur tetap tersisa dan masih digunakan pada konstruksi berikutnya.
Pada tahun 1624, Nasir bin Murshid dari Yaruba mengambil alih kekuasaan Oman.
Tahun-tahun setelahnya
Wangsa Nabhani masih mempertahankan kekuasaannya pada awal pembentukan negara oleh Yarubi dengan membentuk keemiran di Jabal al-Akhdar (di pedalaman Oman). Pada awal abad ketujuh belas, loyalitas
Nabhani berpindah dari sebelumnya kepada Bani Rwahah menjadi Bani Riyam. Mereka menjadi tamimah dari Bani Riyam dan kepangeranan di Jabal al-Akhdar.
Nabhani selamat dari kekalahan perang di Jabal Akhdar pada tahun 1956. Pada waktu itu, Syekh (pemimpin) Bani Riyam adalah Suleiman bin Himyar Al-
Nabhani, pemimpin di Jabal Akhdar dan keturunan dari
Wangsa Nabhani. Setelah perang, Suleiman bin Himyar melarikan diri ke Arab Saudi dimana dia akan tinggal hingga 28 November 1996 dan kembali ke Oman. Dia meninggal dunia pada 7 Mei 1998. Sebagian besar saudaranya tetap tinggal di Muscat, ibu kota Oman.
Meskipun Yaruba memimpin dengan gelar Imam, karena mereka juga keturunan dari sultan-sultan
Nabhani, mereka sejatinya tetap menjadi sultan dan mewariskan gelar imam seperti sultan. Tradisi tersebut sebenarnya kontradiksi dengan tradisi-tradisi terdahulu dimana imam seharusnya dipilih dari ahl al-hal wal ‘aqd, atau secara harfiah berarti "mereka yang melonggarkan dan mengikat". Para ahl al-hal wal ‘aqd adalah orang-orang yang terbukti mempunyai riwayat baik dan berpengetahuan luas.
Daftar pemimpin
Catatan dan referensi
Catatan
Referensi