Yayasan Lontar adalah organisasi independen dan nirlaba yang berkedudukan di Jakarta, Indonesia. Tujuan utama
Lontar adalah untuk mempromosikan sastra dan budaya Indonesia melalui penerjemahan karya-karya sastra Indonesia dengan sasaran membangkitkan pertumbuhan dan perkembangan sastra Indonesia agar meningkat secara pesat, menjadikan karya-karya sastra Indonesia dapat diakses oleh khalayak internasional, dan mengabadikan dokumentasi sastra Indonesia bagi generasi mendatang
Sebelum
Yayasan Lontar didirikan, pada tahun 1987, hampir tidak ditemukan hasil karya terjemahan sastra Indonesia di pasar dunia. Bahkan lebih dari dua dekade,
Yayasan Lontar masih merupakan satu-satunya organisasi di dunia yang fokus utamanya mempromosikan Indonesia melalui penerjemahan karya-karya sastra. Dua program utama
Yayasan Lontar adalah penerbitan serta riset dan dokumentasi.
Program Penerbitan
Yayasan Lontar memiliki tiga nama penerbitan:
Lontar, Godown, dan Amanah, yang masing-masing memiliki kekhususan sebagai berikut
Lontar: Buku-buku yang diterbitkan oleh di bawah nama
Lontar terutama adalah terjemahan sastra Indonesia. Judul-judul non-sastra terpilih mungkin pula dapat dipertimbangkan diterbitkan di bawah naungan nama
Lontar, terutama judul-judul yang dinilai berharga dalam peningkatan pengetahuan mengenai bahasa, sastra dan budaya Indonesia.
Amanah: Divisi ini menerbitkan buku-buku
Yayasan Lontar yang berbahasa Indonesia, umumnya buku-buku yang telah dikumpulkan
Yayasan Lontar dalam perjalanannya mengembangkan penerbitan berbahasa Inggris.
Godown: secara khusus menerbitkan buku-buku mengenai Indonesia yang bahasa aslinya ditulis dalam bahasa Inggris. Tulisan tersebut dapat berupa puisi, prosa, memoar, atau genre sastra lainnya. Melalui Godown,
Lontar menyediakan sebuah wahana bagi publikasi karya-karya bagus yang diminati oleh kalangan Indonesianis yang mungkin tidak bisa dipertimbangkan penerbitannya oleh penerbit-penerbit komersial.
Dalam pemilihan naskah yang akan diterbitkan,
Lontar mempertimbangkan untuk jangka panjang, dengan memilih teks-teks yang mungkin telah atau akan memiliki nilai penting dalam sejarah dan secara khusus, sejarah sastra Indonesia. Selain itu,
Lontar berharap dapat memperlihatkan sifat multi-faset dari budaya Indonesia melalui buku-buku yang diterbitkannya.
Adapun, program-program Divisi Penerbitan antara lain:
= Seri The Modern Library of Indonesia
=
Seri terjemahan karya sastra Indonesia yang dianggap baik dan penting. Beberapa karya yang sudah terbit:
Never the Twain, terjemahan novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis
Shackles, terjemahan novel Belenggu karya Armijn Pane
The Fall and the Heart, terjemahan novel Kedjatuhan dan Hati karya S. Rukiah
Mirah of Banda, terjemahan novel Mirah dari Banda karya Hanna Rambe
Family Room, terjemahan kumpulan cerita pendek karya Lily Yulianti Farid
And the War is Over, terjemahan novel Dan Perang pun Usai karya Ismail Marahimin
The Pilgrim, terjemahan novel Ziarah karya Iwan Simatupang
Sitti Nurbaya, terjemahan novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli
Telegram, terjemahan novel Telegram karya Putu Wijaya
Supernova, terjemahan novel Supernova karya Dewi Lestari
Earth Dance, terjemahan novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini
Program riset dan dokumentasi
Berikut ini beberapa proyek yang telah dilakukan divisi Riset dan Dokumentasi:
Illuminations: Dokumentasi Tradisi Tulis di Indonesia
On the Record: Dokumentasi Tradisi Seni Pertunjukan Nusantara
On the Record: Video Biografi Sastrawan Indonesia
Old Postcards, "Former Points of View": Sejarah Indonesia dalam Kartu Pos
The New Order: Issues, Images, and Incidents: Orde Baru dalam ulasan peristiwa dan gambar
Historical Memory: Dampak Peristiwa Tahun 1965
Satu Abad Drama Indonesia
Adapun beberapa proyek yang sedang dalam tahap pengerjaan adalah:
Paket Pendidikan Seni Pertunjukan Wayang Kulit
"Old Hands"
Satu Abad Puisi Indonesia
= Illuminations: Dokumentasi Tradisi Tulis di Indonesia
=
Pada 1991
Yayasan Lontar melakukan survei di perpustakaan-perpustakaan utama dunia yang memiliki arsip manuskrip-manuskrip Nusantara. Hampir 1000 bentuk manuskrip Indonesia berhasil dilacak pada waktu itu.
Yayasan Lontar juga mengumpulkan esai-esai hasil karya para ahli atau peneliti dari dalam dan luar negeri mengenai tradisi tulis di Indonesia. Puncak kegiatan proyek ini adalah penerbitan buku berjudul Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia.
Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia disusun dan disunting oleh Ann Kumar dan John H.McGlynn, berisi kumpulan esai dan foto-foto manuskrip Nusantara yang berasal dari koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Kontributor esai pada buku ini adalah: Mastini Hardjoprakoso, Thomas M. Hunter Jr., Supomo Suryohudoyo, A.H. Johns, Henry Chambert Loir, Ian Proudfoot, Virginia Hooker, Mark Durie, Annabel Teh Gallop, Edi S. Ekadjati, Raechelle Rubinstein, Th. C. van der Meij, T.E. Behrend, Bernard Arps, Roger Tol, Uli Kozok, Alan Feinstein.
Adapun materi yang dimuat dalam buku tersebut adalah:
Ancient Beginnings: The Spread of Indic Scripts
The Sovereignty of Beauty: Classical Javanese Writings
In the language of the Divine: The Contribution of Arabic
Mediating Time and Space: The Malay Writing Tradition
Poetry and Worship: Manuscripts from Aceh
Cultural Plurality: The Sundanese of West Java
Leaves of Palm: Balinese
Lontar
Outpost of Traditions: The Island of Lombok
Textual Gateways: The Javanese Manuscript Tradition
A Legacy of Two Homelands: Chinese Manuscript Literature
A Separate Empire: Writings of South Sulawesi
Bark, Bones, and Bamboo: Batak Traditions of Sumatra
Ancient Links: The Mystery of South Sumatra
The Decline of the Manuscript Tradition
The Preservation of Manuscripts in Indonesia
= On the Record: Dokumentasi Tradisi Seni Pertunjukan Nusantara
=
Tradisi lisan dalam sejarah Nusantara tidak sekadar merupakan media penuturan, melainkan bagian penting dari pewarisan sebuah budaya dan kearifan lokal kepada generasi berikutnya, terutama ketika budaya tulis belum ada.Namun karena penuturan tradisi lisan melibatkan ekspresi yang unik dan tidak beraturan (manasuka), keberlangsungannya bergantung pada kemauan para praktisinya untuk meneruskannya. Hampir tidak dapat dihindarkan, perubahan sosial di Indonesia yang sangat cepat selama beberapa dekade terakhir, telah menyebabkan beberapa akar tradisi, termasuk tradisi lisan di berbagai kelompok etnik telah tercerabut paksa. Dasar ritual dan sosial tradisi-tradisi lisan telah sangat dilemahkan dan, ketika para penutur epik lisan dan nyanyian ritual semakin langka, pengetahuannya akan lenyap tanpa bekas.
Yayasan Lontar melakukan riset dan dokumentasi visual beberapa tradisi tersebut, antara lain:
Amarasi (Nusa Tenggara Timur)
Badenda (Sulawesi Tenggara)
Bati-Bati (Sulawesi Selatan)
Bonet (Nusa Tenggara Timur, Timor)
Cepung (Nusa Tenggara Barat, Sumbawa Besar)
Dade Ndate (Sulawesi Tengah)
Dalang Jemblung (Jawa Timur)
Didong, 1 (Aceh)
Didong, 2 (Aceh)
Dul Muluk & Seloko (Sumatera Selatan, Jambi)
Hikayat Betawi (Jakarta, Betawi)
Janaka Sunda (Jawa Barat, Sunda)
Kentrung (Jawa Timur)
Maengket & Kolintang (Sulawesi Utara, Manado)
Mak Yong (Riau)
Mamanda (Kalimantan Timur)
Mendu (Kalimantan Barat)
Mocoan Pacul Goang (Jawa Timur)
Pantun Sunda (Jawa Barat, Sunda)
Perkolong-kolong (Sumatera Utara, Batak)
Rebab Pariaman, (Sumatera Barat, Minangkabau)
Sakeco (Nusa Tenggara, Sumbawa Besar)
Shalawat Dulang (Sumatera Barat)
Sinrilik (Sulawesi Selatan, Makasar)
Takna Lawé (Kalimantan, Dayak-Kayan)
Tan Bentan (Sumatera Barat, Minangkabau)
Wayang Babad (Bali)
Wayang Gremeng (Jawa Tengah)
Wayang Kulit Luk-Luk (Bali)
Wayang Kulit Klasik (Jawa Tengah) *)
Wayang Kulit Garapan (Jawa Tengah) *)
Wayang Kulit Padat (Jawa Tengah) *)
Wor (Papua, Biak)
= On the Record: Video Biografi Sastrawan Indonesia
=
Dalam usaha memperkenalkan sastra Indonesia dan para penciptanya,
Yayasan Lontar memproduksi 24 buah film mengenai para penulis Indonesia. Film-film tersebut menawarkan kepada pemirsa suatu pandangan langsung kepada pribadi-pribadi di balik buku-buku yang mereka tulis. Pemirsa dapat mendengar secara langsung mengenai kenangan-kenangan masa lalu dan pikiran-pikiran mereka. Setiap film disunting menjadi berdurasi sekitar 24 menit. Detail lebih lengkap tersimpan di arsip Perpustakaan Digital
Lontar.
Para penulis yang telah didokumentasikan adalah:
A.A. Navis
Achdiat K. Mihardja
Agam Wispi
Ahmad Tohari
Danarto
Darmanto Jatman
Gerson Poyk
Goenawan Mohamad
H.B. Jassin
Hanna Rambe
Kuntowijoyo
Nh. Dini
Pramoedya Ananta Toer
Putu Oka Sukanta
Ramadhan K.H.
Rendra
Sapardi Djoko Damono
Selasih
Sitor Situmorang
Soeman Hasibuan
Sutan Takdir Alisjahbana
Taufiq Ismail
Toeti Heraty
Umar Kayam
= Old Postcards, “Former Points of View”: Sejarah Indonesia dalam Kartu Pos
=
Memperingati setengah abad kemerdekaan Indonesia, pada 1995
Yayasan Lontar menerbitkan buku ''Former Points of View: Postcards & Literary Passages from Pre-Independence Indonesia''. Buku tersebut berisi 1067 kartu pos hasil riset dan dokumentasi tentang gambaran kehidupan masyarakat Indonesia pra kemerdekaan: tradisi musik, tarian, seni kriya; upacara pemakaman atau perayaan keagamaan tahunan; hingga aspek kehidupan sehari-hari seperti gambaran para pedagang dan tukang kredit barang yang pada masa itu menyebar hingga ke pelosok-pelosok. Buku tersebut disusun oleh Stephen Grant.
= The New Order: Issues, Images, and Incidents: Orde Baru dalam ulasan peristiwa dan gambar
=
Pada bulan Mei 1998, Presiden Soeharto, secara tiba-tiba lengser keprabon (mengundurkan diri dari tampuk kekuasaan) setelah berkuasa selama lebih dari tiga puluh tahun. Pada saat itu Indonesia sedang dilanda krisis politik dan ekonomi yang sangat parah.
Selama era pemerintahan Soeharto, Indonesia tumbuh dari negara yang dianggap paria oleh negara-negara Barat menjadi apa yang disangka sebagai sebuah keberhasilan uji coba perencanaan pembangunan nasional. Di balik pesona kemajuan kebebasan demokrasi dan pembangunan infrastruktur tersebut, penindasan merajalela, nepotisme terang-terangan dan sangat mencolok, korupsi mewabah yang, pada saat presiden Indonesia kedua itu mengundurkan diri, mulai muncul di depan mata, mengancam dan merongrong sendi-sendi kehidupan sosial di negeri terbesar keempat di dunia ini.
Sejak 1998-2002,
Yayasan Lontar melakukan riset mengenai berbagai tema utama yang muncul selama era tersebut agar berbagai pelajaran dari sejarah pemerintahan rezim Orde Baru tersebut dapat dipetik. Pada riset tersebut,
Yayasan Lontar mengumpulkan dan menyusun data-data aktual yang diperoleh dari berbagai media massa, wawancara personal, serta diskusi kelompok dengan pengamat politik terkemuka.
Riset tersebut menghasilkan sebuah koleksi yang berisi lebih dari 1500 foto bersejarah yang menggambarkan berbagai peristiwa luar biasa yang terjadi selama rezim Orde Baru, esai yang ditulis oleh lebih dari 50 orang yang terlibat langsung dalam peristiwa tersebut, yang diterbitkan sebagai buku berjudul ''Indonesia in the Soeharto Years: Issues, Incidents, and Images'' (Indonesia pada Masa Soeharto: Isu, Peristiwa, dan Gambar) yang sekarang dipertimbangkan oleh beberapa ahli menjadi salah satu di antara buku-buku terpenting yang mendokumentasikan sejarah era Orde Baru.
Foreword buku tersebut ditulis oleh President Jimmy Carter,Introduction oleh Taufik Abdullah, Preface oleh Goenawan Mohamad, dan Afterword oleh Ignas Kleden. Adapun kontributor essainya antara lain: A.H. Nasution, Ajip Rosidi, Arief Budiman, Arswendo Atmowiloto, Asmara Nababan, Benny Subianto, Chris Siner Key Timu, David Bourchier, Douglas Ramage, Emmy Hafild, Eros Djarot, Feisal Ismail, Gerry van Klinken, H.S. Dillon, Hardoyo, Hermawan Sulistyo, Ignas Kleden, J. Soedradjad Djiwandono, J.R.G. Jopari, João M. Saldanha, Joseph Adi Prasetyo, Joshua Barker, Jusuf Wanandi, Juwono Sudarsono, Kartono Mohamad, Kay Rala Xanana Gusmão, Loren Ryter, Miriam Budiardjo, Moerdiono, Mohamad Sadli, Ong Hok Ham, Pramoedya Ananta Toer, Putu Suasta, R.B. Soehartono, Ridwan Saidi, Sabam Sirait, Saskia Wieringa, Sidney Jones, Sri Soemantri, Tinuk Yampolsky, Ulil Abshar-Abdallah, Yusuf Hasyim.
= Historical Memory: Dampak Peristiwa Tahun 1965
=
Pada 2000-2004 para peneliti yang dikontrak oleh
Yayasan Lontar mewawancarai 145 orang yang kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh berbagai peristiwa pada tahun 1965.
Studi atas ingatan perorangan mengenai suatu peristiwa bersejarah ini menghasilkan beberapa buku, yakni:
Menembus Tirai Asap, sebuah kompilasi wawancara—yang sudah diedit—dengan para mantan tahanan politik;
Menagerie 6, berisi karya sastra para mantan tahanan politik dan penulis eksil yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris;
Di Negeri Orang, sebuah buku berisi kumpulan puisi karya para penyair Indonesia eksil.
= Satu Abad Drama Indonesia
=
Pada tahun 2001,
Yayasan Lontar mulai mengumpulkan naskah drama Indonesia. Ratusan naskah drama dalam rentang satu abad telah dikumpulkan. Dari ratusan naskah tersebut, dewan penyunting serta dewan penasihat memilih 50 naskah drama, yang dianggap mewakili berbagai isu yang beredar dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan telah dipentaskan di atas panggung selama abad ke-20. Lima puluh naskah tersebut disunting dan diterbitkan dalam empat jilid Antologi Drama Indonesia. Sejumlah 34 naskah dipilih untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam 3 jilid The
Lontar Anthology of Indonesian Drama. Keduanya terbit pada 2010.
Antologi Drama Indonesia
Antologi Drama Indonesia Jilid I 1895-1930
Antologi Drama Indonesia Jilid II 1931-1945
Antologi Drama Indonesia Jilid III 1946-1968
Antologi Drama Indonesia Jilid IV 1969-2000
The
Lontar Anthology of Indonesian Drama
The
Lontar Anthology of Indonesian Drama Vol. 1: Plays for Popular Stage
The
Lontar Anthology of Indonesian Drama Vol. 2: Building a National Theater
The
Lontar Anthology of Indonesian Drama Vol. 3: New Directions 1965-1998
Referensi
Yayasan Lontar.
Yayasan Lontar, diakses 11 Oktober 2011.
[1] The
Lontar Foundation
Pranala luar
(Inggris) Situs web resmi