Adaro Energy Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan dan jasa batu bara, energi terbarukan dan tidak terbarukan, utilitas, mineral dan pengolahan mineral serta infrastruktur pendukung yang berkantor pusat di Jakarta. Produk utama perusahaan adalah batu bara dengan nama dagang Envirocoal yang memiliki karakteristik rendah polutan.
Pada tahun 2022, perusahaan ini memproduksi sebanyak 62,88 juta ton batu bara, sehingga menjadikannya perusahaan dengan total produksi batu bara terbesar kedua di
Indonesia. Dalam daftar Top 2000 Global Forbes tahun 2023, perusahaan ini menempati peringkat ke-1.393 di dunia dan peringkat ke- 7 di
Indonesia, serta menjadi salah satu dari dua perusahaan batu bara di
Indonesia yang masuk di dalam daftar tersebut,
Sejarah
= 1970 - 2004
=
Perusahaan ini memulai sejarahnya pada dekade 1970-an saat pemerintah
Indonesia membagi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan menjadi delapan blok batu bara. Enadimsa asal Spanyol kemudian mengajukan tawaran untuk Blok 8 yang terletak di Tabalong. Tidak ada perusahaan lain yang mengajukan tawaran untuk blok tersebut, karena saat itu blok tersebut dianggap terlalu jauh dan kualitas batu baranya rendah. Enadimsa kemudian mendirikan PT
Adaro Indonesia untuk mengelola aktivitas pertambangan batu bara di blok tersebut. Nama
Adaro dipilih oleh Enadimsa untuk menghormati keluarga
Adaro yang berperan penting dalam kegiatan penambangan di Spanyol selama beberapa abad. Pada tahun 1982,
Adaro Indonesia pun meneken Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dengan pemerintah
Indonesia yang berlaku sampai 30 tahun setelah produksi batu bara dimulai.
Adaro Indonesia kemudian melakukan kegiatan penambangan di blok tersebut mulai tahun 1983 hingga 1989, saat sebuah konsorsium yang beranggotakan sejumlah perusahaan asal Australia dan
Indonesia membeli 80% saham
Adaro Indonesia dari Enadimsa. Pada awal dekade 1990-an,
Adaro Indonesia mengadakan studi kelayakan untuk menetapkan dasar pengembangan penambangan. Salah satu hal yang penting adalah menentukan rute transportasi untuk mengangkut batu bara, dan akhirnya diputuskan untuk membangun jalan pengangkutan batu bara sepanjang 80 km di sebelah barat Sungai Barito, bukannya membangun jalan sepanjang 130 km di sebelah timur Adang Bay di pesisir Pulau Kalimantan. Produksi batu bara juga diputuskan untuk dimulai dari Tambang Paringin, karena memiliki nilai panas yang lebih tinggi daripada Tambang Tutupan, dan Tambang Paringin juga memiliki lapisan penutup yang mengandung batu lumpur yang cocok digunakan untuk pembangunan jalan.
Pada bulan Mei 1990,
Adaro Indonesia mulai mendekati sejumlah bank untuk memperoleh pembiayaan sebesar US$28 juta. Namun semua bank yang didekati menolak memberikan pembiayaan, karena jenis batu bara sub-bituminus yang ditambang oleh
Adaro Indonesia belum diperdagangkan secara internasional dengan volume yang signifikan, sementara pasar domestik saat itu masih relatif kecil. Bank juga meragukan kelayakan dari konstruksi jalan angkutan batu bara, karena 27 km dari jalan tersebut melintasi rawa, sehingga cukup memakan biaya. Akhirnya para pemegang saham
Adaro Indonesia hanya meminjam dana sebesar US$20 juta.
Pada bulan September 1990, konstruksi jalan angkutan batu bara pun dimulai dan berhasil diselesaikan dalam waktu sekitar satu tahun. Sementara konstruksi sistem penghancuran, penimbunan stok, dan pemuatan tongkang yang berkapasitas 2 juta ton per tahun di Sungai Kelanis dimulai pada bulan Maret 1991. Pada bulan Maret 1991, Tambang Paringin dengan lapisan tunggal setebal 30 meter dibuka dengan menggunakan jasa kontraktor lokal. Sampel dari batu bara yang berhasil ditambang kemudian dikirim ke Australia untuk menjalani uji pembakaran. Hasilnya baik dan menunjukkan beberapa potensi penggunaan batu bara pada pemanas komersial. Tambang Paringin pun mulai ditambang secara penuh pada bulan Agustus 1991. Pada tahun 1991 juga,
Adaro Indonesia resmi mendaftarkan "Envirocoal" sebagai merek dagangnya untuk produk batu bara dengan kadar abu dan sulfur yang ultra-rendah dan kadar nitrogen yang rendah.
Pemesan pertama dari Envirocoal adalah Krupp Industries asal Jerman. Pesanan sebanyak 68.750 ton tersebut pun dikirim pada tanggal 22 Oktober 1991 dengan menggunakan MV Maersk Tanjong yang memiliki peralatan roda gigi dan pengeruk sendiri. Setelah uji coba lebih lanjut, pengiriman batu bara kembali dilakukan pada tahun 1992 ke beberapa pelanggan potensial. Setelah menyelesaikan pembangunan infrastruktur batu bara dan membentuk basis pelanggan,
Adaro Indonesia pun mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 22 Oktober 1992. Pada tahun 1992 juga,
Adaro Indonesia mulai memproduksi batu bara E5000 dari Tambang Paringin.
= 2005 - sekarang
=
Pada tahun 2005, perusahaan ini resmi mengakuisisi
Adaro Indonesia melalui pembelian terutang sebesar US$923 juta dan ekuitas sebesar US$50 juta. Pada tahun 2008, perusahaan ini resmi melantai di Bursa Efek
Indonesia. Pada tahun 2010, perusahaan ini berekspansi ke luar Kalimantan Selatan dengan mengakuisisi 25% saham proyek IndoMet Coal, suatu perusahaan patungan dengan BHP Billiton yang terletak di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Pada tahun 2011, perusahaan ini berekspansi ke Sumatera Selatan dengan mengakuisisi dua perusahaan batu bara, yakni PT Mustika Indah Permai dan PT Bukit Enim Energi. Pada tahun 2012, perusahaan ini meneken perjanjian opsi untuk mengakuisisi hingga 90% saham PT Bhakti Energi Persada, sebuah perusahaan batu bara asal Kalimantan Timur. Pada tahun 2013, perusahaan ini mengakuisisi PT Semesta Centramas, PT Laskar Semesta Alam, dan PT Paramitha Cipta Sarana yang konsesi tambang batu baranya berada di dekat wilayah operasional
Adaro Indonesia.
Pada bulan Juni 2016, bersama Japan Electric Power Development (J-Power) dan Itochu, perusahaan ini mulai membangun PLTU dengan teknologi ultra-supercritical berkapasitas 2x1000 MW di Batang, Jawa Tengah. Perusahaan inipun menanamkan investasi sebesar US$4,2 milyar pada proyek pembangunan PLTU tersebut. Pada tahun 2016 juga, perusahaan ini menyelesaikan akuisisi terhadap 75% saham proyek IndoMet Coal. Pada tahun 2018, perusahaan ini berekspansi ke luar
Indonesia dengan mengakuisisi tambang batu bara Kestrel di Australia. Pada tahun 2019, melalui PT Tanjung Power
Indonesia, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTU berkapasitas 2x100 MW di Tabalong. Pada kuartal kedua tahun 2020, untuk pertama kalinya, melalui PT.
Adaro Minerals Tbk., perusahaan ini mengirimkan batu bara kokas keras dari Tambang Maruwai ke pelanggan di Jepang.
Direksi
Presiden Direktur: Garibaldi Thohir
Wakil Presiden Direktur: Christian Ariano Rachmat
Direktur: Michael P. Soeryadjaya, Iwan Dewono Budiyuwono, Mohammad Syah Indra Aman, Julius Aslan
Presiden Komisaris: Edwin Soeryadjaya
Wakil Presiden Komisaris: Theodore Permadi Rachmat
Komisaris: Arini Saraswati Subianto, Raden Pardede, Mohammad Effendi
Lihat pula
Daftar perusahaan batu bara
Indonesia
Referensi
Pranala luar
Situs web resmi