Islam di Papua adalah agama minoritas yang dipeluk oleh 14.57% penduduk dari total 4.310.000 penduduk
Papua menurut Kementerian Dalam Negeri Indonesia (2021). Mayoritas umat
Islam tersebut adalah dari non suku asli
Papua (439.337 jiwa, atau 15.51%), sedangkan sisanya adalah dari suku asli
Papua (10.759 jiwa, atau 0.38%).
Pendahuluan
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah
di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan
di Maluku. Berdasarkan cerita populer dari masyarakat
Islam Sorong dan Fakfak, agama
Islam masuk
di Papua sekitar abad ke 15 yang dilalui oleh pedagang–pedagang muslim. Perdagangan antara lain dilakukan oleh para pedagang–pedagang suku Bugis melalui Banda (Maluku Tengah) dan oleh para pedagang Arab dari Ambon yang melalui Seram Timur.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa
Islam Papua diawali oleh 4 kerajaan
Islam (kesultanan) besar Maluku yang disebut Moloku Kie Raha yang berisi kesultanan Jailolo, Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, dan Kesultanan Bacan. Keempat kerajaan tersebut membuat piagam kesiratan untuk membagi daerah rambahan penyebaran agama
Islam. Lambat laun mereka berhasil memperluas hingga tanah
Papua sebelah barat hingga Biak.
Papua sebelah barat (Kepulauan Raja Ampat, Fakfak, Kaimana) menjadi gerbang masuknya
Islam di Tanah
Papua. Hingga beberapa daerah
di Papua disebut daerah jajahan keempat kesultanan tersebut dan ditunjuk raja-raja kecil (sangaji) untuk menjalankan kesultanan, maka dari itu hingga saat ini ada fam mayor, kapitan, sangaji, korano, kamara dan fam lain yang berasal dari jabatan yang kemudian melekat menjadi nama keluarga.
Selain melalui jalur perdagangan,
di daerah Merauke
Islam dikenal melalui perantara orang-orang buangan yang beragama
Islam, yang berasal dari Sumatra, Kalimantan, Maluku dan Jawa. Terdapat istilah yang populer
di Merauke, yaitu "Jamer" (singkatan dari Jawa-Merauke), untuk menyebut orang-orang keturunan Jawa baik yang merupakan keturunan orang-orang yang dipindahkan pada zaman penjajahan Belanda ataupun keturunan penduduk program transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan Indonesia.
Sejarah
Mengenai kedatangan
Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan yang panjang
di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok yaitu mengenai tempat asal kedatangan
Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
Tanah
Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran
Islam di Nusantara, sehingga
Islam di Papua luput dari kajian para sejarawan lokal maupun asing, kedatangan
Islam di tanah
Papua juga masih terjadi silang pendapat
di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja
di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana, dan Teluk Bintuni,
di antara mereka saling mengklaim bahwa
Islam lebih awal datang ke daerahnya.
Penelusuran sejarah awal Islamisasi
di tanah
Papua, setidaknya dapat digali dengan melihat beberapa versi mengenai kedatangan
Islam di tanah
Papua, terdapat 7 teori yaitu:
=
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat
di sebagaian rakyat asli
Papua, khususnya yang berdiam
di wilayah Fakfak, Kaimana, Manokwari dan Raja Ampat (Sorong). Teori ini memandang
Islam bukanlah berasal dari luar
Papua dan bukan
di bawa dan disebarkan oleh Kerajaan Ternate dan Tidore atau pedagang Muslim dan da’I dari Arab, Sumatra, Jawa, maupun Sulawesi. Namun
Islam berasal dari
Papua itu sendiri sejak pulau
Papua diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatakan bahwa agama
Islam telah terdapat
di Papua bersamaan dengan adanya pulau
Papua sendiri, dan mereka meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya Nabi Adam dan Hawa berada
di daratan
Papua.
= Teori Aceh
=
Studi sejarah masukanya
Islam di Fakfak yang dibentuk oleh pemerintah kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa
Islam datang pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh Abdul Ghafar asal Aceh
di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal awal masuknya
Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374 M)
di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan
di makamkan
di belakang masjid kampong Rumbati pada tahun 1374 M.
= Teori Arab
=
Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama
Islam mulai diperkenalkan
di tanah
Papua, yaitu pertamakali
di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab, yang
di perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau
di bangun sekitar tahun 1587.
Selain dari sejarah lisan tadi, dilihat dalam catatan hasil Rumusan Seminar "Sejarah Masuknya
Islam dan Perkembanganya
di Papua" yang dilaksanakan
di Fakfak tanggal 23 Juni 1997, dirumuskan bahwa:
Islam dibawa oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun 1500-an (abad XVI), dan diterima oleh masyarakat
di pesisir pantai selatan
Papua (Fakfak, Sorong dan sekitarnya)
Agama
Islam datang ke
Papua dibawa oleh orang Arab (Mekkah).
= Teori Jawa
=
Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni 1946, menceritakan bahwa orang
Papua yang pertama masuk
Islam adalah Kalawen yang kemudian menikah dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat asal Cirebon. Kalawen setelah masuk
Islam berganti nama menjadi Bayajid, diperkirakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari silsilah keluarga tersebut, maka Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga Arfan yang pertama masuk
Islam.
= Teori Banda
=
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi
di Papua, khususnya
di Fakfak dikembagkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan ke Fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap
di Ambon. Michrob juga mengatakan bahwa cara atau proses islamisasi yang pernah dilakukan oleh dua orang mubaligh dari banda yang bernama Salahuddin dan Jainun, yaitu proses pengislamanya dilakukan dengan cara khitanan, tetapi dibawah ancaman penduduk setempat yaitu jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh tadi akan dibunuh juga, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama
Islam.
= Teori Bacan
=
Kesultanan bacan dimasa sultan Mohammad Al-Bakir lewat piagam kesiratan yang dicanangkan oleh peletak dasar mamlakatul mulukiyah atau moloku kie raha (empat kerajaan Maluku: ternate, tidore, bacan, dan jailolo) lewat walinya ja’far as-shadiq (1250 M), melalui keturunannya keseluruh penjuru negeri menyebarkan syiar
Islam ke Sulawesi, Philipina, Kalimantan, nusa tenggara, Jawa dan
Papua.
Menurut Arnold, raja bacan yang pertama masuk
Islam bernama zainal abiding yang memerintah tahun 1521 M, telah menguasai suku-suku
di Papua serta pulau-pulau disebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati. Kemudian sultan bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke semenanjung onin Fakfak,
di barat laut
Papua pada tahun 1606 M, melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau – pulau tadi memeluk agama
Islam. Meskipun masyarakat pedalaman masih tetap menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama
Islam.
Dari sumber – sumber tertulis maupun lisan serta bukti – bukti peninggalan nama – nama tempat dan keturunan raja bacan yang menjadi raja – raja
Islam di kepulauan raja ampat. Maka diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan
Islam di Papua adalah kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV. Dan kemudian pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan – kerajaan kecil
di kepulauan raja ampat itu.
= Teori Maluku Utara (Ternate-Tidore)
=
Dalam sebuah catatan sejarah kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau sultan
Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar (
Papua ). Setelah tiba
di wilayah pulau Misool, raja ampat, maka sultan ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putra sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi ( Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian
di kawinkan dengan putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan dikepulauan Raja Ampat tersebut adalah kerajaan Salawati, kerajaan Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta dan kerajaan Waigeo. Dari Arab, Aceh, Jawa, Bugis, Makasar, Buton, Banda, Seram, Goram, dan lain – lain.
di peluknya
Islam oleh masyarakat
Papua terutama didaerah pesisir barat pada abad pertengahan XV tidak lepas dari pengaruh kerajaan – kerajaan
Islam di Maluku ( Bacan, Ternate dan Tidore ) yang semakin kuat dan sekaligus kawasan tersebut merupakan jalur perdagangan rempah – rempah ( silk road )
di dunia. Sebagaimana ditulis sumber – sumber barat, Tomé Pires yang pernah mengunjungi nusantara antara tahun 1512-1515 M. dan Antonio Pegafetta yang tiba
di tidore pada tahun 1521 M. mengatakan bahwa
Islam telah berada
di Maluku dan raja yang pertama masuk
Islam 50 tahun yang lalu, berarti antara tahun 1460-1465. Berita tersebut sejalan pula dengan berita Antonio Galvao yang pernah menjadi kepala orang – orang Portugis
di Ternate (1540-1545 M). mengatakan bahwa
Islam telah masuk
di daerah Maluku dimulai 80 atau 90 tahun yang lalu.
Namun kesultanan Tidore hanya sampai
di sekitar Kepulauan Raja Ampat tetapi berhasil meluas sampai ke arah utara dan timur. hal ini dikarenakan saat Armada Honggi yang dikerahkan kesultanan Tidore untuk memungut pajak ke arah Timur
Papua (Biak). Pajak yang diberikan masyarakat Biak membuat adanya hubungan erat antara orang Biak dan Maluku (Tidore). Menurut F.C Kamma apabila masyarakat biak membayar pajak, maka dihadiahi gelar Kerajaan Tidore seperti Sangaji, Dimara, dan Karano.
Proses masuknya
Islam ke Indonesia tidak dilakukan dengan kekerasan atau kekuatan militer. Penyebaran
Islam tersebut dilakukan secara damai dan berangsur-angsur melalui beberapa jalur, diantaranya jalur perdagangan, perkawinan, pendirian lembaga pendidikan pesantren dan lain sebagainya, akan tetapi jalur yang paling utama dalam proses Islamisasi
di nusantara ini melalui jalur perdagangan, dan pada akhirnya melalui jalur damai perdagangan itulah,
Islam kemudian semakin dikenal
di tengah masyarakat
Papua. Kala itu penyebaran
Islam masih relatif terbatas hanya
di sekitar kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya
di tempat-tempat baru itu.
Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai agama
Islam yang ada
di pulau
Papua ini, sebagai berikut:
Terdapat living monument yang berupa makanan
Islam yang dikenal dimasa lampau yang masih bertahan sampai hari ini
di daerah
Papua kuno
di desa Saonek, Lapintol, dan Beo
di distrik Waigeo.
Tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang berupa cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran
Islam di Bumi Cendrawasih.
Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang berada
di beberapa masjid kuno.
di Fakfak,
Papua Barat dapat ditemukan delapan manuskrip kuno brhuruf Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang berbeda-beda, yang terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, yang berupa mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan tangan
di atas kulit kayu dan dirangkai menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa. Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1214 dibawa oleh Syekh Iskandarsyah dari kerajaan Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk melalui Mes, ibukota Teluk Patipi saat itu. Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis
di atas daun koba-koba, Pohon khas
Papua yang mulai langka saat ini. Tulisan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas bentuknya mirip dengan manuskrip yang ditulis
di atas daun lontar yang banyak dijumpai
di wilayah Indonesia Timur.
Masjid Patimburak yang didirikan
di tepi teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama kecil Semempe.
Pengaruh
Islam terhadap penduduk
Papua dalam hal kehidupan sosial budaya memperoleh warna baru.
Islam mengisi suatu aspek budaya mereka, karena sasaran pertama
Islam hanya tertuju kepada soal keimanan dan kebenaran tauhid saja. Oleh karena itu, pada masa dahulu, perkembangan
Islam sangatlah lamban selain disebabkan pada saat itu tidak ada generasi penerus untuk terus mengeksiskan
Islam di pulau
Papua, dan mereka pun tidak memiliki wadah yang bisa menampungnya. Selain itu para raja
di Maluku, Fakfak, dan Kaimana masih membatasi peredaran agama
Islam karena jangkauan saat itu masih susah dicapai.
Namun perkembangan
Islam di Papua mulai berjalan marak dan dinamis sejak berintegrasi dengan Indonesia. Pada saat ini, mulai muncul pergerakan dakwah
Islam, berbagai institusi atau individu-individu penduduk
Papua sendiri atau yang berasal dari luar
Papua yang telah mendorong proses penyebaran
Islam yang cepat
di seluruh kota-kota
di Papua. Hadir pula organisasi keagamaan
Islam di Papua, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, LDII, dan pesantren-pesantren dengan tradisi ahlussunah waljama'ah.
Distribusi geografi
Berikut merupakan sebaran umat
Islam per kota/kabupaten
di Provinsi
Papua.
Catatan
Referensi
Daftar pustaka
Monografi daerah Irian Jaya. Proyek Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Santoso, S Budhi, dkk. Masyarakat terasing Amungme
di Irian Jaya. CV Eka Putra. 1995.
Wanggai, Toni Victor M. Rekonstruksi Sejarah Umat
Islam di Tanah
Papua. Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. 2009.
Pranala luar
http://www.academia.edu/1919376/ISLAM_DAN_PLURALITAS_MASYARAKAT_DUNIA_Glokalisasi_dan_Potret_Dusun_Melayu_Modern_Nanga_Jajang_di_Hulu_Sungai_Kapuas1
(Indonesia) All About
Islam di Indonesia
(Indonesia) Berita Resmi
Papua Barat Diarsipkan 2012-01-30
di Wayback Machine.
(Indonesia) Masjid Saksi Bisu
Islam di Papua