Pulau Jeju (
Jeju-do) adalah
Pulau terbesar di Korea dan terletak di sebelah selatan Semenanjung Korea.
Pulau Jeju adalah satu-satunya provinsi berotonomi khusus Korea Selatan
Terletak di Selat Korea, sebelah barat daya Provinsi Jeolla Selatan, yang dahulunya merupakan satu provinsi sebelum terbagi pada tahun 1946. Ibu kota
Jeju adalah Kota
Jeju (
Jeju-si).
Topografi
Pulau Jeju terbentuk sekitar 2 juta tahun lalu oleh aktivitas vulkanis. Di tengah-tengah
Pulau muncul Hallasan (Gunung Halla), gunung tertinggi di seluruh Korea (1.950 m).
Pulau ini bercuaca hangat sepanjang tahun dan pada musim dingin jarang turun salju, sehingga tanaman-tanaman yang tumbuh di daerah subtropis bisa bertahan hidup.
Pulau Jeju dijuluki Samdado, "
Pulau yang Berlimpah dengan Tiga Hal" yaitu, bebatuan, wanita dan angin. Karena memiliki keindahan alam dan kebudayaan yang unik,
Pulau Jeju adalah salah satu objek wisata paling terkenal di Korea. Dalam catatan sejarah,
Jeju disebut dalam berbagai nama, mulai dari Doi, Dongyeongju, Juho, Tammora, Seomna, Tangna atau Tamra.
Kota pelabuhan terdekat
Jeju dengan daratan utama Korea adalah Mokpo, provinsi Jeolla Selatan. Panjang garis pantai 253 km, luas keseluruhan 1.825 km². Suhu di
Jeju dapat bervariasi, mulai dari tropis sampai subtropis. Suhu rata-rata per tahunnya adalah 14,6 °C dan 4,7° di musim dingin. Keanekaragaman flora yang tumbuh di
Jeju sangat berbeda dengan yang ada di Semenanjung Korea. Karena iklimnya yang baik,
Pulau ini ditumbuhi lebih dari 1.700 jenis tanaman, sehingga
Jeju dijuluki sebagai "
Pulau Botani" karena kekayaan floranya.
Selama berabad-abad, penduduk
Pulau Jeju dijuluki sebagai yukgoyeok (enam jenis pekerja keras) yang merujuk kepada warga yang mengerjakan berbagai pekerjaan sulit dan berat untuk hidup, seperti mencari abalon dan kerang dengan cara menyelam ke dasar laut, membangun pelabuhan, beternak, membuat kapal dan bertani. Seringkali mereka diperas demi membayar upeti kepada penguasa di ibu kota. Bencana alam seperti kekeringan dan angin topan juga sering mengakibatkan gagal panen dan kelaparan yang memakan banyak korban jiwa.
Peristiwa paling kelam dalam sejarah rakyat
Jeju adalah insiden berdarah pada periode pembentukan Republik Korea pada tahun 1948 sampai periode Perang Korea (1950-1953) di mana banyak warganya dibantai karena dianggap sebagai sarang pemberontak atau pengikut komunis. Karena mengalami kehidupan yang keras oleh tekanan penguasa, warga
Jeju dikenal sebagai orang-orang yang tabah dan mampu bertahan dalam situasi yang sulit. Rakyat
Jeju menyatakan tentang kehidupan mereka dengan ungkapan:Kebahagiaan itu kecil seperti butir pasir, sementara kesedihan itu sebesar batu karang
Sejarah
Menurut catatan sejarah Cina kuno, San Guo Zhi, pada abad ke-3 Masehi,
Pulau Jeju adalah sebuah kerajaan independen yang bernama Tamra. Pada saat itu Tamra sudah menjalin hubungan dagang dengan Tiga Negara Han di Semenanjung Korea. Dari abad ke-5 sampai 9, Tamra juga menjalin hubungan dagang dengan kerajaan Goguryeo, Silla, Dinasti Tang dan Jepang. Tahun 1105, Tamra diserap dalam teritori Dinasti Goryeo pada masa pemerintahan Raja Gojong (bertahta 1215-1259) dan namanya diganti menjadi
Jeju ("daerah"). Dengan masuknya
Jeju dalam teritori Goryeo, sumber daya alam
Jeju diperas demi memberi upeti kepada istana sehingga beberapa kali rakyat
Jeju melakukan pemberontakan. Pada tahun 1270, Tiga Polisi Elit (Sambyeolcho) dibantu oleh rakyat
Jeju memberontak pada pemerintahan setempat dan penguasa Mongol, namun berhasil dipatahkan.
Para penguasa Mongol memilih
Jeju sebagai pangkalan untuk menyerbu ke Jepang. Di
Pulau ini mereka menternakkan kuda, membuat kapal perang dan mendirikan kuil Buddha bernama Beobhwasa. Pada periode Dinasti Joseon (1392-1910), kaum penguasa memandang
Jeju sebagai daerah perbatasan. Rakyat di daratan utama umumnya menganggap
Jeju sebagai tempat asing di mana narapidana dibuang atau diasingkan. Pada abad ke-17, Raja Injo bahkan membuat peraturan bahwa rakyat
Jeju dilarang pergi ke daratan utama. Peraturan ini bertahan hampir 200 tahun sampai dihapuskannya pada abad ke-19. Akibatnya, rakyat
Jeju sangat terisolasi dari dunia luar.
Pada saat penjajahan Jepang, rakyat
Jeju menderita kelaparan dan kemiskinan. Banyak di antara mereka pindah ke Osaka pada tahun 1923. Selama periode penjajahan, warga
Jeju berpartisipasi dalam perlawanan terhadap kolonialisme. Perlawanan terbesar terjadi antara tahun 1931-1932 di desa-desa nelayan di Kecamatan Gujwa dan Seongsan oleh para penyelam wanita (haenyeo). Pergerakan ini adalah perlawanan terbesar yang pernah dilakukan oleh wanita di Korea. Namun gerakan ini tidak menemui hasil. Setelah penjajahan berakhir,
Pulau Jeju berada di bawah pengawasan militer Amerika Serikat. Pada peringatan Pergerakan 1 Maret 1919 tahun 1947, terjadi insiden berdarah yang disebabkan oleh penembakan polisi. Warga
Jeju merespon insiden itu dengan mengadakan demonstrasi besar-besaran namun diredam oleh militer Amerika Serikat dengan penangkapan dan pembantaian.
Insiden ini memicu resistensi warga
Jeju, terutama dari kaum pemuda yang mulai memberontak dan membangun pertahanan di kaki Gunung Halla. Kelompok ini menolak pembentukan Republik Korea yang dijadwalkan tanggal 10 Mei 1948. Pada tanggal 3 April 1948 mereka menyerang 11 pos polisi di seluruh
Pulau. Peristiwa ini menandai dimulainya Insiden Tiga April di
Pulau Jeju. Setelah penyerangan tersebut, militer Amerika Serikat turun tangan dibantu tentara nasional dalam upaya pembersihan terhadap para pemberontak yang dianggap sebagai simpatisan komunis dengan cara membakar desa-desa di kawasan pegunungan. Upaya pembersihan berlanjut menjadi genosida mulai bulan Agustus 1948 sampai tahun 1949 yang membunuh ribuan orang.
Objek wisata
Seongsan Ilchulbong atau Puncak Matahari Terbit adalah kawah gunung berapi yang memiliki luas 99.000 m² dan tinggi 182 m di sebelah timur
Jeju.
Mokseokwon ("Taman Batu dan Kayu"), terletak 4 km di selatan Kota
Jeju adalah taman yang memiliki kumpulan batu-batuan berbentuk unik dan akar-akar pohon tua yang sudah mati. Karena keunikannya, taman ini dijadikan sebagai monumen regional
Jeju nomor 25.
Halla Arboretum (Kebon Raya Halla), tempat pelestarian sebanyak 506 jenis pohon, 90 spesies herbal. Terletak di sebelah barat Puncak Namjosun, selatan Kota
Jeju.
Manjanggul (Gua Manjang), gua yang terbentuk dari aktivitas gunung berapi. Terletak di Desa Donggimnyeong, Kecamatan Gujwa, Kabupaten
Jeju Utara, 30 km timur Kota
Jeju. Dikenal akan stalaktit-stalaktit sepanjang 70 cm dan batu-batu dari lahar yang sudah membeku.
Kebon Raya Yeomiji, kebon raya terluas di Asia (12.210 m²). Mengkoleksi berbagai jenis tanaman anggrek tropis, dilengkapi dengan observatorium, institut ekologi. Di luarnya terdapat replika taman-taman terkenal.
Gelanggang Pacuan Kuda
Jeju, didirikan oleh Asosiasi Pacuan Kuda Korea untuk mengembangkan olahraga berkuda di
Jeju. Pacuan kuda diadakan seminggu sekali tiap hari Sabtu di tempat ini.
Gunung Sanbang (Sanbang-san), terletak di Kabupaten
Jeju Selatan
Institut Seni Bonsai (Bunjae Artpia), terletak di Desa Jeoji, Kec. Hangyeong, Kab.
Jeju Utara. Didirikan tahun 1992, adalah tempat pemeliharaan bonsai khas Korea.
Air Terjun Cheonjeyeon, terletak sebelah barat kota Seogwipo, Kab.
Jeju Selatan. Terdiri dari tiga tingkat. Dilengkapi jembatan dan paviliun.
Air Terjun Jeongbang, terletak 1,5 km di tenggara kota Seogwipo, salah satu dari 3 air terjun utama di
Jeju. Air terjun Jeongbang langsung bermuara ke laut dan dianggap sebagai salah satu tempat yang pernah dikunjungi oleh Seo Bok (Xu Fu;徐福), utusan Kaisar Qin Shi Huang (berkuasa 259 SM-210 SM) dalam perjalanan mencari obat panjang umur. Di dinding dekat air terjun terdapat ukiran yang bertuliskan "徐市過此" ("Seobul gwa cha") yang menandakan kunjungan Seobul.
Oedolgae atau "Batu Kesepian" adalah batu karang setinggi 20 meter yang menonjol di pantai selatan kota Seogwipo.
Taman Hallim, di dalamnya termasuk Gua Hyeopjae dan Ssangyong. Taman Hallim dilengkapi dengan kebon raya dan fasilitas rekreasi.
Yongduam, bermakna "Batu Kepala Naga", dikarenakan bentuknya mirip kepala naga yang muncul dari air laut. Terletak di wilayah Kota
Jeju.
Kawah Sangumburi, salah satu dari tiga kawah utama di
Jeju. Kawasan yang menjadi tempat konservasi flora, sebanyak 420 jenis spesies tanaman iklim subtropis, sedang dan alpen.
Chisatgae, kumpulan bebatuan yang membentuk persegi panjang di sepanjang pantai di Desa Daepo, antara Seogwipo dan Jungmun.
Kampung Seongeup, kampung tradisional yang mempertahankan gaya hidup khas rakyat
Jeju. Terletak sebelah barat daya Seongsan,
Jeju bagian timur.
Kuliner
Kuliner rakyat
Jeju sangat berbeda dengan yang ada di daratan utama. Mereka banyak bekerja sebagai nelayan sehingga bahan makanannya kebanyakan adalah hasil dari laut. Orang
Jeju gemar mengkonsumsi makanan segar seperti ikan mentah. Hasil utama lain adalah rumput laut, abalon dan buah-buahan. Salah satu masakan
Jeju yang paling terkenal adalah Jeonbokjuk, bubur abalon.
Provinsi kembar
Jeju memiliki provinsi atau negara bagian kembar yang juga merupakan
Pulau, yaitu: Hainan (Republik Rakyat Tiongkok), Prefektur Okinawa (Jepang), Hawaii (Amerika Serikat), Sakhalin (Russia), dan Bali (Indonesia).
Lihat pula
Haenyeo
Jeju Chilmeoridang Yeongdeunggut
Peristiwa
Jeju
Referensi
Cheju Consolidation Vote. Korea Times, 28 Juli 2005. Diambil pada tanggal 29 Juli 2005.
Jeju Free International City Development Center website. Diambil pada tanggal 1 August 2005.
Jeju Thermal P/P. Korea Midland Power website. Diambil pada tanggal 29 Juli 2005.
Pranala luar
(Korea) (Inggris) (Jepang) Situs resmi Diarsipkan 2008-01-19 di Wayback Machine.
(Inggris) Open Directory kategori Diarsipkan 2006-10-19 di Wayback Machine.
(Inggris) Halaman Galbijim Wiki tentang
Jeju
Data geografis
Pulau Jeju di OpenStreetMap