Kerusuhan Mei 1998 adalah peristiwa
Kerusuhan massa, demonstrasi anti-pemerintah, dan pembangkangan sipil di Indonesia pada bulan
Mei 1998. Peristiwa ini terutama terjadi di kota Medan, Jakarta, Bandung dan Surakarta, dengan insiden-insiden kecil di wilayah lain di Indonesia.
Kerusuhan tersebut dipicu oleh korupsi, masalah ekonomi, termasuk kekurangan pangan dan pengangguran massal.
Kerusuhan ini akhirnya berujung pada pengunduran diri Presiden Soeharto dan jatuhnya pemerintahan Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Target utama dari
Kerusuhan tersebut adalah etnis Tionghoa Indonesia, namun sebagian besar korban jiwa disebabkan oleh kebakaran besar dan terjadi di antara para penjarah.
Diperkirakan lebih dari seribu orang tewas dalam
Kerusuhan tersebut. Sedikitnya 168 kasus pemerkosaan dilaporkan, dan kerusakan material bernilai lebih dari Rp3,1 triliun (US$260 juta). Pada tahun 2010, proses hukum atas
Kerusuhan tersebut terhenti dan belum selesai.
Pada
Kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amukan massa—terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi
Kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Medan, dan Surakarta. Dalam
Kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam
Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis.
Amukan massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi" karena penyerang hanya fokus ke orang-orang Tionghoa. Beberapa dari mereka tidak ketahuan, tetapi ada juga yang ketahuan bukan milik pribumi. Sebagian masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan peristiwa Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal yang sistematis atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.
Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang dianggap kunci dari peristiwa
Kerusuhan Mei 1998. Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, tetapi pernyataan ini dibantah oleh banyak pihak.
Sebab dan alasan
Kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian (genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyarakat.
Korban
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) jumlah korban jiwa akibat
Kerusuhan 1998 mencapai 1.308 jiwa. TGPF merinci jumlah korban, yang terdiri atas korban tewas, korban luka, dan korban kekerasan seksual.
TGPF menemukan variasi data jumlah korban meninggal dan luka-luka. Pertama, data dari tim relawan yang diperoleh dari berbagai sumber menyatakan terdapat 1.308 korban dalam
Kerusuhan ini. Korban meninggal sebanyak 1.217 orang dengan rincian meninggal karena senjata sebanyak 1.190 orang dan dibakar sebanyak 564 orang. Sementara itu, korban yang luka-luka sebanyak 91 orang.
Mereka yang meninggal karena senjata termasuk empat korban Tragedi Trisakti yang terjadi pada 12
Mei 1998. Pembakaran Plaza Sentral Klender dianggap sebagai salah satu peristiwa yang paling banyak memakan korban jiwa dalam
Kerusuhan tersebut, hingga mencapai 288-488 tewas terbakar secara hidup-hidup.
Pengusutan dan penyelidikan
Tidak lama setelah kejadian berakhir dibentuklah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki masalah ini. TGPF ini mengeluarkan sebuah laporan yang dikenal dengan "Laporan TGPF"
Mengenai pelaku provokasi, pembakaran, penganiayaan, dan pelecehan seksual, TGPF menemukan bahwa terdapat sejumlah oknum yang berdasar penampilannya diduga berlatar belakang militer. Sebagian pihak berspekulasi bahwa Pangab saat itu (Wiranto) dan Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin melakukan pembiaran atau bahkan aktif terlibat dalam provokasi
Kerusuhan ini.
Pada 2004 Komnas HAM mempertanyakan kasus ini kepada Kejaksaan Agung namun sampai 1 Maret 2004 belum menerima tanggapan dari Kejaksaan Agung.
= Penuntutan Amendemen KUHP
=
Pada bulan
Mei 2010, Andy Yentriyani, Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat di Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), meminta supaya dilakukan amendemen terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Menurut Andy, Kitab UU Hukum Pidana hanya mengatur tindakan perkosaan berupa penetrasi alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan. Namun pada kasus
Mei 1998, bentuk kekerasan seksual yang terjadi sangat beragam. Sebanyak 85 korban saat itu (data Tim Pencari Fakta Tragedi
Mei 1998) mengalami pemerkosaan anal, oral, dan/atau disiksa alat kelaminnya dengan benda tajam. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut belum diatur dalam pasal perkosaan Kitab UU Hukum Pidana.
Dalam budaya populer
Drama dan karya fiksi lainnya banyak ditulis sebagai respons terhadap
Kerusuhan 1998, khususnya yang berkaitan dengan aspek rasial dan pemerkosaan terhadap perempuan Orang Tionghoa Indonesia. Ini termasuk Putri Cina (Bahasa Inggris: Chinese Princess), oleh pendeta Katolik Indonesia dan penulis Sindhunata, yang membahas tentang hilangnya identitas yang dialami oleh Orang Tionghoa Indonesia setelah
Kerusuhan dan sebagian ditulis dari sudut pandang korban pemerkosaan.
= Film dan televisi
=
Di Balik 98 (2015) - Film drama Indonesia berdasarkan peristiwa
Kerusuhan 1998, dibintangi oleh Chelsea Islan dan Boy William
May (2008) - Film drama Indonesia, bercerita mengenai sepasang kekasih Antares (Yama Carlos) dan May (Jenny Chang) yang berbeda suku, tetapi harus terpisah karena peristiwa
Kerusuhan 1998
9808 Antologi 10 Tahun Reformasi Indonesia (2008) - Film Dokumenter-Antologi Indonesia, berdasarkan peristiwa
Kerusuhan 1998
Lihat pula
Tim Gabungan Pencari Fakta
Ita Martadinata Haryono
Sinofobia
Rujukan
Pranala luar
(Indonesia) Sejarah Reformasi - Semanggi Peduli Diarsipkan 2005-11-25 di Wayback Machine.
(Indonesia) "Komnas HAM Pertanyakan Kasus
Mei 1998" Diarsipkan 2005-05-09 di Wayback Machine., Tempo Interaktif
(Indonesia) Sejarah Reformasi - Harga Yang Harus Dibayar Etnis Tionghoa di Indonesia