Khouw Kim An, Mayor Cina Kelima (Hanzi: 許金安; Pinyin: Xǔ Jīn'ān; Pe̍h-ōe-jī: Khó͘
Kim-an; 1875 – 13 Februari 1945) dulu adalah seorang birokrat, tokoh publik, dan tuan tanah berlatar belakang Cina Indonesia yang menjabat sebagai Mayor Cina terakhir di Batavia, Hindia Belanda (kini Jakarta). Mayor Cina adalah jabatan pemerintahan Cina tertinggi di Hindia Belanda dengan kekuatan politik dan hukum yang cukup besar terhadap komunitas Cina di Hindia Belanda. Mayor Cina adalah salah satu jabatan tertua di koloni Belanda, dan mungkin hanya lebih muda dari jabatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Keluarga dan latar belakang
Khouw Kim An Sia lahir di Batavia pada tahun 1875 pada selir kesembilan dari ayahnya,
Khouw Tjeng Tjoan, Letnan tituler Cina (meninggal pada tahun 1880). Ayah dan paman
Khouw, Letnan
Khouw Tjeng Kee dan Letnan
Khouw Tjeng Po, adalah anak dari hartawan akhir abad ke-18, Letnan
Khouw Tian Sek (meninggal pada tahun 1843), kepala dari Keluarga
Khouw dari Tamboen, yang dianggap sebagai dinasti terkaya di kalangan aristokrasi Cabang Atas di Batavia. Gelar Letnan Cina yang didapat oleh ayah, paman, dan kakek
Khouw adalah gelar kehormatan, sehingga tanpa keputusan resmi dari pemerintah Hindia Belanda. Sebagai anak dan cucu dari perwira Cina,
Khouw Kim An pun mendapat gelar Sia.
Khouw Kim An Sia mendapat pendidikan Cina tradisional dengan didasarkan pada Klasik Cina, sehingga ia dapat menguasai bahasa Mandarin dan Hokkien, selain bahasa Melayu Batavia. Ia juga diajar oleh tutor privat dalam bahasa asal Eropa, seperti bahasa Belanda, sehingga ia fasih berbahasa Belanda. Pendidikan Cina yang didapat oleh
Khouw pun sangat kontras dengan pendidikan Belanda yang didapat oleh banyak orang dalam kelas sosial dan generasinya yang semakin kebarat-baratan, seperti yang didapat oleh sepupunya, O. G.
Khouw. Familiaritas
Khouw dengan budaya Cina membuatnya berbeda, dan kemudian juga langka, sehingga menjadi keunggulan dalam karirnya sebagai pemimpin dan perwakilan Cina di Hindia Belanda.
Pada usia 18 tahun,
Khouw menikahi Phoa Tji Nio, anak dari seorang pemimpin komunitas, Phoa Keng Hek Sia, pendiri dari organisasi Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). Istri
Khouw juga merupakan cucu dari Phoa Tjeng Tjoan, Kapitan Cina Buitenzorg (kini Bogor). Keluarga
Khouw dan Phoa memang telah lama berhubungan baik. Sejak tahun 1886, kakak
Khouw,
Khouw Kim Tjiang, telah menjabat sebagai Letnan Cina Buitenzorg, dan kemudian menggantikan kakek mertua
Khouw sebagai Kapitan Cina Buitenzorg. Sepupu
Khouw, O. G.
Khouw, juga menjabat sebagai Wakil Presiden THHK, sementara ayah mertua
Khouw, Phoa Keng Hek Sia, menjabat sebagai Presiden THHK.
Khouw sendiri kemudian juga memainkan peran penting di THHK.
Khouw dan istrinya lalu tinggal di Buitenzorg, di mana keduanya telah memiliki hubungan keluarga yang sangat baik.
Khouw dan istrinya kemudian dianugerahi empat anak laki-laki dan dua anak perempuan.
Khouw Kim An Sia dan keluarganya tetap tinggal di Buitenzorg hingga mereka mewarisi Candra Naya dari sepupu
Khouw,
Khouw Yauw Kie, seorang Kapitan Cina di Dewan Cina Batavia.
Mayor Cina
Pada tahun 1905,
Khouw dinaikkan ke jabatan Letnan Cina dan menjadi anggota dari Dewan Cina Batavia.
Pada tahun 1907, Tio Tek Ho, Mayor Cina keempat Batavia mengundurkan diri. Tio Tek Ho dilihat sebagai seorang tradisionalis yang reaksioner, sehingga sejumlah orang di pemerintahan Hindia Belanda dan komunitas Cina di Batavia ingin agar ia diganti. Setelah berkonsultasi dengan ayah mertua
Khouw, Phoa Keng Hek, pemerintah Hindia Belanda kemudian memutuskan untuk menunjuk
Khouw sebagai pengganti Mayor Tio Tek Ho.
Namun, tradisi menghendaki bahwa hanya Kapitan Cina yang dapat diangkat menjadi Mayor Cina.
Khouw, yang saat itu masih bergelar Letnan pun dinaikkan ke jabatan Kapitan pada tahun 1908, sebelum kemudian ditunjuk sebagai Mayor Cina Batavia kelima pada tahun 1910. Pengangkatan
Khouw, walaupun dilihat sebagai sebuah pengangkatan yang progresif, tidak dapat dipisahkan dari pengaruh dan latar belakang dari keluarganya. Sebagai Mayor dan pemimpin komunitas Cina,
Khouw juga bertindak sebagai Chairman ex officio dari Dewan Cina Batavia, dan sebagai anggota dari Volksraad di Hindia Belanda. Ia pun berhubungan baik dengan Cina lain yang menjadi anggota dari Volksraad, seperti Hok Hoei Kan dan Loa Sek Hie.
Pada tahun 1918, semua perwira Cina, termasuk
Khouw, dibebaskan dari jabatannya sebagai bagian dari upaya pemerintah Hindia Belanda untuk meninjau kembali peran perwira Cina di Hindia Belanda. Sejumlah aktivis komunitas pun mengkritik sistem perwira Cina, ataupun 'pengaturan tidak langsung', sebagai peninggalan feodalisme kuno. Namun,
Khouw tetap dianggap baik oleh pemerintah Hindia Belanda, dan dianugerahi sebagai Officer of the Order of Orange-Nassau pada tahun 1920. Akhirnya, pada tahun 1927, sebagian perwira Cina, termasuk
Khouw, dikembalikan ke jabatan semula, kemungkinan karena nilai historis dan simbolis dari jabatan yang
Khouw pegang. Namun, banyak kekuatan politik dan hukum dari Mayor Cina dilimpahkan ke pemerintah Hindia Belanda. Sehingga tugas Mayor Cina akhirnya hanya bersifat seremonial.
Saat berkunjung ke Belanda pada tahun 1927,
Khouw disambut oleh Ratu Wilhelmina, dan ia pun menyampaikan salam setia dari komunitas Cina di Hindia Belanda. Pada tanggal 10 Februari 1930,
Khouw merayakan ulang tahun peraknya sebagai seorang Perwira Cina. Ratu pun memberinya penghargaan Great Gold Star for Loyalty and Merit atas jasa-jasanya kepada Kerajaan Belanda. Penghargaan tersebut hanya diberikan kepada pimpinan pribumi yang paling terkemuka, dan dianggap setara dengan penghargaan Order of the Netherlands Lion.
Perang Dunia II dan kematian
Selama Perang Dunia II, Jepang menginvasi dan menduduki Hindia Belanda. Pada tahun 1942, Mayor
Khouw Kim An ditahan oleh Jepang dan dipenjara bersama pemimpin pemerintahan Hindia Belanda yang lain di Tjimahi.
Khouw akhirnya meninggal di penjara pada tanggal 13 Februari 1945.
Jenazahnya lalu dimakamkan di dekat mausoleum dari sepupunya, yakni O. G.
Khouw, di Petamburan.
Referensi
Bibliografi
Blussé, Leonard; Chen, Menghong (2003). The Archives of the Kong Koan of Batavia (dalam bahasa Inggris). Leiden: BRILL. ISBN 9004131574.
Erkelens, Monique (2013). The decline of the Chinese Council of Batavia: the Loss of Prestige and Authority of the Traditional Elite amongst the Chinese Community from the End of the Nineteenth Century until 1942 (PDF) (dalam bahasa Inggris). Leiden: Leiden University.
Knapp, Ronald (2013). Chinese Houses of Southeast Asia: The Eclectic Architecture of Sojourners and Settlers. North Clarendon: Tuttle Publishing. ISBN 978-1462905874.
Lohanda, Mona (1996). The Kapitan Cina of Batavia, 1837–1942: A History of Chinese Establishment in Colonial Society. Jakarta: Djambatan. ISBN 979428257X.
Nio, Joe Lan (1940). Riwajat 40 Taon Dari Tiong Hoa Hwee Koan Batavia (1900–1939) [40 Years of Tiong Hoa Hwee Koan Batavia (1900–1939)]. Batavia: Tiong Hoa Hwee Koan.
Phoa, Kian Sioe (1956). Sedjarahnja : Souw Beng Kong, Phoa Beng Gan, Oey Tamba Sia [The Chronicles of Souw Beng Kong, Phoa Beng Gan, Oey Tamba Sia]. Djakarta: Reporter.
Suryadinate, Leo (2015). Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 978-9813055032.
Suryadinata, Leo (2005). Peranakan Chinese Politics in Java, 1917–1942. Marshall Cavendish Academic. ISBN 9812103600.
Wright, Arnold (1909). Twentieth Century Impressions of Netherlands India: Its History, People, Commerce, Industries and Resources. Lloyd's Greater Britain Pub. Co.