Kuda lumping atau
Kuda kepang, yang dalam bahasa setempat disebut jaran kepang, jaranan, atau jathilan, adalah tarian tradisional Jawa yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Di dalam tarian ini menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang
Kuda.
Tarian
Kuda lumping ini menggunakan
Kuda yang terbuat dari bambu atau bahan lainnya yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk
Kuda, dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang. Anyaman
Kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian
Kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan
Kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari Reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia, Suriname, Hong Kong, Jepang , Singapura , Inggris , dan Amerika.
Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa
Kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga pada masyarakat jawa sering disebut sebagai jaran kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Konon, tari
Kuda lumping adalah tari kesurupan. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari
Kuda lumping menggambarkan kisah seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang
Kuda putih berambut emas, berekor emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan Bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reog abad ke 11.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari
Kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor
Kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari
Kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.
Dalam setiap pagelarannya, tari
Kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri.
Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi
Kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.
Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para warok, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam bergaris merah dengan kumis tebal. Para warok ini akan memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.
Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe.
Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari
Kuda lumping.
Dakwah Wali Songo
Sunan Kalijaga yang merupakan satu-satunya anggota wali Songo asli Jawa keturunan bangsawan Wengker (Ponorogo), menggunakan Eblek Ponoragan sebagai media dakwah agama Islam di Pulau Jawa terutama Pantai Utara untuk tari Jaran Kepang, Karena banyak tertarik danmemeluk agama Islam setelah melihat Jaran Kepang yang diperlihatkan Sunan Kali Jaga, Maka Bathoro Katong turut melakukan hal serupa dengan menggunakan Eblek sebagai kesenian tandingan Reog yang dibawakan Ki Ageng Surya Alam penguasa Wengker dari desa Kutu.yang ada di kecamatan Jetis sekarang...
Dari Ponorogo menyebar ke berbagai daerah hingga menjadi
Kuda lumping dengan ciri khas setempat, Berikut berbagai Jenis
Kuda lumping yang ada :
Jathil Reog, Ponorogo
Jathil Obyok, Ponorogo
Jaranan Thek, Ponorogo
Jaranan Pegon, Ponorogo
Jaranan Sentherewe, Ponorogo dan Tulungagung
Jaranan Jowo, Tulungagung
Jaranan Kediri, Kediri
Jaranan Turonggo Yakso, Trenggalek
Jaranan Buto, Banyuwangi
Jaranan Dor, Jombang dan Malang
Jaranan Suroboyoan, Surabaya
Jathilan Diponegoro, Yogyakarta dan Jawa Tengah
Jathilan Hamengkubuwono, Yogyakarta dan Jawa Tengah
Jathilan Warok, Yogyakarta dan Jawa Tengah
Jathilan Wiroyudho, Temanggung
Jaran Kencak, Lumajang
Jaran Jenggo, Lamongan dan Gresik
Ebeg, di Kawasan kebudayaan Jawa Banyumasan
Seni Reak, Bandung Raya dan Sumedang
Jaran Sang Hyang, Bali
Kuda Kepang, Malaysia
Kuda Gipang, Banjar (Kalimantan selatan)
Kuda lumping dapat ditemukan di luar negeri seperti, Singapura, Malaysia, Hongkong, Korea, Suriname. Suriname dan Malaysia juga dapat ditemukan banyak kelompok seni
Kuda lumping.
Referensi
Kuda lumping, Tarian Magis Asal Ponorogo https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/08/120000979/
Kuda-
lumping-tarian-magis-asal-ponorogo?page=all Diakses 4 Februari 2022.
Tari
Kuda lumping: Sejarah, Makna, Jenis, dan Properti yang Digunakan
https://www.gramedia.com/literasi/tari-
Kuda-
lumping/ Diakses 4 Februari 2022.
Tarian
Kuda lumping: Sejarah, Asal daerah, Properti dan Fungsinya
https://saintif.com/tarian-
Kuda-
lumping/ Diakses 4 Februari 2022.