Masjid Noor Banjarmasin adalah
Masjid yang terletak di Jalan Pangeran Samudera, Kelurahan Kertak Baru Ulu, Kecamatan
Banjarmasin Tengah, Kota
Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yaitu berdekatan dengan kawasan Pasar Sudimampir, Pasar Baru dan Pasar Cempaka,
Banjarmasin.
Dari musala menjadi Masjid
Awalnya,
Masjid ini berupa musala yang dibangun sekitar tahun 1940 hingga 1950-an. Saat itu, beragam etnis bermukim di kawasan sekitar musala yang berada di Kampung Penatu (kini dikenal dengan Gang Penatu) yang menghubungkan antara Jalan Hasanuddin HM dan Jalan Pangeran Samudera. Etnis Tionghoa misalnya, yang pernah membangun Gedung Tjung Hua Tjung di kawasan tersebut dan kini menjadi tempat parkir. Ada juga orang Jepang (seperti dr Shogenji yang merupakan dokter gigi) dan orang Belanda (seperti Van Loen yang merupakan polisi Hindia Belanda) yang tinggal di kawasan ini.
Karena munculnya pusat-pusat perdagangan di kawasan Pasar Baru, Pasar Sudimampir, Pasar Malabar, dan lain-lain, Habib Hasan Al Kaff, salah satu tokoh kampung dari etnis Arab, menghadiahkan lahan untuk pembangunan langgar pada tahun 1950-an. Lambat laun, langgar ini menjadi
Masjid karena usulan K.H. Ahmad Zainal Aqli atau Guru Ahmad Jagau. Semula, ada yang menyanggah usulan Guru Ahmad Jagau karena sudah memiliki
Masjid yang jarak yang berdekatan seperti
Masjid Raya Sabilal Muhtadin dan
Masjid Agung Miftahul Ihsan. Namun, dia memiliki alasan bahwa penduduk kota
Banjarmasin semakin banyak sehingga tidak ada salahnya untuk membangun
Masjid baru.Awalnya,
Masjid Noor berbentuk mirip dengan
Masjid Jami Sungai Jingah, dimana memiliki bentuk atap limas berlantai dua dengan kubah kecil di puncaknya. Selain itu, di kawasan
Masjid juga pernah dikelilingi perkuburan muslimin. Seiring berjalannya waktu, dimana mulai berdiri banyak pasar seperti Pasar Niaga dan Pasar Cempaka yang membuat jamaah semakin banyak hingga banyak jamaah salat Id di jalan, maka pada tahun 1990-an, bentuk awal diubah menjadi bangunan ala gedung modern seperti sekarang. Meski
Masjid ini mengalami pemugaran sampai 3 kali, jamaah masih tetap membludak hingga memenuhi ruas Jalan Pangeran Samudera dan sekitarnya. Kini,
Masjid ini sering mengadakan berbagai kegiatan seperti pengajian, tadarus Al- Qur'an, dan lain-lain.
Masjid ini pernah menjadi saksi bisu dua insiden besar yang menimpa kota
Banjarmasin, yaitu peristiwa G30S/PKI tahun 1965 dan Kerusuhan
Banjarmasin pada tanggal 23 Mei 1997 (dikenal dengan istilah "Jumat Kelabu"). Konon, daerah
Masjid yang dulunya merupakan basis massa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah titik awal peristiwa Jumat Kelabu, dimana jamaah
Masjid yang sedang salat Jumat terusik oleh arak-arakan kampanye Golongan Karya (Golkar). Menurut sumber dari Tim Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) cabang
Banjarmasin yang melakukan investigasi ke lapangan, ketika massa Golkar yang akan berkampanye itu melintas, jamaah salat Jumat yang membludak sampai ke jalan itu masih sedang membaca doa. Sebenarnya polisi sudah berusaha mengadang massa Golkar. Namun Satgas Golkar bersikeras untuk melewati jalan itu karena hanya tinggal membaca doa saja. Kemarahan jamaah dengan cepat menyebar seusai salat Jumat dan sampai ke telinga penduduk di berbagai sudut kota
Banjarmasin lainnya.
Kaitan dengan kehidupan Abah Guru Sekumpul
Masjid ini dahulu pernah dikunjungi oleh K.H. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Abah Guru Sekumpul, yaitu ketika menjadi qari mendampingi K.H. Abdul Hamid Husin yang menjadi penceramah pada peringatan hari besar Islam di tahun 1970. Menurut K.H. Syaifuddin Zuhri atau lebih dikenal dengan sebutan Abah Guru Banjar Indah, K.H. Abdul Hamid Husin adalah seorang muballigh yang pernah dicalonkan menjadi Anggota DPR dari NU di tahun 1971 meski akhirnya dia meninggal pada tahun 1970. Menurut Abah Guru Banjar Indah,
Masjid ini menjadi tempat terakhir K.H. Abdul Hamid Husin untuk berceramah sebelum akhirnya sakit dan meninggal dunia.
Masjid ini juga menjadi tempat terakhir Abah Guru Sekumpul untuk menjadi qari yang mendampingi ulama-ulama tua berdakwah, sebelum akhirnya berhenti dan menggelar majelis maulid di rumahnya di Keraton, Martapura. Konon, ketika membaca surah Al Isra di
Masjid ini pada saat itu, dinding
Masjid jebol karena jamaah perempuan berebut melihat sosok sang qari. Menurut salah satu jamaah perempuan di sana yang diceritakan kembali oleh Abah Guru Banjar Indah, bacaan Abah Guru Sekumpul memiliki pelafalan yang kurang lebih seperti qari-qari di tempat perempuan tersebut. Namun menurutnya, Abah Guru Sekumpul memiliki rupa yang begitu tampan.
Referensi