Musang luak atau
luwak adalah hewan menyusui (mamalia) yang termasuk suku
Musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai
Musang pulut. Hewan ini juga dipanggil dengan berbagai sebutan lain seperti
Musang (nama umum, Betawi),
Musang pandan, lasun (Sunda), luak atau
luwak (Jawa), serta common palm civet, common
Musang, house
Musang, atau toddy cat dalam bahasa Inggris.
Ciri-ciri
Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecokelatan dengan ekor hitam-cokelat mulus.
Sisi atas tubuh abu-abu kecokelatan, dengan variasi dari warna tengguli (cokelat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik samar di sebelah tubuhnya.
Wajah, kaki, dan ekor cokelat gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala.
Posisi kelamin
Musang betina dekat dengan anus dan memiliki tiga pasang puting susu, sedangkan posisi kelamin
Musang jantan dekat dengan pusar.
Kebiasaan
Musang luak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap ditemui di sekitar permukiman dan bahkan perkotaan. Hewan ini amat pandai memanjat dan bersifat arboreal, lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan, meskipun tidak segan pula untuk turun ke tanah.
Musang juga bersifat nokturnal, aktif di malam hari untuk mencari makanan dan aktivitas lainnya.
Di alam liar,
Musang kerap dijumpai di atas pohon aren atau pohon kawung, rumpun bambu, dan pohon kelapa, jika di perkotaan biasanya
Musang bersarang di atap rumah warga, karena habitat alaminya sudah terganti oleh rumah-rumah manusia.
Dalam gelap malam tidak jarang
Musang luak terlihat berjalan di atas atap rumah, meniti kabel listrik untuk berpindah dari satu bangunan ke lain bangunan, atau bahkan juga turun ke tanah di dekat dapur rumah.
Musang luak juga menyukai hutan-hutan sekunder.
Musang ini kerap dituduh sebagai pencuri ayam, walaupun tampaknya lebih sering memakan aneka buah-buahan di kebun dan pekarangan. Termasuk di antaranya pepaya, pisang, dan buah pohon kayu afrika (Maesopsis eminii). Mangsa yang lain adalah aneka serangga, moluska, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus.
Di tempat-tempat yang biasa dilaluinya, di atas batu atau tanah yang keras, sering kali didapati tumpukan kotoran
Musang dengan aneka biji-bijian yang tidak tercerna di dalamnya. Agaknya pencernaan
Musang ini begitu singkat dan sederhana, sehingga biji-biji itu keluar lagi dengan utuh. Karena itu pulalah, konon
Musang luak memilih buah yang betul-betul masak untuk menjadi santapannya. Maka terkenal istilah kopi
luwak dari Jawa, yang menurut cerita dari mulut ke mulut diperoleh dari biji kopi hasil pilihan
Musang luak, dan telah mengalami ‘proses’ melalui pencernaannya.
Akan tetapi sesungguhnya ada implikasi ekologis yang penting dari kebiasaan
Musang tersebut. Jenis-jenis
Musang lalu dikenal sebagai pemencar biji yang baik dan sangat penting peranannya dalam ekosistem hutan.
Pada siang hari
Musang luak tidur di lubang-lubang kayu, atau jika di perkotaan, di ruang-ruang gelap di bawah atap. Hewan ini melahirkan 2–4 anak, yang diasuh induk betina hingga mampu mencari makanan sendiri.
Sebagaimana aneka kerabatnya dari Viverridae,
Musang luak (jantan) mengeluarkan semacam bau dari kelenjar di dekat anusnya. Samar-samar bau ini menyerupai harum daun pandan, namun dapat pula menjadi pekat dan memualkan. Kemungkinan bau ini digunakan untuk menandai batas-batas teritorinya, dan pada pihak lain untuk mengetahui kehadiran hewan sejenisnya di wilayah jelajahnya.
Jenis yang berkerabat dan penyebaran
Ada empat spesies
Musang dari genus Paradoxurus, yalah:
Paradoxurus hermaphroditus,
Musang luak, yang menyebar luas mulai dari India dan bagian utara Pakistan di barat, Sri Lanka, Bangladesh, Burma, Asia Tenggara, Tiongkok selatan, Semenanjung Malaya hingga ke Filipina. Di Indonesia didapati di Sumatra meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian selatan, serta Taliabu dan Seram di Maluku.
Paradoxurus zeylonensis, menyebar terbatas di Sri Lanka.
Paradoxurus jerdoni, menyebar terbatas di negara bagian Kerala, India selatan.
Paradoxurus lignicolor, menyebar terbatas di Kepulauan Mentawai.
Jenis yang serupa
Musang akar (Arctogalidia trivirgata), dengan ekor yang umumnya lebih panjang dari kepala dan tubuhnya, tiga garis punggung yang tanpa atau hampir tidak terputus, dan tidak memiliki bintik-bintik di sisi tubuhnya.
Musang akar hidup di hutan.
Musang galing (Paguma larvata), biasanya lebih kemerahan (tengguli), tanpa bintik-bintik di sisi tubuh, wajah putih kekuningan dengan ‘topeng’ gelap kehitaman di sekitar mata.
Musang rase (Viverricula indica), ekor berbelang-belang sempurna, hitam putih, 6–9 buah.
Referensi
Rujukan
Corbet, G.B. and J.E. Hill, 1992, The Mammals of the Indomalayan Region: a systematic review. Nat. Hist. Mus. Publ. and Oxford Univ. Press.
Cranbrook, Earl of., 1987, Riches of the Wild: land mammals of South-east Asia. Oxford Univ. Press, Singapore. ISBN 0-19-582697-3
Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam. The Sabah Society, Wildlife Conservation Society-Indonesia Programme dan WWF Malaysia. ISBN 979-95964-0-8
Tweedie, M.W.F. and J.L. Harrison, 1988, Malayan Animal Life, Longman, Petaling Jaya, Selangor Darul Ehsan. ISBN 0-582-69449-3
Pranala luar
Status Paradoxurus hermaphroditus pada IUCN Red List, diakses 27/09/2006.
Animal Diversity Web