Pentakosta Keesaan (juga dikenal dengan sebutan
Pentakosta Rasuli,
Pentakosta Nama Yesus, dan
Pentakosta Yesus Saja) adalah gerakan keagamaan berakidah Awatritunggal di dalam aliran Kristen
Pentakosta, salah satu di antara sekian banyak aliran Kristen Protestan. Nama gerakan ini diambil dari ajarannya tentang hakikat kewujudan Allah yang lazim disebut "doktrin
Keesaan" dan merupakan salah satu ragam akidah Monarkianisme Modalistis. Doktrin
Keesaan menandaskan bahwa hanya ada satu Allah, roh ilahi yang tunggal tanpa kejamakan oknum, yang menyatakan diri dengan berbagai macam cara, antara lain sebagai Bapa, sebagai Putra, dan sebagai Roh Kudus. Ajaran semacam ini bertolak belakang dengan doktrin tentang kewujudan tiga oknum berlainan yang diajarkan teologi Tritunggal.
Penganut doktrin
Keesaan hanya dibaptis dalam nama Yesus Kristus, berbeda dari umat Kristen berakidah Tritunggal yang dibaptis "dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus." Penganut doktrin
Keesaan menegaskan bahwa Yesus adalah satu-satunya nama diri Bapa, Putra, maupun Roh Kudus, dan oleh sebab itu segala macam kegiatan hidup beragama harus dilaksanakan di dalam nama yang satu itu.
Selain berbeda paham mengenai hakikat kewujudan Allah,
Pentakosta Keesaan juga berbeda paham soteriologi dengan Kristen
Pentakosta dan Kristen Injil pada umumnya. Jika jemaat-jemaat Kristen
Pentakosta dan Kristen Protestan Injili pada umumnya berpendirian bahwa keimanan kepada Yesus Kristus sajalah yang merupakan unsur pokok keselamatan umat manusia, maka jemaat Pentekosta
Keesaan berpendirian bahwa keselamatan adalah anugerah yang didapatkan melalui iman, dan bahwasanya iman yang sejati menuntun orang menuju pertobatan, baptis selam dalam nama Yesus Kristus, dan baptisan Roh Kudus yang dibuktikan dengan kemampuan berkata-kata di dalam bahasa-bahasa lain. Banyak pula jemaat
Pentakosta Keesaan yang cenderung secara ketat menerapkan tolok ukur kekudusan dalam hal berpakaian, bersolek, dan berbagai urusan pribadi lainnya, sama seperti amalan jemaat-jemaat
Pentakosta Kekudusan tradisional, tetapi berbeda dari amalan jemaat-jemaat
Pentakosta Karya Tuntas, setidaknya tidak sampai ke taraf yang sama dengan amalan sejumlah jemaat
Pentakosta Keesaan (dan
Pentakosta Kekudusan) yang juga mengajarkan bahwa kekudusan berarti ditersendirikan bagi Allah.
Gerakan
Pentakosta Keesaan pertama kali muncul di Amerika Utara sekitar tahun 1914 sebagai akibat dari skisma yang timbul menyusul pertikaian doktrinal di dalam gerakan
Pentakosta Karya Tuntas (pecahan dari gerakan
Pentakosta Kekudusan), khususnya di dalam denominasi Sidang Jemaat Allah, dan mengaku beranggotakan 24 juta pengikut saat ini. Pada awal kemunculannya, gerakan
Pentakosta Keesaan kerap diberi julukan "gerakan Yesus Saja", yang sesungguhnya dapat menimbulkan kesalahpahaman karena para pengikut gerakan
Pentakosta Keesaan tidak mendustakan kewujudan Bapa maupun Roh Kudus.
Sejarah
= Latar belakang teologi Keesaan
=
Aliran
Pentakosta yang pertama adalah
Pentakosta Kekudusan, yang mengajarkan tiga karya kasih karunia (lahir baru, pengudusan seutuhnya, dan baptisan Roh Kudus yang dibarengi glosolalia). Dari aliran
Pentakosta Kekudusan, aliran
Pentakosta Karya Tuntas menyempal dan kemudian hari pecah menjadi aliran yang berakidah Tritunggal dan aliran yang berakidah Awatritunggal. Aliran yang berakidah Awatritunggal inilah yang dikenal dengan sebutan "
Pentakosta Keesaan".
Gerakan
Pentakosta Keesaan di Amerika Utara diyakini bermula pada tahun 1913 sebagai akibat dari sengketa doktrinal di dalam tubuh aliran
Pentakosta, khususnya Sidang Jemaat Allah, denominasi
Pentakosta Karya Tuntas yang pertama. Pada tahun 1913, tokoh
Pentakosta asal Kanada, Robert T. McAlister, berkhotbah dalam rapat perkemahan
Pentakosta di Los Angeles bahwa rumusan baptis "dalam nama Yesus saja" terdapat di dalam Kitab Kisah Para Rasul (Kisah Para Rasul 2:38) sehingga harus lebih diistimewakan ketimbang rumusan baptis "dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus" yang termaktub di dalam Injil Matius (Matius 28:19). Bertolak dari khotbah tersebut, sekelompok orang dibaptis ulang dan membentuk suatu gerakan baru di dalam tubuh gerakan
Pentakosta.
Pada tahun-tahun awal pembentukannya, timbul perpecahan doktrinal yang kian melebar seputar teologi Tritunggal tradisional dan rumusan baptis. Beberapa pimpinan gerakan
Pentakosta mengaku menerima wahyu atau petunjuk lain yang menuntun mereka kepada konsep
Keesaan. Golongan Kristen
Pentakosta serta-merta pecah lantaran perbedaan doktrinal. Orang-orang yang berpegang teguh kepada keimanan akan Tritunggal dan rumusan baptis Tritunggal membidatkan ajaran
Keesaan. Di lain pihak, orang-orang yang yakin kalau doktrin Tritunggal bertentangan dengan Alkitab, malah merupakan sejenis politeisme (lantaran beranggapan bahwa doktrin Tritunggal memecah Allah menjadi tiga wujud yang berlainan) membentuk denominasi-denominasi dan lembaga-lembaga sendiri, yang pada akhirnya berkembang menjadi gereja-gereja
Keesaan saat ini.
Sarjana-sarjana di dalam gerakan ini berbeda pandangan seputar sejarah Gereja. Beberapa sejarawan Gereja semisal Dr. Curtis Ward, Marvin Arnold, dan William Chalfant, menganut pandangan Suksesionisme dengan berdalil bahwa gerakan mereka sudah wujud di dalam Gereja dari generasi ke generasi sejak hari
Pentakosta hingga sekarang. Dr. Curtis Ward mengajukan suatu teori tentang runut sejarah gereja
Pentakosta yang tidak terputus, dengan mengaku sudah melacak kesinambungannya secara kronologis sepanjang sejarah Gereja. Pandangan ini didukung buku terbitan tahun 1531 berjudul De Trinitatis Erroribus Libri VII (Ihwal Kekeliruan-Kekeliruan Akidah Tritunggal Buku VII), yang memaparkan berbagai sesat pikir teologis di dalam doktrin Tritunggal menurut penulisnya, Mikhael Servetus. Kemudian hari Mikhael Servetus diadili dengan mengacu kepada tiga puluh delapan pasal rumusan Yohanes Kalvin, atas dakwaan penghujatan dan bidat terkait Tritunggal dan baptis bayi, dan dihukum bakar pemerintah Jenewa.
Sarjana-sarjana lain menganut pandangan Restorasionisme, dengan berkeyakinan bahwa para rasul maupun Gereja rasuli sudah mengajarkan doktrin
Keesaan dan penghayatan
Pentakosta dengan jelas dan terang benderang, hanya saja Gereja rasuli murtad dan berakhir menjadi Gereja Katolik. Bagi mereka, gerakan
Pentakosta Keesaan baru lahir di Amerika pada awal abad ke-20, yakni pada hari-hari terakhir Kebangunan Rohani di Jalan Azuza. Sarjana-sarjana Restorasionis semisal Dr. David K. Bernard dan Dr. David S. Norris menafikan adanya kaitan langsung antara Gereja zaman rasuli dan gerakan
Keesaan dewasa ini, dengan berkeyakinan bahwa Kristen
Pentakosta Keesaan yang lahir pada zaman modern merupakan suatu pemulihan menyeluruh yang berpangkal dari pemisahan bertahap di dalam aliran Kristen Protestan dan berujung kepada pemulihan akhir Gereja rasuli purba.
= Pandangan tentang Gereja purba
=
Sarjana-sarjana Suksesionis maupun Restorasionis di dalam gerakan
Pentakosta Keesaan berpendapat bahwa Gereja rasuli purba mengimani doktrin
Keesaan maupun doktrin baptis dalam nama Yesus. Teolog
Keesaan David K. Bernard mengaku dapat merunut asal usul ajaran
Keesaan sampai kepada orang-orang Kristen terdahulu dari bangsa Yahudi pada zaman rasuli. Menurutnya, tidak ada bukti kalau orang-orang Kristen pertama tersebut sukar memahami ajaran-ajaran Gereja maupun mengintegrasikan ajaran-ajaran tersebut dengan akidah Monoteisme Yahudi yang sudah ada. Meskipun demikian, menurutnya tokoh-tokoh zaman pascarasuli Hermas, Klemens dari Roma, Polikarpus, Polikrates, Ignasius (hidup antara tahun 90 sampai 140 Masehi), dan Ireneus (wafat sekitar tahun 200 Masehi) menurut Bernard menganut paham
Keesaan, Modalisme, atau maksimal menganut suatu paham "Tritunggal ekonomis," yakni Tritunggal untuk sementara waktu, bukan Tritunggal secara kekal. Ia juga berpendapat bahwa doktrin Tritunggal bersumber dari paganisme, dengan mengutip pendapat Alexander Hislop, pendeta Presbiterian yang anti-Katolik; Tak satu pun argumen Hislop terkait teologi Kristen maupun sejarah yang dibenarkan para sejarawan di lingkungan kesarjanaan modern.
Bernard berteori bahwa mayoritas umat beriman menganut doktrin
Keesaan sampai dengan zaman Tertulianus, yang ia yakini sebagai penganjur terkemuka yang pertama dari doktrin Tritunggal (bertentangan dengan pendapatnya, sebetulnya Teofilus dari Antiokhialah tokoh terkemuka pertama yang menganjurkan doktrin Tritunggal). Untuk menguatkan pendapatnya tersebut, Bernard mengutip kalimat penentangan yang ditujukan Tertulianus terhadap Prakseas:
Orang-orang lugu, sungguh (saya tidak akan menyebut mereka tak bijak maupun tak terpelajar), yang senantiasa merupakan golongan mayoritas di kalangan umat beriman, terperangah mendengar keistimewaan (ihwal tiga di dalam satu) itu, justru lantaran tolok ukur iman mereka sendiri yang menuntun mereka beralih dari kemajemukan ilah duniawi kepada satu-satunya Allah yang sejati, tanpa paham bahwa sekalipun Ia adalah satu-satunya Allah yang sejati, haruslah Ia diimani dengan oikonomia-Nya sendiri. Penyematan angka dan urutan pada Tritunggal mereka anggap sebagai tindakan memecah-belah
Keesaan. Bertolak belakang dengan teori Bernard, kebanyakan sarjana justru berpendapat bahwa karya-karya tulis Ignasius dan Ireneus menyiratkan ketritunggalan yang kekal, kendati pendapat mereka ditolak teolog
Pentakosta Keesaan, Dr. David S. Norris, yang mengemukakan di dalam bukunya, I AM: A Oneness Pentecostal Theology, bahwa "meskipun Ignasius adakalanya membahasakan Bapa, Putra, dan Roh Kudus, tidaklah terbayang tiga pribadi di dalam benaknya."
= Awal mula gerakan Keesaan
=
Dalam Rapat Perkemahan Iman Rasuli Sedunia yang diselenggarakan pada bulan April 1913 di Arroyo Seco, California, dipimpin Maria Woodworth-Etter, pihak penyelenggara berjanji bahwa Allah akan "menjumpai mereka, mengaruniakan kepada mereka kesatuan dan kuasa yang belum kita ketahui." Pendeta asal Kanada, R. E. McAlister, berkhotbah tentang baptisan air tepat sebelum dilaksanakannya upacara pembaptisan. Khotbah itu berisi pembelaan terhadap metode "sekali selam" dan imbauan "supaya baptisan rasuli dilakukan dengan cara sekali selam dalam satu nama, yaitu Yesus Kristus," dengan mengatakan bahwa "kalimat Bapa, Putra, dan Roh Kudus tidak pernah digunakan di dalam baptisan Kristen." Khotbah ini serta-merta menimbulkan kontroversi ketika Frank Denny, misionaris
Pentakosta di Tiongkok, melompat ke atas panggung dan berusaha membetulkan ucapan-ucapan yang dilontarkan McAlister. Bagi golongan
Pentakosta Keesaan, peristiwa tersebut adalah "pijar api" mula-mula di dalam gerakan kebangunan rohani
Keesaan.
Khotbah McAlister membuat seorang pendeta muda bernama John G. Schaepe merasa tergerak hati. Keesokan paginya, sesudah semalam suntuk berdoa dan membaca Alkitab, ia berlari-lari di lingkungan perkemahan sembari mengumumkan bahwa ia sudah menerima wahyu tentang baptisan, yakni wahyu bahwa nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus adalah "Tuhan Yesus Kristus." Dalam acara rapat perkemahan itu pula John G. Schaepe mengklaim bahwa nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus adalah nama "Tuhan Yesus Kristus," sesuai dengan bagian akhir dari imbauan Petrus di dalam Kisah Para Rasul 2:38, yakni imbauan untuk memberi diri dibaptis "dalam nama Yesus Kristus", yang merupakan penggenapan dan sejajar dengan Amanat Agung di dalam Matius 28:19 untuk membaptis dalam nama (tunggal) Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus (yang menurut para penganut doktrin
Keesaan adalah nama Yesus). Kesimpulan ini diterima beberapa orang lain yang menghadiri acara itu, kemudian diperdalam secara teologis oleh seorang pendeta bernama Frank Ewart.
Pada tanggal 15 April 1914, dengan disaksikan banyak orang, Frank Ewart dan Glenn Cook membaptis satu sama lain secara khusus dalam "nama Tuhan Yesus Kristus" (bukan dengan rumusan Tritunggal) di dalam sebuah tangki di dalam tenda kebaktian Frank Ewart. Peristiwa ini dianggap sebagai tonggak sejarah lahirnya
Pentakosta Keesaan sebagai sebuah gerakan tersendiri. Sejumlah pendeta mengaku sudah dibaptis "dalam Nama Yesus Kristus" sebelum tahun 1914, antara lain Frank Small dan Andrew D. Urshan. Pendeta Andrew D. Urshan bahkan mengaku sudah membaptis orang dalam nama Yesus Kristus seawal-awalnya pada tahun 1910. Selain itu, Charles Parham, pendiri gerakan
Pentakosta modern, tercatat membaptis dengan menggunakan suatu rumusan Kristologis pada peristiwa kebangunan rohani Jalan Azusa.
Meskipun demikian, bukan rumusan baptis
Keesaan yang terbukti menjadi titik tengkar penganjur doktrin
Keesaan dan jemaat
Pentakosta lain, melainkan penolakan mereka terhadap doktrin Tritunggal. Di dalam tubuh Sidang Jemaat Allah, tindakan baptis-ulang dalam nama Yesus ditentang keras oleh banyak anggota jemaat berakidah Tritunggal, yang khawatir dengan arah tuju yang mungkin saja sedang ditujui jemaat mereka. J. Roswell Flower memprakarsai suatu resolusi mengenai pokok permasalahan tersebut, yang menyebabkan banyak pembaptis penganut doktrin
Keesaan keluar dari Sidang Jemaat Allah. Permasalahan ini akhirnya diketengahkan di dalam Sidang Raya IV yang diselenggarakan gereja Sidang Jemaat Allah pada bulan Oktober 1916. Lantaran khawatir doktrin
Keesaan yang baru muncul ini akan menguasai organisasi mereka, para pemimpin yang rata-rata berakidah Tritunggal pun lantas menyusun suatu pernyataan doktrinal yang antara lain menegaskan kebenaran dogma Tritunggal. Ketika Pernyataan Kebenaran-Kebenaran Asasi Sidang Jemaat Allah disahkan, sepertiga pendeta keluar dari persekutuan Sidang Jemaat Allah dan membentuk persekutuan penganut doktrin
Keesaan. Selepas perpecahan tersebut, sebagian besar penganut doktrin
Keesaan menjadi relatif terkucil dari jemaat-jemaat
Pentakosta lainnya.
= Pembentukan organisasi-organisasi Keesaan
=
Sesudah memisahkan diri dari golongan berakidah Tritunggal di dalam gerakan
Pentakosta, golongan
Pentakosta Keesaan merasa perlu untuk berhimpun dan membentuk perhimpunan yang mewadahi jemaat-jemaat dengan "iman yang sama indahnya" (2 Petrus 1ː1), sehingga terbentuklah Sidang Raya Jemaat Rasuli di Eureka Springs, Arkansas, pada bulan January 1917, yang bergabung dengan perhimpunan
Keesaan yang kedua pada tahun 1918, yakni Sidang Jemaat
Pentakosta Sedunia.
Beberapa perhimpunan pendeta
Keesaan terbentuk selepas tahun 1914. Banyak yang akhirnya bergabung dengan Sidang Jemaat
Pentakosta Sedunia, tetapi sisanya tetap berdiri sendiri, misalnya Gereja Allah Misi Iman Rasuli. Perpecahan timbul di dalam tubuh Sidang Jemaat
Pentakosta Sedunia akibat perbedaan pendapat seputar peran perempuan di dalam pelayanan jemaat, penggunaan minuman anggur atau sari buah anggur di dalam upacara perjamuan kudus, perceraian dan kawin-ulang, serta cara yang benar dalam melaksanakan baptisan air. Ada pula laporan-laporan tentang ketegangan rasial di dalam organisasi ini. Banyak orang Afrika-Amerika yang bergabung dengan Sidang Jemaat
Pentakosta Sedunia, dan banyak di antara mereka yang memegang jabatan kepemimpinan penting, teristimewa pendeta Afrika-Amerika, G. T. Haywood, yang memegang jabatan sekretaris jenderal dan berwenang menandatangani semua surat kredensial kependetaan. Pada tahun 1925, terbentuk tiga organisasi baru, yaitu Gereja-Gereja Rasuli Yesus Kristus, Gereja Imanuel dalam Yesus Kristus, dan Aliansi Pendeta
Pentakosta. Gereja-Gereja Rasuli Yesus Kristus dan Gereja Imanuel dalam Yesus Kristus kemudian hari bergabung menjadi Gereja Rasuli Yesus Kristus.
Pada tahun 1945, dua kelompok
Pentakosta Keesaan yang mayoritas jemaatnya adalah orang kulit putih, yakni Pentecostal Church, Inc. dan Sidang Jemaat Yesus Kristus, bergabung menjadi Persatuan Gereja
Pentakosta Internasional. Organisasi yang berawal dari 521 jemaat ini tumbuh menjadi organisasi
Pentakosta Keesaan terbesar dan paling berpengaruh lewat usaha penginjilan dan penerbitannya, dan jumlah anggota jemaatnya dilaporkan sudah mencapai 5,3 juta jiwa.
Doktrin Keesaan tentang Allah
Monarkianisme Modalistis adalah gerakan abad ke-4 Masehi yang dapat dianggap sebagai pendahulu
Pentakosta Keesaan. Ajarannya selaras dengan dua aspek pokok doktrin
Keesaan, yaitu:
Allah itu Maha Esa, tidak terbagi-bagi, tanpa pembedaan oknum di dalam hakikat kekal Allah, dan
Yesus Kristus adalah manifestasi, personifikasi insani, atau inkarnasi dari Allah Yang Maha Esa itu.
Bagi mereka, berdasarkan nas Kolose 2:9, konsep tentang pribadi Allah semata-mata berkaitan dengan kehadiran imanen Yesus selaku inkarnasi Allah.
= Sifat-sifat Allah
=
Teologi
Keesaan secara khusus menegaskan bahwa Allah adalah roh tunggal yang satu mutlak dan tidak terbagi-bagi (bukannya tiga oknum, tiga pribadi, atau tiga budi). Mereka yakin bahwa istilah "Bapa," "Putra," dan "Roh Kudus" hanyalah gelar-gelar belaka yang mencerminkan aneka manifestasi pribadi Allah di dalam jagat raya. Bilamana berwacana tentang Bapa, Putra, dan Roh Kudus, golongan
Pentakosta Keesaan memaknainya sebagai tiga manifestasi dari Allah yang esa dalam kewujudan maupun pribadi.
Para pengajar
Keesaan kerap mengutip kalimat yang dicetuskan para pelopor gerakan tersebut, yaitu "Allah bermanifestasi sebagai Bapa dalam penciptaan, Putra dalam penebusan, dan Roh Kudus dalam pencurahan," kendati teolog
Keesaan Dr. David Norris menandaskan bahwa maksudnya bukan
Pentakosta Keesaan percaya Allah hanya dapat menjadi salah satu dari manifestasi-manifestasi tersebut pada satu kesempatan, sebagaimana tersirat pada kalimat tersebut.
Menurut teologi
Keesaan, Bapa dan Roh Kudus adalah pribadi Allah yang satu dan sama. Para teolog
Keesaan mengajarkan bahwa istilah "Roh Kudus" adalah gelar deskriptif bagi Allah yang memanifestasikan diri-Nya melalui Gereja dan di dalam dunia. Kedua gelar tersebut (maupun gelar lainnya) tidak mencerminkan oknum-oknum terpisah di dalam kewujudan Allah, tetapi mencerminkan dua cara berlainan yang dipakai Allah untuk menyingkapkan diri-Nya kepada makhluk-Nya. Oleh karena itu, menurut teologi
Keesaan, perkataan "Tuhan Allah dan Roh-Nya" di dalam nas Yesaya 48:16 bukan mengindikasikan keberadaan dua oknum. "Tuhan Allah" mengindikasikan Allah Yang Maha Mulia dan transendens, sementara "Roh-Nya" mengacu kepada Roh Allah sendiri yang berkiprah di atas dan berbicara kepada nabi-nabi. Para teolog
Keesaan mengajarkan bahwa nas tersebut tidak menyiratkan keberadaan dua oknum, sebagaimana nas-nas Alkitab lainnya yang berbicara tentang manusia dan roh atau jiwanya (misalnya nas Lukas 12:19) tidak menyiratkan keberadaan dua "oknum" di dalam satu tubuh.
Ketaksaan istilah "oknum" telah dikedepankan para penganjur doktrin
Keesaan maupun para penganjur doktrin Tritunggal sebagai salah satu sumber konflik. Permasalahan ini dipaparkan Alister McGrath, sarjana sekaligus apolog Kristen dari golongan berakidah Tritunggal, sebagai berikut:
Kata 'oknum' sudah berbah makna sejak mulai dipakai pada abad ketiga dalam kaitannya dengan 'ke-tiga-rangkap-an Allah'. Bilamana kita berbicara tentang Allah sebagai oknum, secara alamiah kita memikirkan Allah sebagai satu oknum. Namun para teolog semisal Tertulianus, ketika menulis risalahnya pada abad ketiga, menggunakan kata 'oknum' dengan makna lain. Kata Latin untuk 'oknum' yang dipakai Tertulianus adalah persona, yang berarti topeng pelakon, dan oleh karena itu juga berarti peran yang dilakonkannya di dalam sebuah sandiwara. Dengan menyatakan ada tiga oknum tetapi hanya satu Allah, Tertulianus bermaksud menjelaskan bahwa ketiga-tiga peran utama di dalam drama besar penebusan umat manusia dilakonkan oleh Allah yang satu dan sama. Ketiga-tiga peran besar di dalam drama tersebut dilakonkan oleh satu aktor yang sama, yakni Allah. Tiap-tiap peran tersebut dapat saja menyingkapkan Allah dengan cara yang agak beda, tetapi dalam tiap kasus Allah yang disingkapkan itu adalah Allah yang sama. Jadi bilamana kita membicarakan Allah sebagai satu oknum, yang kita maksudkan adalah satu oknum dengan makna modern dari kata oknum, dan bilamana kita membicarakan Allah sebagai tiga oknum, yang kita maksudkan adalah tiga oknum dengan makna kuno dari kata oknum. ... Mencampuradukkan dua makna dari kata 'oknum' ini sudah barang tentu menuntun kepada gagasan bahwa sesungguhnya Allah adalah suatu panitia.
Teolog
Keesaan Dr. David K. Bernard sebaliknya mengemukakan bahwa tidaklah Alkitabiah jika Allah disifatkan sebagai suatu kemajemukan oknum dengan makna kata oknum yang mana pun, "apa pun makna kata oknum di dalam sejarah Gereja purba."
= Putra Allah
=
Menurut teologi
Keesaan, Putra Allah tidak maujud (dalam makna substansial apa pun) sebelum peristiwa inkarnasi Yesus orang Nazaret kecuali sebagai Logos (atau Firman) Allah Bapa. Para teolog
Keesaan berkeyakinan bahwa kemanusiaan Yesus tidak maujud sebelum peristiwa inkarnasi, sekalipun Yesus (yakni Roh Yesus) prawujud dalam keilahian-Nya selaku Allah Yang Maha Kekal. Keyakinan ini didukung oleh ketiadaan wujud inkarnasi Yesus di dalam Perjanjian Lama.
Golongan
Pentakosta Keesaan percaya bahwa gelar "Putra" hanya dapat disandangkan kepada Kristus pada saat ia menjadi manusia di muka bumi, tetapi Kristus adalah Logos atau Pikiran Bapa sebelum menjadi manusia, dan bukan suatu oknum tersendiri. Menurut teologi
Keesaan, gelar "Bapa" menyatakan sifat-sifat hakiki kewujudan Allah, dan gelar "Putra" menyatakan aspek-aspek insani. Golongan
Pentakosta Keesaan percaya bahwa Yesus dan Bapa pada hakikatnya adalah satu oknum, sekalipun berkiprah selaku modus-modus yang berlainan.
Sastrawan
Keesaan W. L. Vincent mengemukakan di dalam bukunya bahwa "argumen yang menggugat 'Putra adalah Bapa-Nya sendiri' adalah argumen pengalih perhatian. Sudah terbukti bahwa teologi
Keesaan mengakui perbedaan yang jelas antara Bapa dan Putra. Malah sesungguhnya permasalahan tersebut tidak pernah diganggu-gugat pandangan Kristologis manapun yang saya ketahui."
Firman
Menurut teologi
Keesaan, "Firman" di dalam nas Yohanes 1:1 adalah pikiran atau rencana Allah. Golongan
Pentakosta Keesaan percaya bahwa Firman bukanlah oknum yang terpisah dari Allah, melainkan adalah rencana Allah dan Allah itu sendiri. Di dalam bukunya, The Oneness View of Jesus Christ, Dr. David K. Bernard mengemukakan sebagai berikutː
Di dalam Perjanjian Lama, Firman Allah (dabar) bukanlah oknum tersendiri melainkan Allah yang sedang bersabda, atau Allah yang menyingkapkan diri (Mazmur 107:20, Yesaya 55:11). Bagi orang Yunani, Firman (logos) bukanlah oknum ilahi tersendiri, melainkan akal budi selaku asas pengendali jagat raya. Kata benda logos dapat berarti pikiran (firman yang tidak diungkapkan) maupun ucapan atau tindakan (firman yang diungkapkan). Di dalam nas Yohanes 1, Firman adalah pewahyuan-diri atau penyingkapan-diri Allah. Sebelum Inkarnasi, Firman adalah pikiran, rencana, akal budi, atau penalaran Allah yang tak terungkapkan.
Selain itu, Bernard menyatakan bahwa kata Yunani pros (diterjemahkan menjadi “bersama-sama dengan” di dalam nas Yohanes 1:1) dapat pula diterjemahkan menjadi “berpautan dengan,” artinya nas Yohanes 1:1 dapat pula diterjemahkan (menurut pandangannya) menjadi, “Firman itu berpautan dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”
Golongan
Pentakosta Keesaan percaya bahwa di dalam peristiwa inkarnasi, Allah mewujudnyatakan Firman (yang sebelumnya adalah rencana-Nya) ke dalam tindakan dengan cara mengejawantahkan diri-Nya sendiri ke dalam wujud insan Yesus, dan dengan demikian "Firman itu telah menjadi manusia" (Yohanes 1:14). Terkait pokok pikiran ini, golongan
Pentakosta Keesaan mengatakan bahwa inkarnasi adalah suatu peristiwa tunggal, tidak sama dengan apa pun yang pernah dilakukan Allah sebelumnya maupun yang akan dilakukan Allah sesudahnya. Golongan
Pentakosta Keesaan percaya bahwa Firman di dalam nas Yohanes 1:1 tidak menyiratkan suatu oknum ilahi prawujud, tetapi adalah rencana Allah belaka, yang diwujudnyatakan ke dalam tindakan melalui inkarnasi.
Dwikodrat Kristus
Bilamana membicarakan Inkarnasi, para penulis dan teolog
Keesaan kerap mengacu kepada konsep yang dikenal dengan sebutan "dwikodrat" Kristus, yang dipahami sebagai kemanunggalan kodrat insani dan kodrat ilahi di dalam diri insan Kristus Yesus. Di dalam bukunya, The Oneness of God, Dr. Bernard menjabarkan konsep ini dengan pernyataan bahwa Yesus "adalah Roh sekaligus jasad, Allah sekaligus manusia, Bapa sekaligus Putra. Di sisi insaninya Ia adalah Anak manusia; di sisi ilahinya Ia adalah Anak Allah dan adalah Allah yang bersemayam di dalam jasad." Bagi para teolog
Keesaan, dwikodrat Kristus bukanlah dua oknum di dalam satu jasad melainkan dua kodrat yang manunggal di dalam satu oknum, yakni oknum Yesus Kristus. Bagi golongan
Pentakosta Keesaan, kata "rahasia" di dalam nas 1 Timotius 3:16 merujuk kepada gagasan dwikodrat yang manunggal di dalam satu oknum Yesus Kristus.
Meskipun keyakinan akan kemanunggalan ilahi dan insani di dalam satu oknum Kristus yang diimani golongan
Pentakosta Keesaan ini mirip dengan akidah Kristen Kalsedon, umat Kristen yang menganut ajaran Konsili Kalsedon menolak keras penentangan mereka terhadap dogma Tritunggal. Umat Kristen penganut ajaran Konsili Kalsedon memandang Yesus Kristus sebagai satu oknum tunggal yang memanunggalkan Allah Putra, yakni oknum kekal yang kedua dari Allah Tritunggal menurut ajaran tradisional, dengan kodrat insani. Di lain pihak, golongan
Pentakosta Keesaan memandang Yesus sebagai satu oknum tunggal yang memanunggalkan Allah itu sendiri dengan kodrat insani menjadi Anak Allah.
= Kitab Suci
=
Golongan
Pentakosta Keesaan menganut doktrin Sola Scriptura sebagaimana golongan
Pentakosta arus utama. Mereka memandang Alkitab sebagai Firman Allah yang diilhamkan kepada manusia, sehingga isinya tidak mengandung kekeliruan sedikit pun (meskipun tidak mesti demikian halnya di dalam setiap terjemahan). Mereka secara khusus menolak keputusan-keputusan konsili Gereja semisal Konsili Nikea dan Syahadat Nikea. Mereka percaya bahwa umat Kristen arus utama yang menganut doktrin Tritunggal sudah tersesat lantaran diperdaya mengikuti "tradisi-tradisi manusia" yang sudah lama dianut dan tak kunjung ditentang.
= Nama Yesus
=
Penekanan istimewa terhadap pribadi Yesus membentuk isi dari suatu teologi yang didasarkan atas penghayatan, baik di kalangan jemaat
Pentakosta Keesaan maupun di kalangan jemaat
Pentakosta berakidah Tritunggal. Pada hakikatnya, penitikberatan doktrinal pada Yesus menisbatkan segala sifat dan fungsi Allah kepada Kristus. Paham yang dapat disebut 'Maksimalisme Kristologis' di dalam doktrin Kristen
Pentakosta tentang Allah menuntun golongan
Pentakosta Keesaan menuju penggantian faktual tiga oknum ilahi dengan satu pribadi Yesus, sementara golongan
Pentakosta berakidah Tritunggal biasanya melambungkan Kristus selaku oknum 'kedua' Tritunggal menjadi sosok yang berada di pusat keimanan dan peribadatan Kristen.
Para penentang teologi
Keesaan pada umumnya menyebut para pendukung teologi
Keesaan sebagai golongan "Yesus Saja," yang menyiratkan bahwa mereka menyangkal kewujudan Bapa maupun kewujudan Roh Kudus. Rata-rata jemaat
Pentakosta Keesaan menganggap sebutan tersebut sebagai julukan yang merendahkan, dan sebagai wujud kesalahpahaman terhadap keyakinan-keyakinan mereka yang sesungguhnya terkait perkara tersebut. Golongan
Pentakosta Keesaan bersikeras bahwa sekalipun mereka memang mengimani baptisan hanya dalam nama Yesus Kristus, dengan mengutip nas Kisah Para Rasul 2:38, Kisah Para Rasul 8:12, Kisah Para Rasul 8:16, Kisah Para Rasul 10:48, dan Kisah Para Rasul 19:15 sebagai nas-nas yang melawan baptisan Tritunggal tradisional, sebutan "jemaat
Pentakosta Yesus Saja" yang ditujukan kepada mereka menyiratkan penyangkalan terhadap Bapa dan Roh Kudus.
= Pandangan tentang Tritunggal
=
Golongan
Pentakosta Keesaan yakin bahwa doktrin Tritunggal adalah "tradisi buatan manusia" belaka, tidak alkitabiah, dan bukan ajaran yang berasal dari Allah. Mereka mengedepankan ketiadaan kata "Tritunggal" di dalam Alkitab sebagai buktinya. Sama seperti Saksi-Saksi Yehuwa, mereka yakin bahwa doktrin Tritunggal berkembang sedikit demi sedikit sepanjang empat abad pertama tarikh Masehi, hingga mencapai titik zenitnya pada Konsili Nikea dan konsili-konsili berikutnya yang merumuskan doktrin Tritunggal sebagaimana yang dewasa ini dijunjung tinggi sebagai akidah yang ortodoks; kebanyakan sarjana Kristen arus utama menolak keyakinan semacam itu, dan beberapa di antaranya telah mengemukakan bantahan terhadap pendapat-pendapat yang dituding sebagai tafsir-tafsir keliru dari golongan penganut Tritunggal yang tampaknya mendukung keyakinan semacam itu. Golongan
Pentakosta Keesaan bersikeras bahwa konsepsi kewujudan Allah versi merekalah yang benar menurut monoteisme ketat yang konon dianut Kekristenan Purba, dengan tidak semata-mata menandingkan pandangan-pandangan mereka dengan Tritunggalisme saja, melainkan juga dengan teologi Orang-Orang Kudus Zaman Akhir (yang percaya bahwa Kristus adalah ilah tersendiri yang terpisah dari Bapa dan Roh Kudus) maupun teologi Saksi-Saksi Yehuwa (yang menganggap Kristus sebagai Anak Sulung Allah, dan sebagai suatu ilah bawahan Bapa). Teologi
Keesaan setali tiga uang dengan paham Modalisme atau Sabelianisme yang pernah mengemuka dalam perjalanan sejarah Gereja, kendati tidak dapat dikatakan sama persis.
Akidah Awatritunggal yang dianut golongan
Pentakosta Keesaan merenggangkan hubungan mereka dengan umat dari sebagian besar denominasi Kristen. Beberapa denominasi bahkan menuding golongan
Pentakosta Keesaan sebagai penganut paham Modalisme, bahkan mencemooh mereka sebagai penganut ajaran menyimpang. Rohaniwan
Pentakosta Keesaan yang ditahbiskan menjadi anggota Dewan Penilik Jemaat pun mengalami hal yang sama lantaran mendaku sebagai penerus suksesi apostolik (karena ada dokumen yang menyatakan bahwa pentahbis mereka adalah tokoh-tokoh berakidah Tritunggal dari Gereja Katolik Roma, gereja Anglikan, dan Gereja Timur, maupun catatan-catatan yang bertentangan).
Tudingan menganut Modalisme dan Arianisme
Penganut doktrin
Keesaan kerap dituduh menganut paham Monisme atau Modalisme. Adakalanya mereka juga dituding sebagai ahli bidat Arianisme atau Semiarianisme, biasanya oleh orang-orang tertentu ketimbang oleh gereja-gereja tertentu. Meskipun beranggapan bahwa Monarkianisme Modalistis dan
Keesaan pada hakikatnya sama, dan bahwa pada dasarnya Sabelius memang benar (selama Modalisme tidak dipahami sebagai ajaran yang sama dengan Patripasianisme), dan kendati Arius juga percaya bahwa Allah adalah satu oknum tunggal, teolog
Keesaan Dr. David K. Bernard mati-matian menafikan keterkaitan dengan Arianisme maupun Subordinasionisme di dalam ajaran
Keesaan.
Soteriologi
Teologi
Keesaan tidak merepresentasikan suatu pandangan soteriologis monolitis. Meskipun demikian, terdapat ciri-ciri umum yang jamak terlihat pada para penganut pandangan
Keesaan mengenai Allah. Sama seperti soteriologi anutan denominasi-denominasi Protestan pada umumnya, soteriologi
Pentakosta Keesaan mengajarkan bahwa semua orang terlahir dengan kodrat berdosa, semua orang berbuat dosa semenjak belia, dan semua orang tersesat tanpa harapan beroleh keselamatan kecuali jika menerima Injil; bahwasanya Yesus Kristus mengerjakan penebusan yang paripurna atas dosa semua orang, yang merupakan satu-satunya sarana keselamatan manusia; serta bahwasanya keselamatan semata-mata diperoleh berkat kasih karunia oleh iman akan Yesus Kristus. Doktrin
Keesaan juga mengajarkan bahwa iman sejati membuahkan ketaatan, dan bahwasanya keselamatan sejati bukanlah sekadar menyatakan keimanan melainkan juga menampakkan keimanan itu di dalam amal perbuatan. Sekalipun ada satu dua perbedaan di sana-sini, jemaat-jemaat
Keesaan pada umumnya mengajarkan bahwa asas-asas memeluk agama Kristen adalah sebagai berikut:
Pertobatan;
Baptisan air dalam nama Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2:38, Kisah Para Rasul 10:48);
Baptisan Roh Kudus dengan kemampuan berbahasa roh sebagai buktinya (Kisah Para Rasul 2:4, Kisah Para Rasul 10:46, Kisah Para Rasul 19:6).
Penganut doktrin
Keesaan pada umumnya mengakui asas-asas tersebut sebagai syarat minimum masuk Kristen.
= Kasih karunia dan iman
=
Penganut doktrin
Keesaan berpendirian bahwa seseorang selamat bukan lantaran amal kebajikan maupun ketaatan kepada hukum, melainkan berkat kasih karunia Allah. Lagi pula keselamatan semata-mata diperoleh melalui iman akan Yesus Kristus; keselamatan tidak dapat diperoleh melalui nama selain Yesus maupun karya selain karya Yesus (Kisah Para Rasul 4:12). Ajaran
Keesaan menolak tafsir-tafsir yang mengatakan bahwa keselamatan secara otomatis dikaruniakan kepada orang-orang pilihan; mereka percaya bahwa semua orang dipanggil kepada keselamatan, dan "barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma" (Wahyu 22:17).
Menurut doktrin
Keesaan, sekalipun merupakan anugerah, keselamatan haruslah disambut. Menyambut keselamatan pada umumnya dipahami sebagai tindakan memeluk agama Kristen, dan pemahaman semacam ini diamini mayoritas jemaat Protestan Injili. Amanat yang pertama adalah iman sejati akan Yesus Kristus, yang ditunjukkan melalui ketaatan kepada perintah-perintah Allah, dan tekad untuk menuruti kehendak Allah di dalam setiap segi kehidupan. Penganut doktrin
Keesaan menolak gagasan bahwa orang dapat beroleh keselamatan melalui apa yang mereka sebut keimanan mental, yakni sekadar percaya saja kepada Kristus, tanpa pertobatan yang mengubah hidup maupun ketaatan. Oleh karena itu mereka menentang keras gagasan bahwa orang beroleh keselamatan melalui pengucapan doa pendosa, dan menandaskan bahwa orang beroleh keselamatan melalui iman yang menyelamatkan dan perubahan hidup sebagaimana yang dinyatakan di dalam Kitab Suci. Jemaat
Pentakosta Keesaan tidak mempermasalahkan doa pendosa, tetapi menafikan gagasan bahwa doa itu sendiri merupakan iman yang menyelamatkan, lantaran berkeyakinan bahwa Alkitab mengamanatkan pertobatan, baptisan dengan air dan roh beserta penerimaan Roh Kudus sebagai wujud nyata pengalaman lahir baru rohaniah dan keimanan sejati dan suci yang ditaati dan dilaksanakan oleh umat beriman terdahulu. Dengan demikian, orang yang benar-benar sudah diselamatkan dengan senang hati akan menyanggupi syarat-syarat beralih kepada iman Kristen yang termaktub di dalam Alkitab. Menurut mereka, Yesus dan para rasul mengajarkan bahwa pengalaman lahir baru mencakup pertobatan (doa pendosa yang sesungguhnya) beserta baptisan dengan air dan Roh Allah.
= Pertobatan
=
Penganut doktrin
Pentakosta Keesaan berpendirian bahwa keselamatan tidak mungkin diperoleh tanpa pertobatan. Meskipun di satu sisi merupakan dukacita suci yang dialami batin lantaran dosa, pertobatan lebih merupakan perubahan penuh hati dan pikiran menuju Allah dan firman-Nya. Inilah sebabnya gereja-gereja
Pentakosta Keesaan mengharapkan pembaharuan hidup yang sepenuhnya dari orang-orang yang sudah menjadi Kristen.
= Baptisan air
=
Rata-rata penganut doktrin
Keesaan percaya bahwa baptisan air adalah perkara yang pokok demi beroleh keselamatan, dan pada hakikatnya bukanlah lambang belaka. Mereka juga percaya bahwa seseorang haruslah beriman dan bertobat sebelum dibaptis, dan oleh karena itu menganggap pembaptisan kanak-kanak maupun pembaptisan paksa sebagai tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Teologi
Pentakosta Keesaan mengusung definisi harfiah dari baptis, yaitu sekujur tubuh dibenamkan ke dalam air. Mereka percaya bahwa cara-cara lain tidak berlandaskan Alkitab atau didasarkan atas upacara-upacara Perjanjian Lama yang kurang jelas, dan bahwasanya cara merekalah satu-satunya cara membaptis yang termaktub di dalam Perjanjian Baru. Di dalam Pokok-Pokok Iman dari organisasi
Pentakosta Keesaan yang terbesar, dinyatakan bahwa "cara baptis yang Alkitabiah adalah baptis selam, dan hanya bagi orang-orang yang sudah sepenuhnya bertobat... Baptisan harus diterimakan... dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus, sesuai dengan nas Kisah Para Rasul Kisah Para Rasul 2:38 2:38, Kisah Para Rasul 8:16 8:16, Kisah Para Rasul 10:48 10:48, Kisah Para Rasul 19:5 19:5; dan dengan demikian mematuhi nas Matius 28:19."
Rumusan baptis
Penganut doktrin
Keesaan percaya bahwa demi absahnya baptisan air, orang harus dibaptis "dalam nama Yesus Kristus," alih-alih dibaptis "dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus." Kepercayaan semacam ini disebut "doktrin Nama Yesus". Sebutan "Nama Yesus" adalah sebutan yang digunakan untuk menyifatkan penganut doktrin
Keesaan maupun ajaran-ajarannya tentang pembaptisan.
Kepercayaan ini dilandaskan pada nas Kisah Para Rasul 2ː38 yang berisi imbauan "bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." Penganut doktrin
Keesaan bersikeras bahwa tidak ada rumusan baptis lain di dalam Perjanjian Baru, kecuali yang terdapat di dalam nas Matius 28:19, yang bagi mereka hanyalah rujukan lain kepada baptisan dalam nama Yesus. Sekalipun nas Matius 28:19 tampaknya mengamanatkan rumusan baptis yang berakidah Tritunggal, teologi
Keesaan menegaskan bahwa kata "nama" pada nas tersebut berbentuk tunggal, dan oleh karena itu pasti merujuk kepada Yesus, yang menurut mereka adalah nama dari Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Penganut doktrin
Keesaan bersikeras bahwa semua teks Alkitab terkait rumusan baptis semestinya selaras satu sama lain, sehingga menurut mereka hanya ada dua kemungkinan, para rasul sudah mengkhianati amanat yang disampaikan kepada mereka di dalam Matius 28ː19 atau para rasul sudah sebaik-baiknya menunaikan amanat tersebut dengan cara membaptis dalam nama Yesus Kristus.
Sebagian penganut doktrin
Keesaan menganggap nas Matius 28:19 tidak asli, dengan mengutip pendapat berbagai sarjana maupun keterangan sejarawan Gereja Esebius, yang sekurang-kurangnya delapan belas kali mengutip nas tersebut di dalam karya tulisnya. Di dalam karya tulis Esebius, nas tersebut berbunyi, "pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-murid dalam nama-Ku, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." Meskipun demikian, rata-rata penganut doktrin
Keesaan mengakui keaslian nas Matius 28:19 yang utuh.
Penganut doktrin
Keesaan menegaskan bahwa keseluruhan lima nas terkait baptisan di dalam Kitab Kisah Para Rasul meriwayatkan baptisan dalam nama Yesus (Kisah Para Rasul 2:38, Kisah Para Rasul 8:16, Kisah Para Rasul 10:48, Kisah Para Rasul 19:3–5, Kisah Para Rasul 22:16), malah rumusan baptis Tritunggal sama sekali tidak muncul di dalam kitab tersebut. Selain itu, penganut doktrin
Keesaan juga menganggap nas 1 Korintus 1:13 meriwayatkan baptisan dilaksanakan dalam nama Yesus, Penulis dari golongan
Keesaan, William Arnold III, memaparkan alasannya sebagai berikut: "Jika kita merunut alur berpikir Paulus, jelas yang ia maksud adalah 'Tidak, Kristuslah yang disalibkan bagimu, dan oleh karena itu kamu dibaptis dalam nama Kristus.' Dengan demikian umat beriman di Korintus maupun di Roma dibaptis dalam nama Yesus." dan oleh karena itu menganggapnya sebagai bukti bahwa rumusan baptis dalam nama Yesus adalah rumusan baptis yang asli sedangkan rumusan baptis yang menyeru Tritunggal adalah rumusan yang baru belakangan dipakai secara keliru sebagai pengganti rumusan asli tersebut. Sebagai dalil pendukung tambahan, penganut doktrin
Keesaan juga mengutip berbagai edisi Ensiklopedia Britanika, Ensiklopedia Katolik, Serial Alkitab Mufasir, maupun pendapat berbagai sarjana. David Norris mengemukakan di dalam bukunya bahwa "ada konsensus yang kuat di kalangan sarjana bahwa baptisan Kristen terdahulu dilaksanakan dalam nama Yesus."
Di lain pihak, Didakhe, risalah Kristen Yahudi yang umum diyakini sebagai sebuah karya tulis dari abad pertama Masehi, justru memuat rumusan baptis Tritunggal. Sebagian penganut doktrin
Keesaan menanggapi dengan mengolok-olok risalah tersebut dan mendukung pendapat yang sekarang sudah jarang terdengar gaungnya bahwa risalah tersebut adalah sebuah karya tulis dari abad kedua. Mereka juga menganggap risalah itu tidak dapat dipercaya, dengan mengutip satu-satunya naskah yang tersisa, padahal pada tahun 1900 sudah ditemukan lagi sebuah naskah Didakhe dalam bahasa Latin. Selain itu, umat Kristen arus utama, yakni umat Kristen berakidah Nikea atau umat Kristen berakidah Tritunggal, menafsirkan kalimat "dalam nama Yesus Kristus" bermakna "atas kewenangan Yesus", yang mengisyaratkan pembaptisan dalam nama ketiga oknum Tritunggal. Menanggapi tafsir tersebut, penganut doktrin
Keesaan menegaskan bahwa nas Kisah Para Rasul 22:16 mengharuskan pelisanan nama Yesus dalam pembaptisan, dan bahwasanya seseorang menjalankan kewenangan Yesus dengan cara menggunakan namanya, dengan mengacu kepada riwayat penyembuhan orang lumpuh di Gerbang Indah (Kisah Para Rasul 3) sebagai contohnya, dan menyebut Yesus sebagai satu-satunya nama Allah yang diwahyukan kepada umat manusia.
= Baptisan Roh Kudus
=
Penganut doktrin
Keesaan percaya bahwa baptisan Roh Kudus adalah anugerah cuma-cuma bagi semua orang. Di dalam doktrin Kristen
Pentakosta, Roh Kudus didefinisikan sebagai Roh Allah atau Roh Kristus (Roma 8:9) yang bersemayam di dalam diri umat beriman. Dijelaskan pula lebih lanjut bahwa Roh Kudus adalah kuasa Allah untuk mengarahkan (membina) umat beriman, membantu mereka menghindari dosa, dan mengurapi mereka dengan kuasa untuk menyelenggarakan karunia-karunia Roh bagi kepentingan pembinaan jemaat seturut kehendak Allah. Bersemayamnya Roh Kudus di dalam diri umat beriman pada hakikatnya berbeda dari inkarnasi Allah menjadi Yesus Kristus, karena inkarnasi adalah penyatuan "seluruh kepenuhan ke-Allahan" (Kolose 2:9) dengan jasad insani, memanunggalkan keilahian dengan kemanusiaan menjadi insan Yesus Kristus. Di lain pihak, umat beriman hanya dapat menerima bagian dari Roh, dan tidak ajek bersatu dengan Allah seperti Yesus. Oleh karena itu tidak seorang pun dapat memiliki kodrat yang sama dengan Yesus, yakni ilahi sekaligus insani.
Secara sederhana, doktrin Kristen
Pentakosta tentang bersemayamnya Roh Kudus dapat dijabarkan sebagai berikut:
Allah berdiam di dalam diri seseorang;
Allah bersekutu dengan orang itu;
Allah berkarya melalui orang itu.
Menurut doktrin
Pentakosta Keesaan, Roh Kudus adalah gelar Allah Yang Maha Esa dalam berkarya, dan oleh karena itu Roh Kudus yang bersemayam di dalam diri seseorang tidak lebih maupun kurang daripada Allah sendiri yang berkarya melalui orang itu.
Umat Kristen
Pentakosta, baik yang menganut doktrin
Keesaan maupun yang berakidah Tritunggal, percaya bahwa pengalaman menghayati Roh Kudus adalah tanda dari Gereja yang sejati, dan bahwasanya Roh Kudus memiliki kuasa yang memampukan umat beriman untuk melaksanakan kehendak Allah. Sama seperti sebagian besar jemaat Kristen
Pentakosta, jemaat
Pentakosta Keesaan percaya bahwa tanda awal seseorang dipenuhi Roh Kudus adalah kemampuan berbahasa roh, dan bahwasanya Kitab Suci Perjanjian Baru menetapkan kemampuan bahasa roh sebagai syarat minimum. Kedua golongan tersebut sama-sama percaya bahwa kemampuan berbahasa roh adalah tanda kuasa Roh Kudus yang dinyatakan bagi orang-orang tak beriman, dan kemampuan ini harus diupayakan serta diberdayakan dengan giat, teristimewa pada waktu berdoa. Meskipun demikian, tanda awal kehadiran Roh Kudus ini (1 Korintus 12:7) dianggap berbeda dari karunia kesanggupan untuk berbicara dengan berbagai bahasa yang diriwayatkan di dalam nas 1 Korintus 12:10, yakni karunia yang diberikan kepada orang-orang di antara umat beriman yang terpilih dan dipenuhi-roh seturut kehendak Roh Kudus. Penganut doktrin
Keesaan menandaskan bahwa penerimaan Roh Kudus, yang termanifestasikan lewat kemampuan berbahasa roh, merupakan unsur yang diperlukan demi beroleh keselamatan.
Amalan
= Ibadat
=
Sama seperti jemaat-jemaat
Pentakosta lainnya, jemaat
Pentakosta Keesaan terkenal dengan kebaktian bergaya karismatik. Mereka percaya bahwa karunia-karunia Roh yang diriwayatkan di dalam Perjanjian Baru masih terus bekerja di dalam jemaat, oleh karena itu kebaktian sering kali bersifat spontan, dan menonjolkan kegiatan berbahasa roh, menafsirkan bahasa roh, bernubuat, serta penumpangan tangan untuk menyembuhkan sakit penyakit. Sebagaimana semua jemaat
Pentakosta lainnya, amalan berbahasa roh juga menjadi ciri khas jemaat
Pentakosta Keesaan. Dalam keadaan ekstatis, seorang anggota jemaat
Pentakosta Keesaan dapat saja melisankan kata-kata yang tak terpahami (glosolalia) atau kata-kata dalam bahasa lain yang tidak ia kuasai sebelumnya (ksenoglosia).
Beberapa jemaat
Pentakosta Keesaan mengamalkan pembasuhan kaki, yang sering kali diserangkaikan dengan perayaan perjamuan kudus, sebagaimana yang dilakukan Yesus kepada murid-muridnya pada perjamuan malam terakhir.
= Standar kekudusan
=
Penganut doktrin
Keesaan percaya bahwa gaya hidup orang Kristen harus menampakkan kekudusan. Kekudusan bermula saat seseorang dibaptis, tatkala darah Kristus membasuh segala dosa sehingga orang itu dapat berdiri dalam keadaan yang sepenuhnya kudus di hadirat Allah untuk pertama kali dalam hidupnya. Sesudah itu, memisahkan diri dari dunia dalam perkara amal perbuatan maupun akhlak menjadi hal yang penting bagi kehidupan rohaninya. Perkara akhlak atau kekudusan batiniah terdiri atas cara hidup yang benar, yang dituntun dan digerakkan oleh Roh Kudus yang bersemayam di dalam diri. Bagi banyak penganut doktrin
Keesaan, perkara amal perbuatan atau kekudusan lahiriah memiliki standar-standar tertentu, antara lain berpakaian sopan dan berpenampilan sesuai jenis kelamin. Penganut doktrin
Keesaan menjunjung tinggi amalan berpakaian sopan (dengan aturan dan batasan) sebagai suatu akidah. Mereka yakin bahwa ada kemuliaan di dalam susila (sadar batasan, atau menghindari ketidaksenonohan) dan ugahari (menghindari kemubaziran atau sikap berlebih-lebihan, bahkan dianjurkan supaya diupayakan dengan lebih giat daripada yang lumrah dilakukan orang). Kesusilaan mengandung konotasi sesuatu yang kelewat batas. Mereka melandaskan akidah ini pada nas 1 Timotius 2:9, yang berbunyi "demikian juga hendaknya perempuan, hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana ..." Lantaran menganggap kecenderungan gaya berbusana dewasa ini tidak berakhlak, beberapa organisasi
Pentakosta Keesaan menetapkan tata cara berbusana bagi anggotanya. Pedoman-pedoman berbusana tersebut mirip dengan pedoman-pedoman berbusana yang diterapkan semua denominasi
Pentakosta hampir sepanjang seperdua awal abad ke-20. Menurut standar Gereja Persatuan
Pentakosta Internasional yang disusun pada akhir dasawarsa 1990-an, kaum wanita dianjurkan tidak mengenakan celana panjang, merias muka, mengepas gaun, mengenakan perhiasan, maupun memangkas rambut; sementara kaum pria dianjurkan bercukur klimis, berambut pendek, berkemeja lengan panjang (kaum perempuan juga dianjurkan mengenakan gaun atau blus berlengan panjang), dan bercelana panjang alih-alih bercelana pendek. Selain itu, beberapa organisasi
Pentakosta Keesaan melarang keras anggotanya untuk menonton film-film atau acara-acara televisi sekuler. Banyak dari standar-standar tersebut berpangkal dari gerakan Kekudusan, kendati longgar-ketat penerapannya berbeda-beda dari satu gereja ke gereja lain, bahkan berbeda-beda antara satu orang pribadi dengan orang pribadi lain di dalam tubuh gerakan tersebut. Meskipun demikian, ketika gerakan
Pentakosta Keesaan baru saja memberlakukan standar-standar tersebut, kekudusan belum menjadi suatu akidah yang dijunjung tinggi atau diundangkan bagi anggota jemaat, malah gagasan
Pentakosta Keesaan tentang kekudusan atau pengudusan ketika itu pada hakikatnya sama dengan pandangan Wesley.
Lantaran memberlakukan standar-standar tersebut secara relatif ketat, jemaat-jemaat
Pentakosta Keesaan kerap dituding menganut paham legalisme oleh umat Kristen dari aliran lain. Denominasi-denominasi
Pentakosta Keesaan menjawab tudingan tersebut dengan menandaskan bahwa kekudusan adalah perintah Allah, dan bahwasanya kekudusan menyusul keselamatan alih-alih menghasilkan keselamatan. Bagi penganut doktrin
Keesaan, kekudusan lahir dari kasih alih-alih dari kewajiban, berkat dorongan sifat kudus yang dikaruniakan Roh Kudus yang bersemayam di dalam diri. Sekalipun kehidupan seorang Kristen adalah kehidupan yang merdeka dari aturan dan hukum, kemerdekaan itu tidaklah menafikan tanggung jawabnya untuk menaati ajaran-ajaran Kitab Suci seputar akhlak, mengingat banyak di antaranya bersumber dari para rasul sendiri.
Penganut terkenal
David K. Bernard – pendeta, teolog, Pelaksana Umum Gereja Persatuan
Pentakosta Internasional, dan pendiri sekaligus presiden Sekolah Tinggi Urshan dan Sekolah Pascasarjana Teologi Urshan
Irvin Baxter Jr. – pendeta, pendiri dan presiden Endtime Ministries, kerap tampil di berbagai kanal televisi Kristen
Kim Davis – pegawai negeri sipil di Rowan County, Kentucky yang menarik perhatian media massa se-Amerika Serikat karena melawan perintah pengadilan federal yang mewajibkannya untuk menerbitkan buku nikah pasangan sejenis menyusul putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam perkara Obergefell lawan Hodges
Garfield Thomas Haywood – penilik jemaat pertama Sidang Jemaat
Pentakosta Sedunia (tahun 1925–1931); tokoh yang menulis banyak risalah dan menggubah banyak lagu gospel
Penilik Jemaat Robert C. Lawson – anak didik Penilik Jemaat G. T. Haywood dan pendiri Gereja Tuhan Kami Yesus Kristus Iman Rasuli sejak tahun 1919 sampai dengan kematiannya pada tahun 1961
Penilik Jemaat Sherrod C. Johnson – pendiri sekaligus rasul ketua dari Gereja Tuhan Yesus Kristus Iman Rasuli
Hailemariam Desalegn – mantan Perdana Menteri Etiopia
Tommy Tenney – pendeta sekaligus penulis buku terlaris
Penilik Jemaat Jesse Delano Ellis II – prelatus pertama Persatuan Gereja-Gereja Masehi
Pentakosta dan Gereja-Gereja Masehi
Pentakosta; pengasas Dewan Penilik Jemaat
Baca juga
Aliansi Global
Pentakosta Rasuli Pendukung LGBT
Sekolah Teologi Rasuli
Berkat kedua
William M. Branham
Gereja Persatuan
Pentakosta Internasional
Pelayanan Internasional Perjuangan Mukjizat Yesus
Daftar denominasi
Pentakosta Keesaan
Rujukan
Bahan bacaan lanjutan
Reed, David Arthur (1979). "Origins and Development of the Theology of Oneness Pentecostalism in the United States". Pneuma: The Journal of the Society for Pentecostal Studies. 1: 31–7. doi:10.1163/157007479X00046.
Del Colle, Ralph (1997). "Oneness and Trinity: a Preliminary Proposal for Dialogue With Oneness Pentecostalism". Journal of Pentecostal Theology. 5 (10): 85–110. doi:10.1177/096673699700501004.
Burgos Jr., Michael R. (2020). Against Oneness Pentecostalism: An Exegetical-Theological Critique. Edisi ke-3, Church Militant Publications. ISBN 9798602918410.
Fudge, Thomas A. (2003). Christianity Without the Cross: A History of Salvation in Oneness Pentecostalism. Universal Publishers. ISBN 978-1-58112-584-9.
Boyd, Gregory (1992). Oneness Pentecostals and the Trinity. ISBN 978-1-4412-1496-6.
Reed, David A. (2014). "Then and Now: The Many Faces of Global Oneness Pentecostalism". Dalam Robeck, Cecil M.; Yong, Amos. The Cambridge Companion to Pentecostalism. hlm. 52–70. ISBN 978-1-107-00709-3.