Perkawinan Adat Makassar adalah salah satu warisan budaya yang sampai saat ini masih dijunjung tinggi oleh masyarakat
Makassar. Semua orang tua mengharapkan agar anaknya dapat tumbuh dan berkembang supaya setelah besar dapat menikah dengan ramai yang disebut Bunting Lompo. Harapan ini terwujud apabila sang anak baik laki-laki maupun perempuan mengikuti aturan
Adat dan taat melakukan ajaran agama yang dianutnya.
Sebuah ungkapan Bahasa
Makassar yang menyinggung tentang
Perkawinan adalah “Tenapa nagana se’re taua punna tenapa na situtu ulunna salangganna”, ( seorang belum sempurna jikalau kepalanya belum berhubungan dengan bahunya). Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa seseorang baru bisa dikatakan sempurna yang dalam Bahasa
Makassar disebut tau, bila ia sudah kawin. Seorang yang belum kawin diumpamakan mempunyai tubuh yang belum lengkap karena kepala dan selangkanya dianggap belum berhubungan. Suami dan istri dipersamakan sebagai kepala dan badan yang harus dihubungkan untuk menjadi manusia yang sempurna. Suami dan istri merupakan perlengkapan utama antara dengan lainnya. Seorang orang tua yang akan mengawinkan anaknya, baik putra maupun putri makai a akan mengatakan “la nipajjari taumi atau la nipattumi uluma salangganna.”Artinya akan dijadikan manusialah dia, dihubungkanlah kepalanya dan selangkanya, sebab anak, disebut gadis ataupun jejaka yang belum kawin maka dia belum bisa disebut “tau”. Ia belum punya hak untuk berbicara pada acara-acara tertentu. Oleh sebab itu, tanggung jawab seseorang sesudah dikawinkan akan bertambah.
Dikatakan pula bila seseorang mengawinkan anaknya “Nisungkemi Bongonna” artinya selubungnya telah dibuka oleh anaknya. Orang tua yang mencarikan jodoh untuk anakny tidaklah mudah, karena mengawinkan anak menghubungkan atau mempertautkan dua keluarga menjadi satu sebab itu memerlukan berbagai pertimbangan.
Hubungan
Perkawinan itu menyebabkan kedua leluarga terikat oleh suatu ikatan yang disebut Ajjulu Sirik maksudnya kedua keluarga Bersatu alam mendukung kehormatan keluarga. Orang yang tidak berketeurunan di sebut “Tau puppusuk”. Artinya orang yang tidak berlkembang biak dan termasuk orang sial. Terhadap seseorang yang banyak anak dikatakan “kalumannang mako kajaimi anaknu”, artinya engkau sudah kaya karena anakmu sudah banyak. Anak itu adalah pembawa rezeki.
Dalam masyarakat
Makassar dikenal adanya dua bentuk
Perkawinan, yaitu perkawinaan yang melalui proses peminangan ‘assuro’ dan
Perkawinan tanpa melalui peminangan. Kedua bentuk
Perkawinan ini masih ditemukan dalam masyarakat
Makassar.
Bentuk
Perkawinan yang melalui proses peminaangan adalah suatu bentuk
Perkawinan yang tata cara pelaksanaannnya mengikuti
Adat-istiadat
Perkawinan masyarakat
Makassar. Prosesnya kadang-kadang lama, bergantung pada kesepakatan kedua belah pihak.
Bentuk
Perkawinan yang tidak melalui proses peminangan dalam bahasa
Makassar disebut Annyala ‘kawin lari’. Bentuk
Perkawinan semacam ini selalu menimbulkan perselisihaan antara keluarga si gadis dengan keluarga si pemuda. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kawin lari (Silariang), antara lain:
Pinangan laki-laki ditolak, biasanya karena adanya perbedaan garis keturunan, status sosial dan status pendidikan.
Pihak laki-laki tidak sanggup memenuhi persyaratan yang diajukan pihak perempuan, seperti uang belanja (Uang Panaik), mahar, dan lain-lain.
Kedua belah pihak sudah terlanjur melakukan perbuatan yang melanggar hukum
Adat.
Bentuk-bentuk
Perkawinan Adat Makassar sebagai berikut:
= Bunting, Perkawinan dengan peminangan "akbayuang"
=
Bentuk ini berlaku umum, baik bangsawan maupun golongan biasa. Hanya saja golongan bangsawan melalui proses yang panjang dan upacara dat tertentu. Apabila terjadi kesepakatan antara kedua calon maka ini disebut ‘akbayuang’ (bertunangan) . Ini adalah suatu cara
Adat untuk menjamin terciptanya lingkungan keluarga yang diterima, baik oleh keluarga maupun masyarakat.
=
“Annyala” artinya berbuat salah, dalam hal ini berbuat salah terhadap
Adat Perkawinan yang diwujudkan dengan kawin lai. Pihak keluarga gadis menderita sirik, sehingga tumasirik berkewajiban “Appaenteng sirik”. Dengan membunuh lelaki yang melarikan anaknya, dan kekecualian yaitu apabila lelaki itu telah berada dalam rumah atau pekarangan rumah anggota hadat/pemuka masyarakat, atau setidak-tidaknya telah sempat membuang songkoknya ke dalam pekarangan rumah anggota hadat tersebut yang berarti ia telah berada dalam lindungan hadat, makai a tidak dapat diganggu lagi. Bagi kadhi/hadat merupakan kewajiban baginya untuk menikahkan si Annyala (Tumannyala).
Sebagai langkah pertama dihubungi orang tua gadis (tumasirik) untuk dimintai persetujuannya. Tetapi biasanya orang tua tidak dapat memberikan jawaban apalagi bertindak sebagai wali. Karena ia merasa antara ia dengan anak gadisnya tidak ada lagi hubungan yang disebut nimateimi (dianggap mati). Sebab itu tidak ada jalan lain bagi kadhi kecuali menikahkan tunnyala tetapi buka berarti ketegangan berakhir karena peristiwa adatnya belum selesai. Hubungan antara Tumasirik dan Tunnyala sebagai tuppakasirik tetap tegang, dan dendam tumasirik akan terus berlangsung selama tumannyala belum abbajik (damai). Annyala ada beberapa macam:
Silariang berarti sama-sama lari karena kehendak Bersama setelah mengadakan mufakat kemudian menetapkan waktu untuk Bersama menuju rumah penghulu meminta perlindungan dan selanjutnya untuk dinikahkan. Adapun sebab khusus terjadinya silariang adalah:
Si gadis telah punya tambatan hati dengan seorang laki-laki lalu ia ingin dikawinkan dengan seorang yang tidak dicintainya yang merupakan paksaan baginya.
Si laki-laki tidak dapt memenuhi tuntutan pihak keluarga si agdis padahal keduanya saling mencintai.
Karena perbedaan derajat antara keduanya.
Nilariang, berarti dilarikan. Laki-laki secara paksa membawa lari si gadis ke rumah penghulumeminta perlindungan untuk diniukahkan. Adapun sebab khusus dari nilariang adalah:
Pinangan laki-laki ditolak oleh pihak perempuan sedang mereka saling mencintai dan mereka dalam hubungan siratang. Penolakan itu dianggap penghinaan bagi keluarga laki-laki sehingga, laki-laki nekad membawa lari si gadis secara paksa.
Penghinaan angsung dari gadis yng dipinangnya.
= Erangkale
=
Erangkale artinya membawa diri, terjadi karena perempuan sendiri datang pada laki-laki minta dikawini atau ke rumah kadhi meminta dikawinkan dengan laki-laki tertentu yang dipilihnya. Sebab khusus dari Erangkale ini:
karena pangngassengan (guna-guna) hal ini bila pemuda dihina oleh gadis ataupun keluarganya.
karena si gadis telah mengadakan hubungan rahasia dengan seorang laki-laki sehingga ia hamil dan tak ada jalan lain baginya kecuali mendatangi si laki-laki yang melakukannya untuk dikawini.
menghindari kawin paksa, sehingga si gadis mendatangi laki-laki pujaannya untuk minta dikawini.
Berdasarkan faktor di atas, maka kawin lari dalam masyarakat
Makassar terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
Silariang, yaitu proses kawin lari yang dilakukan oleh kedua pihak dengan dasar suka sama suka (saling mencintai) sehingga mereka bersama-sama ke rumah Imam untuk dinikahkan.
Nilariang/rilariang (dialek Konjo), yaitu seorang gadis dibawa atau dilarikan secara paksa oleh seorang pemuda karena hubungan mereka tidak direstui atau pihak laki-laki maerasa balas dendam karena dipermalukan oleh pihak perempuan.
Erang kale, yaitu seorang gadis membawa dirinya ke rumah Imam, lalu mereka menunjuk laki-laki yang akan menikahinya.
Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam
Adat Perkawinan Makassar dan setiap tahap menggunakan ungkapan yang berbeda-beda. Pada dasarnya, prosesi
Perkawinan terbagi atas tiga, yaitu sebelum
Perkawinan,
Perkawinan sedang berlangsung, dan sesudah
Perkawinan. Berikut ini dipaparkan tahap-tahap
Perkawinan beserta ungkapan yang digunakan dalam bahasa
Makassar.
= Tahapan Prapernikahan
=
Accinik rorong (Penjajakan)
Pada tahap ini pihak laki-laki melakukan penjajakan dengan penuh rahasia sehingga pihak perempuan belum mengetahui maksud kedatangan tamunya. Salah satu cara untuk mengungkapkan maksudnya ialah dengan menggunakan paruntuk kana, contohnya dari pihak laki-laki:Lompona anne rappona untia, erokku ampalessoki anakna.Sedangkan dari pihak perempuanIo, sallomi 'ntu erok nipalessok, mingka tenanaji nakke paklamungangku.
Appabattu kana (Melamar)
Merupakan lanjutan dari ‘accinik rorong’. Contoh ungkapan yang digunakan oleh pihak laki-laki:Niak anne nasuro pakkutaknanngang Daeng Nanganu... Anjo mae bunga sibolloa, apa niakmo angkalliki? Na punna tenapa, niak illak takasimbangangna Daeng Nganu... Erok ampakabani bellaya, ampakajarreki takrokaya.Sebaliknya, berikut adalah ungkapan pihak perempuanAlhamdulillah, rannu dudumak antu allanngereki ri kabattuangta, mingka takuassengapi anne ri niakna ri tenana angkalliki. Lanri kammanami anjo na kupauang aseng todok rodok toana siagang purinanna.
Appakkuling (Mengulangi untuk Mempertegas)
Appakkuling ialah mempertegas kembali apa yang teah dipertanyakan sebelumnya dengan maksud untuk mengetahui apakah lamarannya diterima atau ditolak.
Appakajarrek/Annyikkok (mengikat)
Appakajarrek yaitu menyepakati atau menyatukan pendapat untuk melaksanakan pesta
Perkawinan. Pada tahap ini sudah dibicarakan ‘sunrang’ uang belanja (doek panaik) dan perlengkapan lainnhya atau erang-erang, juga sering dibuktikan dengan sebentuk cincin yang disebut cincin passikkok.
= Tahapan Pernikahan
=
Simorong atau Naikmi kalenna (Pengantin laki-laki di antar ke rumah pengantin perempuan). Laki-laki disambut dengan ganrang iareka nirateki. Setelah itu, pengantin diapanggil oleh Anrong bunting/yang ditunjuk untuk melantunkan syair pakkiok bunting.
Appabattu Nikka ‘Ijab Kabul’
Nilekkak, yaitu pengantin perempuan diantar ke rumah pengantin laki-laki. Pada acara ini, pengantin perempuan juga membawa pakblasak iareka pakmatoang ia siratannaya. Biasanya pengantin perempuan dipanggil pula dengan syair, lalu mereka diberikan sesuatu yang berharga ‘pannimbaranngi’.
=
Pada masyarakat
Makassar Adat menetap sesudah kawin, tidak dapat dipisahkan dengan sistem kekerabatannya yang bilateral. Sangat sukar untuk menentukan satu sistem
Adat menetap karena dalam berbagai keluarga akan ditemukan
Adat Adat menetap kawin yang bilocal (parental), matrilocal mapun patrilocal. Tetapi yang cenderung dilakukan adalah neolocal.
Menurut pandangan orang
Makassar wanita mempunai kedudukan dan kehormatan yang tinggi, oleh sebab itu dilindungi oleh kaum prianya karena wanita adalah sirik.
= Adat Mengenai Perceraian
=
Perceraian yang umum dikenal adalah talak, terdiri atas (talak sattu, talak dua, talak tiga), takliknyaitu percraian karena adanya pengaduan istri karena tidak terpenuhinya satu syarat yang diucapkan oleh suami pada saat nikah. Talak, yaitu terjadi karena pengaduan timbal balik suami nistri keppengadilan agama. Khuluk, yaitu terjadi karena permintaan istri berdasarkan allsannya yang dapat diterima di pengadilan agama.
= Hukum Waris
=
Harta benda dapat digolongkan atas harta silsilah, sebagai bawahan yang diperoleh sebelum
Perkawinan. Harta ini akan jatuh pada anak-anak, tetapi bila tidak punya anak maka akan kembalii pada orang tuanya. Harta cakkarak, diperoleh sesudah kawinakan jatuh kepada anak sebagai passaredan warisan. Antara anak lakiilaki dan perempuan bernbanding dua dan satu, sebagai mana dikatakan buraknea allembarak, baine ajjujung (lelaki memikul, perempuan menjunjung).
= Poligami
=
Bagi orang
Makassar, poligami tidak dilarang. Orang
Makassar banyak yang beristri lebih dari satu. Tetapi ini dilakukan bukan hanya karena hubungan biologis, tetapi juga karena martabat dalam masyarakat, kedudukan politik, kekayaan, dan lain-lain.
= Kawin Ulang
=
Kawin ulang terjadi pada orang yang telah melalui perceraian. Kawin ulang yang terjadi bukan dengan pasangan baru. Kawin dengan pasangan baru terjadi karena salah satu pasangan itu meninggal. Pasangan hidup yang ditinggal suami disebut balu baine
Sesudah
Perkawinan masih ada acara yang disebut appakbajikang/ appakjamakkang yang berarti mendamaikan atau menyatukan tangan kedua mempelai dalam mengarungi bahtera rumah baru.
Referensi