Politik Irak didasarkan pada bentuk negara republik parlementer federal demokrasi perwakilan.
Irak merupakan negara multipartai dengan kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri dari Dewan Menteri sebagai kepala pemerintahan, dan Presiden
Irak, sementara kekuasaan legislatif dipegang Majelis Perwakilan
Irak.
Perdana Menteri
Irak saat ini adalah Haidar al-Abadi, yang memegang sebagian besar kekuasaan eksekutif dan menunjuk Kabinet, yang bertindak sebagai kabinet dan/atau pemerintah.
Sejarah
Sebelum Saddam Hussein jatuh pada tahun 2003, Partai Ba'ath menjadi partai penguasa.
Irak diduduki oleh pasukan asing sejak invasi
Irak 2003, dengan kekuatan militer utama berasal dari Amerika Serikat dan Britania Raya.
Pendudukan militer tersebut menghasilkan sebuah hukum administrasi transisi, yang digantikan oleh Konstitusi
Irak setelah disetujui pada referendum yang diselenggarakan pada 15 Oktober 2005. Sebanyak 275 anggota Majelis Perwakilan terpilih pada pemilihan parlemen
Irak Desember 2005, yang akan membentuk Pemerintahan
Irak, 2006-2010.
Pemerintahan
= Pemerintahan Federal
=
Pemerintahan Federal
Irak didefinisikan berdasarkan Konstitusi
Irak sebagai republik parlementer federal, Islamis, demokratis. Pemerintahan federal terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta berbagai komisi independen.
Lembaga legislatif adalah Majelis Perwakilan
Irak. Lembaga eksekutif terdiri dari Presiden, Perdana Menteri, dan Kabinet Menteri. Lembaga yudikatif federal terdiri dari Mahkamah Agung, Mahkamah Kasasi, Kejaksaan Agung, dan lembaga peradilan federal lainnya yang diatur oleh undang-undang.
Komisi Tinggi untuk Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum, dan Komisi Integritas merupakan komisi independen yang berada di bawah pengawasan Majelis Perwakilan. Bank Sentral
Irak, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Komunikasi dan Media merupakan lembaga yang independen secara finansial dan administratif. Yayasan Martir berada di bawah Kabinet. Dewan Layanan Publik Federal mengatur urusan pelayanan publik, termasuk pengangkatan dan promosi.
= Pemerintah daerah
=
Pembagian administratif
Irak dibagi menjadi wilayah dan kegubernuran. Wilayah dan kegubernuran diberikan otonomi yang luas dan khusus untuk wilayah diberikan kewenangan tambahan untuk mengatur pasukan keamanan internal wilayah seperti polisi, pasukan keamanan, dan penjaga. Pemilihan daerah terakhir kegubernuran diadakan pada tanggal 31 Januari 2009.
Wilayah
Konstitusi mengamanatkan Majelis Perwakilan unutk memberlakukan hukum mengenai prosedur untuk membentuk wilayah baru 6 bulan dari sidang pertama. Undang-undang ini disahkan 11 Juli 2006 dengan hanya 138 dari 275 anggota, sementara sisa anggota memboikot pemungutan suara. Legislator dari Front
Irak Selaras, Gerakan Sadr, dan Partai Kebajikan Islam menentang RUU tersebut.
Berdasarkan undang-undang tersebut, suatu wilayah dapat dibuat dari satu atau lebih kegubernuran atau dua atau lebih daerah, dan kegubernuran juga bisa bergabung dengan wilayah yang sudah ada untuk membuat wilayah baru. Wilayah baru dapat diusulkan oleh sepertiga atau lebih dari anggota majelis yang mewakilkan kegubernuran plus 500 pemilih atau sebesar sepersepuluh pemilih atau lebih di kegubernuran yang akan berubah. Maka perlu diadakan referendum dalam waktu tiga bulan untuk dapat meloloskan rencana tersebut.
Provinsi
Irak dibagi menjadi 18 provinsi, yang kemudian dibagi kembali menjadi beberapa distrik:
= Aliansi dan partai di parlemen
=
Aliansi Nasional
Irak
Majelis Agung Islam
Irak (al-Majlis al-alalith-thaura l-islamiyya fil-Iraq) – dipimpin oleh Ammar al-Hakim
Gerakan Sadr – dipimpin oleh Muqtada al-Sadr
Partai Dakwah Islam – Organisasi
Irak (Hizb al-Da'wa al-Islami Tendeem al-Iraq) – dipimpin oleh Kasim Muhammad Taqi al-Sahlani
Partai Dakwah Islam (Hizb al-Da'wa al-Islamiyya) – dipimpin oleh Nouri al-Maliki
Koalisi Suku
Irak – dipimpin oleh Hamid al-Hais
Kelompok Islam Fayli di
Irak – dipimpin oleh Muqdad Al-Baghdadi
Aliansi Patriotik Demokratik Kurdistan
Partai Demokrat Kurdistan (Partiya Demokrat a Kurdistanê) – dipimpin oleh Massoud Barzani
Persatuan Patriotik Kurdistan (Yaketi Nishtimani Kurdistan) – dipimpin oleh Jalal Talabani
Persatuan Islam Kurdistan (Yekîtiya Islamiya Kurdistan)
Gerakan untuk Perubahan (Bizutnaway Gorran) – dipimpin oleh Nawshirwan Mustafa
Partai Rakyat Pekerja Kurdistan (Parti Zahmatkeshan Kurdistan)
Partai Komunis Kurdistan (Partiya Komunîst Kurdistan)
Partai Patriotik Asyur
Daftar
Irak (al-Qayimaal Iraqia)
Warga
Irak – dipimpin oleh Ghazi al-Yawer
Kader dan Elit Independen Nasional
Persatuan Rakyat (Ittihad Al Shaab)
Partai Komunis
Irak – dipimpin oleh Hamid Majid Mousa
Masyarakat Kurdi Islam – dipimpin oleh Ali Abd-al Aziz
Gerakan Buruh Islam di
Irak
Partai Nasional Demokrat (Hizb al Dimuqratiyah al Wataniyah) – dipimpin oleh Samir al-Sumaidai
Daftar Nasional Rafidain
Gerakan Demokrasi Asyur (Zowaa Dimuqrataya Aturaya) – dipimpin oleh Yonadam Kanna
Blok Rekonsiliasi dan Pembebasan
Daftar Mithal al-Alusi
Gerakan Yazidi untuk Reformasi dan Kemajuan
= Partai lain
=
Partai Komunis
Irak
Pekerja-Partai Komunis
Irak
Pekerja Kiri-Partai Komunis
Irak
Aliansi Demokrat Independen yang dipimpin Adnan Pachachi
Partai Nasional Demokrat – Naseer al-Chaderchi
Partai Hijau
Irak
Uni Demokratik
Irak Diarsipkan 2011-07-23 di Wayback Machine.
Gerakan Monarki Konstitusional yang dipimpin Sharif Ali Bin al-Hussein
Partai Pembebasan Asyur
Partai Konservatif Kurdistan
Partai Rakyat Turkmen
Partai Islam
Irak yang dipimpin Ayad al-Samarrai
Partai Al Neshoor
= Partai terlarang
=
Hizb ut-Tahrir
Partai Ba'ath
Pemilhan umum
= Pemilihan parlemen Irak, Januari 2005
=
Pemilihan untuk Majelis Nasional
Irak diadakan pada 30 Januari 2005 di
Irak. Majelis Nasional merupakan parlemen yang dibentuk sesuai dengan amanat undang-undang transisi selama Pendudukan
Irak. Majelis ini diberi mandat untuk merancang Konstitusi
Irak yang baru dan bersifat tetap serta menjalankan fungsi legislatif sampai Konstitusi baru diberlakukan, dan menyebabkan pembentukan Pemerintahan Transisi
Irak.
Aliansi
Irak Bersatu, yang secara diam-diam didukung oleh Marja' Syiah Ali al-Sistani, memimpin dengan 48% suara. Aliansi Patriotik Demokratik Kurdistan berada di tempat kedua dengan 26% suara. Partai dari Perdana Menteri Ayad Allawi, Daftar
Irak, berada di peringkat ketiga dengan 14% suara. Total, terdapat dua belas partai yang mendapat kursi di parlemen.
Rendahnya partisipasi Sunni Arab datang ke tempat pemungutan menyebabkan legitimasi pemilihan dipertanyakan, dengan hanya 2% yang menggunakan hak suaranya di Provinsi Anbar. Terjadi lebih dari 100 serangan bersenjata, menewaskan sedikitnya 44 orang (termasuk sembilan pelaku bom bunuh diri) di seluruh
Irak, termasuk sedikitnya 20 orang di Bagdad.
= Pemilihan Parlemen Irak, Desember 2005
=
Setelah Konstitusi
Irak diratifikasi pada 15 Oktober 2005, pemilu diselenggarakan kembali pada 15 Desember untuk memilih 275 anggota Majelis Perwakilan
Irak.
Pemilu dilakukan dengan sistem daftar, pemilih dapat memilih dari daftar partai dan koalisi. Sebanyak 230 kursi disebar ke 18 kegubernuran sesuai dengan jumlah pemilih terdaftar pada pemilihan bulan Januari 2005, termasuk 59 kursi di kegubernuran Bagdad. Kursi di setiap provinsi ditentukan melalui sistem Perwakilan Proporsional. Tambahan 45 kursi "kompensasi" untuk partai yang mendapat suara nasional total (termasuk suara di luar negari) melebihi persentase dari 275 total kursi yang dialokasikan. Wanita diharuskan untuk menempati 25% dari 275 kursi. Perubahan sistem pemungutan suara ini lebih menguntungkan bagi pemilih Sunni Arab, yang menjadi mayoritas di beberapa provinsi. Diharapkan bahwa provinsi tersebut akan mengembalikan perwakilan Sunni Arab di parlemen, setelah sebagian besar Sunni memboikot pemilu terakhir.
Jumlah warga yang menggunakan hak suaranya tinggi (79,6%). Presiden Bush sering menyatakan bahwa pemilu tersebut adalah tanda kemajuan pembangunan kembali
Irak. Namun, kekerasan pasca-pemilu mengancam negara kembali ke dalam perang saudara, sebelum situasi mulai terkendali tahun 2007. Hasil pemilu itu sendiri menghasilkan pemerintahan koalisi yang rapuh yang dipimpin oleh Nouri al-Maliki.
= Pemilihan parlemen Irak, 2010
=
Pemilihan parlemen
Irak berikutnya diadakan pada tanggal 7 Maret 2010. Pemilu tersebut akan menentukan 325 anggota Majelis Perwakilan
Irak yang akan memilih Perdana Menteri dan Presiden
Irak. Hasil pemilu ini dimenangkan oleh Gerakan Nasional
Irak, yang dipimpin oleh mantan Penjabat Perdana Menteri Ayad Allawi, dengan meraih 91 kursi. Koalisi Negara Hukum, yang dipimpin oleh Perdana Menteri petahana Nouri Al-Maliki, di peringkat kedua dengan 89 kursi.
Pemilu ini penuh dengan kontroversi. Sebelum pemilu, Mahkamah Agung
Irak memutuskan bahwa hukum/aturan pemilihan yang ada melanggar konstitusi, dan undang-undang pemilu yang baru terdapat perubahan dalam sistem pemilu. Pada 15 Januari 2010, Komisi Pemilihan Umum
Irak (IHEC) melarang 499 calon karena diduga terkait dengan Partai Ba'ath. Sebelum memulai kampanye pada 12 Februari 2010, Komisi Pemilihan menegaskan bahwa banding yang diajukan calon yang dilarang ikut serta telah ditolak. Ada banyak tuduhan penipuan, dan penghitungan ulang suara di Bagdad dilakukan pada tanggal 19 April 2010. Pada 14 Mei 14, Komisi Pemilihan mengumumkan bahwa setelah 11.298 kotak suara dihitung ulang, tidak ada tanda-tanda kecurangan atau pelanggaran.
Parlemen baru diresmikan pada 14 Juni 2010. Setelah berbulan-bulan negosiasi, kesepakatan mengenai pembentukan pemerintahan baru tercapai pada 11 November. Talabani akan tetap menjabat sebagai presiden, Al-Maliki akan tetap menjabat sebagai perdana menteri dan Allawi akan menjadi kepala dewan keamanan yang baru.
= Pemilihan parlemen Irak, 2014
=
Pemilihan parlemen diadakan di
Irak pada 30 April 2014. Pemilihan tersebut memilih 328 anggota Majelis Perwakilan yang nantinya akan memilih Presiden dan Perdana Menteri
Irak.
Masalah
= Korupsi
=
Menurut Transparency International, pemerintahan
Irak merupakan pemerintahan yang paling korup di Timur Tengah, dan digambarkan sebagai "rezim hibrida" (antara "demokrasi tak sempurna" dan "rezim otoriter"). Laporan "Costs of War" dari Watson Institute for International Studies Universitas Brown tahun 2011 menyatakan bahwa kehadiran militer AS di
Irak belum mampu mencegah korupsi, mengungkapkan bahwa pada awal 2006, "jelas bahwa
Irak pasca-Saddam tidak akan menjadi kunci demokrasi di Timur Tengah."
Lihat pula
Sejarah
Irak (2003–2011)
Rekonstruksi
Irak
Hak asasi manusia
Irak pasca-invasi
Referensi
Bacaan lebih lanjut
Who Are Iraq's New Leaders? Diarsipkan 2008-08-13 di Wayback Machine. What Do They Want? Diarsipkan 2008-08-13 di Wayback Machine. U.S. Institute of Peace Special Report, March 2006
BBC Report: Who's Who in Post-Saddam Iraq
Video Seminar on Iraq Coalition Politics Diarsipkan 2005-09-06 di Wayback Machine.: April 20, 2005, sponsored by the Program in Arms Control, Disarmament, and International Security at the University of Illinois.
M. Ismail Marcinkowski, Religion and Politics in Iraq. Shiite Clerics between Quietism and Resistance, with a foreword by Professor Hamid Algar of the University of California at Berkeley. Singapore: Pustaka Nasional, 2004 (ISBN 9971-77-513-1)
State and society in Iraq ten years after regime change: the rise of a new authoritarianism Diarsipkan 2015-01-22 di Wayback Machine. International Affairs (2013)
Pranala luar
Pemerintah
Irak Diarsipkan 2016-11-19 di Wayback Machine. di DMOZ
Global Justice Project:
Irak