Guru Gembul adalah seorang aktivis, kritikus,
Guru, dan pembuat konten asal Indonesia, yang dikenal dengan konten ilmiah dan filsafat sosialnya. Argumennya tentang fenomena sosial dan kritiknya tentang sistem pendidikan di Indonesia menjadikannya salah satu tokoh publik yang cukup kontroversial di Indonesia.
Kehidupan
Kehidupan
Guru Gembul sangat tertutup dan identitas aslinya masih misterius.
Guru Gembul diduga bernama asli "Johan Riyadi", "Jafar Rohadi", atau "Jafar Riyadi", namun hal ini kemudian dibantah langsung olehnya. Ia diketahui merupakan lulusan dari Universitas Pendidikan Indonesia.
Guru Gembul menyatakan bahwa ia adalah seorang pengajar di salah satu sekolah di Bandung, sementara pendapatan per bulan dari kanal YouTube-nya diperkirakan mencapai $1.7K sampai $27.2K atau jika dirupiahkan sekitar Rp26.134.100 sampai Rp372.026.600. Dengan demikian, penghasilannya dalam setahun sekitar $20.4K sampai $326.1K atau jika dirupiahkan sekitar Rp313.609.200 sampai Rp5.013.135.300.
Aktivitas
Guru Gembul memulai kariernya di YouTube dan membuat video pembahasan mengenai ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat sosial, dan teori konspirasi. Pemikirannya tentang Islam moderat dan kritiknya terhadap komunitas-komunitas keagamaan di Indonesia membuat kontennya cukup diminati di Indonesia.
Guru Gembul menegaskan bahwa dirinya bukanlah seorang Sunni ataupun Syiah, dan bahwa dirinya tidak mengikuti aliran Islam manapun. Sebagai akibat dari kritiknya terhadap "kaum Habaib" yang diterjemahkan sebagai orang-orang yang menghormati para habib,
Guru Gembul dituduh sebagai seorang ekstremis.
Konfliknya dengan Bahar bin Smith, salah satu habib dan ulama Indonesia, dimulai ketika
Guru Gembul memperhatikan bahwa Bahar tidak bisa membaca kitab kuning, perangkat teks pendidikan berbahasa Arab dalam kurikulum Islami yang umum digunakan di pesantren di Indonesia, dengan benar.
Guru Gembul menyayangkan hal ini, dan menyebut Bahar bin Smith sebagai "ulama gadungan", serta meragukan nasab Bahar sebagai seorang habib yang dihormati.
Guru Gembul kemudian menyoroti penggunaan hadis palsu dalam pernyataan Bahar yang menegaskan bahwa ia benar-benar keturunan dari nabi Islam Muhammad. Rhoma Irama dan Zein Assegaf, tokoh publik lain yang saat itu juga berkonflik dengan Bahar, menyetujui pernyataan
Guru Gembul, menyayangkan hal ini terjadi kepada seorang ulama. Lebih lanjut, Rhoma dan
Guru Gembul menantang Bahar untuk membuktikan keaslian nasabnya melalui tes DNA, hal ini membuat Bahar tersinggung, menyatakan bahwa ia bisa saja menyanggupinya, namun dengan sejumlah syarat.
Dalam sebuah seminar di Bandung,
Guru Gembul mengkritik sistem pendidikan di Indonesia, dan mendorong perubahan pada sistem pendidikan. Ia juga mengkritik pemberian gaji rendah terhadap
Guru-
Guru di Indonesia, yang menurutnya hal inilah yang memicu penurunan kualitas pendidikan Indonesia.
Kontroversi
Pada tahun 2023, sebagai akibat kritiknya terhadap
Guru dan pendidikan di Indonesia, lima aktivis pendidikan melayangkan surat terbuka berisi somasi kepada
Guru Gembul atas pernyataannya dalam gelar wicara pendidikan nasional yang ditayangkan di BTV edisi 1 Juni 2023. Para aktivis menilai pernyataan
Guru Gembul tentang kompetensi
Guru telah melecehkan profesi
Guru. Dalam klarifikasinya,
Guru Gembul mengatakan bahwa dirinya hanya mengkritik Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang menyiapkan para
Guru, lebih lanjut menyatakan bahwa pernyataannya telah disalahpahami dan tidak seharusnya berujung pada somasi. Masalah ini kemudian diselesaikan dengan damai, dengan semua pihak sepakat bahwa "hanya sebagian
Guru yang tidak kompeten".
Pada tahun 2024,
Guru Gembul pernah menyatakan,
Semua sistem indrawi kita ini sering bohong atau dikibulin atau eror, kalau begitu maka dia tidak layak, tidak cocok untuk menjadi sumber informasi yang terpercaya.
Pernyataan ini membuat seorang alumnus Universitas Minnesota, Abdul Muin Banyal berkomentar bahwa indra manusia memang terbatas, namun keterbatasan itu bukan malah membuat indra manusia tidak layak dijadikan sumber informasi terpercaya seperti yang dikatakan oleh
Guru Gembul. Menurut Abdul Muin, justru keterbatasan itulah yang mendorong manusia untuk menciptakan alat bantu yang bisa kita gunakan untuk memperluas indra manusia, bahkan setelah manusia membuat alatnya, manusia masih harus menggunakan indra mereka untuk mengamati fenomena di sekitar mereka.
Referensi
Pranala luar
Guru Gembul di Instagram