Kris Mataram adalah film Hindia Belanda tahun 1940 yang disutradarai Njoo Cheong Seng dan dibintangi Fifi Young dan Omar Rodriga. Film ini mengisahkan sepasang kekasih yang terpisah karena kelas mereka. Ini merupakan film fitur perdana Young. Film ini adalah yang pertama diproduksi oleh Oriental Films dan bergantung pada ketenaran Young sebagai aktris panggung untuk menarik perhatian penonton. Film ini bisa jadi hilang dari peredaran.
Alur
Seorang priyayi asal Kartasura, R. A. Roosmini (Fifi Young), jatuh cinta dengan wong cilik bernama Bachtiar (Omar Rodriga). Ia ingin hidup bersama Bachtiar, tetapi ayahnya R. M. Hadikusumo menuntut agar ia menikahi seorang pria dengan latar belakang yang sama. Roosmini dan Bachtiar melarikan diri, sayangnya Bachtiar dipulangkan oleh keluarganya dan dipaksa menikahi seorang wanita yang tidak dicintainya. Roosmini, alih-alih menikahi pria yang tidak dicintainya atau hidup sendiri, menikam dirinya dengan keris pusakanya dan meninggal dunia.
Produksi
Kris Mataram diproduksi Oriental Film, sebuah studio film yang baru didirikan. Film ini membuat Fifi Young dan suaminya Njoo Cheong Seng bergabung dengan studio ini: Young – mantan pemeran panggung – memerankan tokoh dan Njoo menyutradarai dan menulis filmnya. Ini merupakan film perdana Njoo dan naskah
Kris Mataram sebelumnya ditujukan untuk pertunjukan panggung. Joshua Wong, sebelumnya bekerja di Tan's Film, ditarik ke Oriental Film untuk menangani sinematografi
Kris Mataram. Wong kecewa atas pangsa laba yang diterimanya dari Tan's.
Judulnya, yang berarti "keris dari
Mataram", dipilih agar menarik perhatian. Sejarawan film Indonesia Misbach Yusa Biran menyebut film ini tidak ada kaitannya dengan budaya
Mataram. Film ini dianggap membanding-bandingkan tradisionalisme dengan modernitas, serta budaya Timur dengan Barat.
Kris Mataram adalah film hitam putih dengan dialog bahasa Melayu.
Rilis
Film ini tayang perdana pada tanggal 29 Juni 1940 di Rex Theatre, Batavia (sekarang Jakarta).
Kris Mataram ditargetkan pada penonton kelas bawah. Biran menulis bahwa para penontonnya adalah penggemar drama panggung tradisional toneel, sebagian dikarenakan ketergantungan film ini pada Young untuk menarik perhatian penonton.
Film ini bisa jadi tergolong film hilang. Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya. Akan tetapi, Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia dan Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.
Referensi
Catatan kaki
Daftar pustaka
Pranala luar
Kris Mataram di IMDb (dalam bahasa Inggris)