Rumah kongsi (bahasa Belanda: landhuis; jamak: landhuizen) adalah sebuah
Rumah desa kolonial Belanda, seringkali menjadi jantung administratif dari sebuah particuliere land atau domain pribadi di Hindia Belanda, sekarang Indonesia. Kebanyakan
Rumah desa dibangun oleh Belanda di pemukiman kolonial lainnya, seperti Galle, Cape Town dan Curaçao, tetapi tidak ada yang seluas atau serumit di Karesidenan Batavia (wilayah yang mencakup bagian dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten modern). Sebagian besar reputasi Batavia sebagai "Ratu dari Timur" terletak pada kemegahan
Rumah-
Rumah mewah dari abad ke-18 ini.
Mereka disusun sebagai replika arsitektur Belanda. Belakangan, desain yang menyertakan fitur arsitektur vernakular Jawa adalah respons terhadap iklim tropis. Hasilnya, perpaduan arsitektur Barat dan Jawa yang kemudian dikenal sebagai 'Gaya Hindia' dari Hindia Belanda. Gaya Hindia merupakan bentuk pertama dari perpaduan arsitektur Belanda dan lokal yang kemudian melahirkan gaya arsitektur Rasionalis Belanda awal di Indonesia. Terlepas dari warisan dan statusnya yang dilindungi, banyak
Rumah pedesaan Hindia Belanda dibiarkan rusak atau dihancurkan, seringkali karena kurangnya perawatan. Banyak dari
Rumah-
Rumah ini berada di dalam kompleks milik Polri. Banyak yang diubah menjadi asrama dengan pelestarian yang buruk.
Sejarah
Di Belanda abad ke-17, semakin pentingnya Belanda sebagai negara maritim utama dengan kerajaan komersial yang berkembang, khususnya di Timur, telah menghasilkan modal untuk para pedagang Amsterdam. Pedagang yang semakin kaya ini mulai menginvestasikan keuntungan mereka di tempat tinggal keduanya di luar Amsterdam. Tempat tinggal kedua ini, atau landhuizen, berkisar dari tempat peristirahatan pedesaan yang sederhana hingga
Rumah bangsawan yang mewah, dan biasanya terletak di sepanjang Sungai Amstel dan Vecht. Di Batavia, kecenderungan serupa terjadi pada pertengahan abad ke-18. Ketika Batavia menjadi semakin tidak sehat selama abad ke-18, pejabat kaya Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) adalah orang pertama yang kabur dan membangun
Rumah-
Rumah megah di pedesaan sekitarnya, biasanya terletak di antara sungai dan jalan yang menuju ke Batavia.
Para pejabat VOC membangun
Rumah pedesaan di luar tembok kota Batavia ketika Ommelanden (pedalaman yang terletak tepat di luar tembok kota) telah diamankan dan dijauhkan dari serangan pemberontak Jawa yang berusaha mengusir penjajah Belanda. Hal ini dicapai dengan membangun garis melingkar pos-pos lapangan berbenteng di tempat-tempat seperti Antjol, Jacatra, Noordwijk, Rijswijk, Angke, dan Vijfhoek; sebagian besar didirikan pada pertengahan abad ke-17.
Rumah-
Rumah ini awalnya berupa struktur sederhana, tetapi seiring berjalannya waktu berubah menjadi
Rumah pedesaan yang mewah di taman santai yang mewah, seringkali dengan paviliun musik dan menara lonceng.
Gaya Hindia
Gaya Hindia tampak sangat menonjol di
Rumah-
Rumah pedesaan Hindia Belanda. Gaya ini muncul pada akhir abad ke-18 dan secara bertahap disesuaikan dengan iklim tropis. Arsitektur ini dapat dibagi menjadi tiga arketipe utama:
Rumah pedesaan Gaya Belanda,
Rumah pedesaan Hindia Belanda Transisi, dan
Rumah pedesaan bergaya Hindia. Setidaknya satu dari masing-masing gaya ini bertahan per tahun 2015.
= Rumah pedesaan bergaya Belanda
=
Rumah pedesaan bergaya Belanda (Nederlandse stijl) populer antara tahun 1730 dan 1770. Mereka biasanya berupa struktur dua lantai yang mereplika
Rumah-
Rumah di Belanda. Pengaruh Belanda terlihat jelas pada atap pinggul, fasad tertutup dan kokoh, serta jendela-jendela yang tinggi. Mereka sering terlihat dengan menara lonceng, paviliun musik, dan taman hiburan Eropa.
Satu-satunya konsesi untuk iklim tropis adalah serambi atap yang relatif besar dibandingkan dengan
Rumah aslinya di Belanda. Tidak seperti
Rumah-
Rumah di Belanda, perumahan di Batavia memiliki ruang tambahan yang luas untuk menampung para pelayan, sering kali di bagian belakang
Rumah. Interiornya biasanya lebih besar dari
Rumah-
Rumah di Belanda, dengan langit-langit yang jauh lebih tinggi.
Contohnya adalah
Rumah pedesaan Weltevreden,
Rumah Groeneveld di Condet,
Rumah Reynier de Klerck (sekarang menjadi gedung Arsip Nasional Indonesia), dan
Rumah Jan Schreuder.
= Rumah pedesaan Hindia Belanda transisi
=
Gaya Stijl Nederlands-Indische ini muncul antara tahun 1750 dan 1800. Struktur dan bentuknya menunjukkan adanya akulturasi dengan iklim tropis. Masih dengan struktur dua lantai, fasad terlindungi dari matahari dan hujan lebat dengan atap menjorok yang lebih besar di segala sisi. Profil atap menyerupai atap lokal bergaya joglo yang secara tradisional diperuntukkan bagi bangsawan Jawa. Lantai atas biasanya dicapai dengan tangga eksternal dan seringkali bagian tengah dibiarkan terbuka untuk ventilasi yang maksimum; serta jendela tinggi dengan daun jendela berkisi-kisi. Gaya arsitektur ini juga populer di Sumatera.
Contohnya termasuk
Rumah Cililitan Besar (1775) yang masih ada, meski kondisinya sudah mulai rusak. Contoh lainnya adalah
Rumah pedesaan Pondok Gedeh dan
Rumah pedesaan Cengkareng.
= Rumah pedesaan bergaya Hindia
=
Juga dikenal sebagai
Rumah Indo-Eropa (Indo Europeesche Stijl) atau Indische stijl, gaya ini muncul antara tahun 1790 dan 1820. Bentuknya merupakan perpaduan gaya Belanda dan pribumi (Jawa).
Rumah pedesaan bergaya Hindia biasanya dibangun dengan struktur satu lantai dengan beranda depan (pringgitan) dan beranda belakang (gadri), ditutupi oleh atap bernada tipe joglo yang memanjang di atas beranda. Seringkali beranda terhubung ke galeri samping untuk perlindungan dari cuaca. Beranda sering memiliki pohon palem dalam pot, beton dingin atau ubin marmer yang dilapisi tikar bambu yang dibelah. Referensi barat muncul di kolom Tuscan neoklasikisme yang menopang atap besar yang menjorok dan pintu serta jendela yang didekorasi.
Gaya ini direplikasi di seluruh nusantara pada periode selanjutnya. Salah satu dari sedikit contoh yang masih ada adalah
Rumah Cimanggis yang bobrok, atapnya runtuh sebelum tahun 2013. Contoh lainnya adalah
Rumah Jepang (dibangun untuk Andries Hartsinck pada akhir abad ke-18, dihancurkan pada tahun 1996),
Rumah Tjitrap (Citeureup),
Rumah Telukpucung,
Rumah Camis, dan
Rumah Tjilodong (Cilodong).
Kemunduran
Dengan bubarnya VOC,
Rumah pedesaan menjadi kurang populer. Selama abad ke-19, dua jenis arsitektur mulai semakin populer di Hindia Belanda: gaya Neoklasik yang diterima secara universal tetapi memudar, cocok untuk di wilayah kolonial; dan gaya Modernis, yang memunculkan mazhab neo-vernakular yang dipadukan dengan Art Deco untuk menciptakan gaya tropis yang dijuluki Gaya Hindia Baru. Sementara Gaya Hindia sebelumnya pada dasarnya adalah
Rumah-
Rumah Indonesia dengan potongan Eropa, pada awal abad ke-20, tren pengaruh modernis diekspresikan pada bangunan-bangunan Eropa yang pada dasarnya dengan potongan Indonesia. Langkah-langkah praktis yang dibawa dari Gaya Hindia sebelumnya, yang merespons iklim Indonesia, termasuk atap yang menjorok, jendela yang lebih besar dan ventilasi di dinding.
Lihat pula
Arsitektur Indonesia
Arsitektur kolonial di Indonesia
Daftar bangunan dan struktur kolonial di Jakarta
Gaya Imperium Hindia
Gaya Hindia Baru
Rumah tradisional
Rumah Melayu
Arsitektur Tiongkok-Portugis
Bahay kubo
Bahay na bato
Referensi
= Catatan kaki
=
= Daftar pustaka
=