Sembilan Naga adalah istilah yang merujuk pada sekelompok pengusaha keturunan Tionghoa berpengaruh di Indonesia, terutama yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan Orde Baru. Istilah ini sering dikaitkan dengan kekuatan ekonomi dan politik yang besar, meskipun keanggotaan kelompok ini tidak pernah dikonfirmasi secara resmi.
Sejarah
Istilah "
Sembilan Naga" muncul pada era Orde Baru, yang dicirikan oleh hubungan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan pemerintah. Awalnya, istilah ini, yang juga dikenal sebagai 'Gang of Nine', memiliki konotasi negatif dan misterius. Kelompok ini dikaitkan dengan bisnis gelap seperti judi, narkoba, dan penyelundupan, dan dianggap kebal hukum karena bekingan kuat dari pihak berwenang. Setelah Orde Baru berakhir, konotasi "
Sembilan Naga" bergeser menjadi lebih netral, merujuk pada pengusaha-pengusaha yang mendominasi perekonomian Indonesia, yang dianggap sebagai hasil simbiosis mutualisme dengan pemerintah Orde Baru.
Anggota
Tidak ada sumber atau bukti konklusif yang mengidentifikasi anggota
Sembilan Naga secara pasti. Meskipun demikian, beberapa nama sering disebut-sebut sebagai anggota potensial, di antaranya:
Robert Budi Hartono (Djarum Group);
Rusdi Kirana (Lion Air Group);
Sofjan Wanandi (Santini Group);
Jacob Soetoyo (PT Gesit Sarana Perkasa);
James Riady (Lippo Group);
Tommy Winata (Artha Graha Group);
Anthony Salim (Salim Group);
Dato' Sri Tahir (Mayapada Group);
Edwin Soeryadjaya (Astra International);
Sugianto Kusuma alias Aguan (Agung Sedayu Group).
Beberapa pengusaha yang namanya disebut-sebut telah membantah keterlibatan mereka, seperti Tommy Winata, yang menganggapnya sebagai imajinasi yang merugikan.
Dampak
Keberadaan "
Sembilan Naga" menunjukkan konsentrasi kekuatan ekonomi dan politik di tangan segelintir pengusaha. Dominasi mereka tercermin dalam berbagai sektor penting seperti perbankan, properti, manufaktur, dan retail. "
Sembilan Naga" dianggap telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama selama era Orde Baru, dengan investasi besar-besaran mereka di berbagai sektor. Namun, dominasi mereka juga memunculkan kekhawatiran tentang praktik monopoli, kesenjangan ekonomi, dan kurangnya persaingan yang sehat.
Lihat pula
Chaebol
Zaibatsu
Konglomerat
Perusahaan keluarga
Kelompok Empat (Indonesia)
Referensi