Wanita pembela hak asasi manusia merupakan para perempuan yang melakukan pembelaan mengenai
hak asasi manusia (HAM), terutama
hak perempuan dan juga
hak yang berkaitan dengan gender dan seksualitas. Mengenai jati diri dan juga fokus kerja para
Wanita pembela HAM ada beberapa macam yang bisa diketahui yaitu para perempuan adat yang melakukakan perjuangan akses para masyarakat atas berbagai sumber daya alam yang diambil oleh pengusaha. Selain itu ada guru yang melawan intervensi penguasa demi mengajarkan kebenaran, para tokoh masyarakat perempuan yang menyuarakan keadilan dan pembebasan perempuan dari kekerasan, para perempuan yang mendampingi istri dari korban kekerasan dalam rumah tangga serta perempuan yang menegakkan HAM secara umum ataupun
hak perempuan secara khusus. Hari
pembela HAM
Wanita Internasional diperingati setiap tanggal 29 November.
Pengertian
Istilah mengenai
pembela HAM mulai dikenalkan resmi semenjak 9 Desember 1998 melalui resolusi Sidang Umum PBB yang mengesahkan Deklarasi
hak dan tanggung Jawab dari Para Individu, Kelompok, dan anggota Masyarakat untuk Memajukan dan Melindungi
hak asasi manusia dan Kebebasan Fundamental yang Diakui secara Universal (Declaration on the Right and Responsbility of Individuals and Organs of Society to promote and Protect Universally Recognized Human Rights and Fundamental Freedoms); yang lebih populer dikenal sebagai Deklarasi
pembela HAM. Dalam deklarasi ini disebutkan secara khusus mengenai
pembela HAM pada pasal 1 yang memiliki bunyi:
“Setiap orang punya
hak secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan yang lain, untuk memajukan dan memperjuangkan perlindungan dan pemenuhan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar di tingkat nasional dan internasional.”'
Maka berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa baik itu individu maupun kolektif yang melakukan perjuangan dan melakukan pembelaan HAM maka bisa disebut dengan
pembela HAM. Seseorang juga bisa disebut dengan
pembela HAM apabila mengakui terhadap derajat universitas dari HAM,tidak melakukan pembedaan antara satu golongan dengan golongan yang lainnya .Sehingga saat ada seseorang yang hanya mengakui beberapa dan menolak
hak lainnya maka tidak bisa dikatakan sebagai
pembela HAM. Selanjutnya definisi mengenai
pembela HAM diperkuat dengan adanya panduan tentang
pembela HAM yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang menyatakan bahwa:
“...mereka yang merupakan individu-individu, kelompok, dan bagian dari masyarakat yang melakukan promosi dan perlindungan
hak-
hak asasi dan kebebasan dasar yang diakui secara universal.
pembela HAM berupaya mempromosikan dan melindungi
hak-
hak sipil dan politik dan juga promosi, perlindungan, dan realisasi
hak-
hak ekonomi, sosial, dan budaya.
pembela HAM juga mempromosikan dan melindungi
hak-
hak anggota suatu kelompok seperti komunitas masyarakat adat (indigenous people). Definisi ini tidak mencakup mereka, individu-individu atau kelompok, yang melakukan atau mempropagandakan kekerasan.”
Dalam panduan ini juga dijabarkan secara terperinci mengenai aktifitas yang dilakukan oleh para
pembela HAM seperti upaya dokumentasi pelanggaran HAM, mencari pemulihan (remedy) bagi para korban pelanggaran HAM melalui jalur hukum, psikologis, kesehatan, dan lain sebagainya, serta melakukan narasi tandingan atas kultur imunitas.
Beradasarkan Fact Sheet No. 29, Human Rights Defenders: Protecting the Right to Defend Human Rights oleh PBB (selanjutnya disebut Fact Sheet PBB No.29), terdapat standar minimum untuk menentukan seorang
pembela HAM, yaitu menerima keuniversalitasan HAM yang diatur dalam Universal Declaration of Human Rights (selanjutnya disebut UDHR), dalam artian seseorang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
pembela HAM apabila memperjuangkan suatu aspek HAM namun menolak beberapa aspek HAM lain dalam UDHR. Lebih ringkasnya seorang
pembela HAM setidak ialah seorang yang harus menerima HAM secara universal tidak mengesampingkan aspek HAM yang lain, tidak memperdulikan salah atau benarnya terhadap suatu kasus, yang paling penting adalah aktivitas yang mereka lakukan adalah aktivitas HAM, dan dilakukan secara damai.
Sedangkan kaitannya dengan
Wanita pembela HAM yang dimaksud di sini ialah perempuan yang berperilaku aktif melakukan pembelaan, penegakan, dan kemajuan untuk
hak asasi manusia. Secara luas
Wanita pembela HAM bisa diartikan sebagai semua perempuan yang bekerja pada masalah
hak asasi manusia dan juga orang-orang dari semua jenis kelamin yang bekerja untuk mempromosikan
hak-
hak perempuan dan
hak-
hak yang terkait dengan kesetaraan gender.
Sejarah
Konvensi
Wanita merupakan hasil perjuangan para
pembela HAM untuk mewujudkan perlindungan dan juga persamaan bagi
Wanita. Konvensi terhadap pembatasan berbagai bentuk diskriminasi pada perempuan ini akhirnya sukses diterima dalam sidang PBB tanggal 18 Desember 1979. Deklarasi ini diawali dengan kegiatan aktif penyusunan beberapa instrumen internasional dengan cara pengumpulan data dan informasi mengenai tindakan diskriminasi terhadap
Wanita dalam peraturan-peraturan maupun kehidupan nyata. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan kesetaraan yang harus didapatkan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu komisi kedudukan
Wanita juga aktif menyebarkan survei global yang akhirnya mendapatkan respon baik dari berbagai negara. Para anggota komisi kedudukan
Wanita yang merupakan kelanjutan dari konvensi
Wanita pada bulan Juni 1946 mendapatkan mandat untuk mempersiapkan laporan dan juga rekomendasi-rekomendasi untuk dilaporkan kepada Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai pemajuan
Wanita dalam ranah sosial, ekonomi, pendidikan dan sipil.
Indonesia melakukan ratifikasi pada konvensi ini dengan adanya UU no. 7 tahun 1984 dan diundangkan di Jakarta. Setelah itu pada tahun 1994 mulai banyak para
Wanita yang aktif mengajar dan menjadi aktifis
pembela HAM di berbagai LSM dan lembaga sosial lainnya serta lembaga pendidikan. Pada akhirnya para pejuang LSM tersebut dan para pengajar studi kajian
Wanita program pascasarjana UI dan Yayasan lembaga konsumen serta LBH di Jakarta bergerak bersama untuk aktif menyelenggarakan siaran, seminar dan publikasi untuk menyuarakan konvensi
Wanita terutama dalam ketenagakerjaan. Perjuangan ini akhirnya mampu melahirkan Komnas Perempuan berdasarkan Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 yang diketuai oleh Prof.Saparinah Sadli tahun 1998. Institusi ini sampai sekarang selalu aktif melakukan pembelaan dan pendampingan untuk menangani kasus pelanggaran HAM yang dialami oleh
Wanita.
Perjuangan para perempuan
pembela HAM telah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka. Mereka melakukan pembelaan yang dilakukan berkaitan dengan isu gender dengan berbagai perjuangan seperti pembelaan HAM secara umum, isu perempuan, masyarakat, kasus lingkungan, keberagaman serta minoritas.
Dasar Hukum
Perundang-undangan yang mengatur mengenai pengakuan dan perlindungan yang secara spesifik kepada
Wanita pembela HAM saat ini masih belum terwujudkan. Padahal para
Wanita ini rentan dan kerap mengalami diskriminasi maupun kekerasan karena perbuatan pembelaan yang dilakukan. Namun ada instrumen hukum baik internasional maupun nasional yang mengatur mengenai
pembela HAM. Diantara instrumen internasional yang ada ialah:
= Deklarasi HAM tahun 1948 pada pasal 19 dan 20
=
Dalam deklarasi ini dinyatakan mengenai
hak seseorang atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam
hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah). Selain itu juga disebutkan bahwa setiap orang mempunyai
hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai dan tidak seorang pun boleh dipaksa untuk ikut dalam suatu perkumpulan.
= Kovenan Internasional tentang hak-hak Sipil dan Politik (1966)
=
Kovenan Internasional tentang
hak-
hak Sipil dan Politik mengatur mengenai
hak seseorang untuk berkumpul termasuk membentuk atau bergabung pada suatu serikat secara damai dan tidak ada pembatasan dalam tindakannya. Kecuali diatur dalam hukum, dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan politik publik, atau ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan atau moral masyarakat, atau perlindungan atas
hak-
hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.
= Kovenan Internasional tentang hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (1966)
=
Pada kovenan ini mengukuhkan mengenai HAM dibidang ekonomi, sosial dan budaya, yaitu atas pekerjaan, menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan. Setiap rakyat juga memiliki
hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Selain itu dinyatakan mengenai persamaan antara laki-laki dan perempuan. Seseorang juga dilarang dalam melakukan pembatasan dan penyimpangan HAM.
= Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
=
Kovenan yang ditetapkan oleh majelis umum PBB pada tanggal 21 Desember 1965 ini mengatur mengenai segala bentuk diskriminasi rasial. Pada pasal-pasalnya mengatur mengenai
hak yang seharusnya didapatkan seseorang.Kaitannya dengan
Wanita pembela HAM yang sering mendapatkan diskriminasi maka kovenan ini menyajikan perlindungan dari segala bentuk kekerasan maupun kerentanan yang dialami
Wanita pembela HAM dan menjamin
hak-
hak yang seharusnya dimiliki.
= Deklarasi pembela HAM, Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 53/144 tanggal 9 Desember 1998
=
Deklarasi ini berisi mengenai pernyataan umum dan juga pengakuan
hak-
hak dari
pembela HAM namun tidak mengatur dengan spesifik mengenai mekanisme bagaimana deklarasi ini bisa diratifikasi. Sehingga deklarasi ini tidak mengikat secara umum bagi seluruh anggota PBB namun bisa menjadi acuan dan pedoman dalam pembentukan perundang-undangan bagi
pembela HAM.
Sedangkan beberapa instrumen nasional yang mengatur diantaranya ialah:
UUD 1945 Pasal 28 C ayat 2
Peraturan Komnas HAM nomor 5 tahun 2015 mengenai Prosedur Perlindungan
pembela HAM
Nota Kesepahaman antara Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM dan Pelanggaran HAM Berat, serta Mekanisme Pelapor Khusus Komnas HAM
Undang-undang HAM No. 39/1999
UU Pers No. 40/1999 yang menjamin kemerdekaan pers sebagai
hak asasi warga negara
Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Polisi Republik Indonesia, serta Pasal 66 UU Lingkungan Hidup
Aktor Penting Pendorong Perubahan Sosial
Aksi yang dilakukan oleh para
Wanita pembela HAM baik itu secara individu maupun secara kolektif mampu mengatasi tindakan diskriminasi dan juga ketidaksetaraan pada korban pelanggaran HAM maupun yang sedang didampingi. Selain itu juga mampu memajukan
hak-
hak sipil,ekonomi,sosial dan budaya. Perempuan
pembela HAM membawa keamanan dan perdamaian untuk menuju perubahan sosial yang bermanfaat bagi banyak orang.
Tantangan yang Dihadapi Wanita pembela HAM
Wanita pembela HAM mengalami berbagai hambatan,risiko dan juga pelanggaran serta dampak lainnya yang dibentuk berdasarkan siapa
Wanita itu,dan perannya dalam suatu bagian kegerakan tertentu seperti feminisme dan sebagainya,serta apa yang diusahakan seperti pembelaan terhadap
hak asasi manusia. Berbagai tantangan yang dijumpai diantaranya yaitu diskriminasi yang berbasis gender,ancaman dan kekerasan berbasis gender,penargetan pada anggota keluarga atau orang yang dicintai,permusuhan yang dibuat oleh masyarakat maupun pihak yang berwenang,narasi anti-gender yang berbahaya, kampanye pencemaran nama baik,eksklusi, marginalisasi, pengurangan pengakuan dan dana, menghambat untuk mengakses ruang dan platform pengambilan keputusan, stigmatisasi dan pengucilan oleh tokoh masyarakat, kelompok berbasis agama, keluarga dan masyarakat serta tantangan dan kekerasan spesifik gender secara online dan di ruang digital.
Perlakuan Kekerasan pada Perempuan pembela HAM
Para perempuan
pembela HAM banyak yang rentan mengalami kekerasan. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Komnas Perempuan diperoleh data bahwa ada 58 perempuan
pembela HAM yang menegaskan bahwa ada 436 kasus pelanggaran HAM dalam bentuk kerentanan dan kererasan sejumlah 19 macam. Sepuluh dari bentuk kerentanan dan kekerasan ini hanya dialami oleh perempuan,sedangkan 9 diantaranya juga dialami oleh laki-laki
pembela HAM juga. Para
Wanita juga sering mengalami kekerasan tersebut dalam beberapa bentuk hingga terjadi tumpang tindih. Ada dua pengelompokan kekerasan yang dialami oleh perempuan yaitu kekerasan dan kerentanan umum serta khusus. Berikut tabel bentuk dari kedua macam tersebut.
Pelaku Kekerasan
Kekerasan atau kerentanan sering dilakukan terhadap
Wanita pembela HAM. Mulai dari hambatan secara prosedural,ancaman ringan yang didapatkan maupun tindakan nyata yang membuat trauma atau bahkan sampai kematian. Dari data yang didapatkan bisa diketahuI bahwa pelaku kekerasan terhadap
Wanita pembela HAM adalah aktor negara mapun non negara dan individu maupun kelompok.
= Aktor Negara
=
Pihak yang memiliki peran sebagai pelaku kekerasan pada
Wanita pembela HAM salah satunya ialah aktor negara. Seorang aktor negara dalam melakukan tindakannya bisa dalam berbagai bentuk seperti pembiaran, menyusun kebijakan dan mebuat perundang undangan dan semua itu dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan data yang dirilis oleh Komnas HAM ditemukan 97 kasus mengenai kerentanan dan kekerasan yang dilakukan oleh para aktor negara.
Pada suatu negara para
Wanita pembela HAM bisa mengalami pelanggaran atas
hak asasinya yang dilakukan oleh aktor negaranya sendiri. Aparat dan polisi pada negara yang cenderung otoriter dan juga represif yang kerap melakukan pelanggaran ini. Berbagai tekanan banyak diberikan pada aktifitas yang dilakukan oleh para
pembela HAM atas nama kemanan dan keselamatan negara. Tidak jarang tuduhan separatis, provokatif, dan dianggap menimpulkan konflik dituduhkan kepada para pendamping korban kekerasan guna membungkam
pembela HAM. Selain itu juga dilakukan tindakan penangkapan secara sewenang-wenang serta penyiksaan hingga kekerasan seksual pada
pembela HAM.
= Aktor Non Negara
=
Saat para
Wanita pembela HAM melakukan pendampingan pada korban pelanggaran HAM maka pihak yang melakukan kekerasan tidak hanya dari pelaku yang menganiaya korban namun juga dari keluarga korban itu. Keluarganya menganggap justru
Wanita pembela HAM telah membuka aib keluarga yang seharusnya ditutupi. Selain itu juga ada orang yang tidak dikenal maupun preman yang melakukan kekerasan pada
Wanita pembela HAM. Kerentanan juga dialami oleh
Wanita pembela HAM melalui media massa. Media massa menciptakan wacana maupun opini yang bisa membunuh dan menghancurkan karakter dari
Wanita pembela HAM dengan memprovokasi dan mengeksploitasi pemberitaan dari kasus yang sedang didampingi.
Dukungan dan Perlindungan yang dibutuhkan Wanita pembela HAM
Pihak yang berperan dalam memberikan perlindungan dan dukungan ialah dari negara. Negara bertanggung jawab memberikan kepastian mengenai perlindungan dari ancaman,intimidasi maupun serangan kepada
pembela HAM. Selain itu ada juga lembaga Internasional seperti PBB yang turut memberikan naungan perlindungan hukum. Setiap
pembela HAM yang mendapatkan intimidasi,ancaman,kekerasan dan pelanggaran HAM harus dilakukan investigasi dengan segera. Maka dukungan yang berupa pengakuan atas tanggungjawab yang diambil para
Wanita pembela HAM serta memperkuat mekanisme perlindungan baik itu dalam ranah nasional maupun internasional perlu untuk diperdalam.
Penghargaan
Indonesia pada tanggal 28 oktober 2020 yang bertepatan dengan hari lahir Komisi Nasional Perempuan memberikan penghargaan kepada 11
Wanita pembela HAM. Mereka adalah para aktifis
Wanita yang selama hidupnya melakukan perjuangan untuk perempuan,menjadi pendamping dan memperjuangkan keberagamaan serta keberagaman. Para
Wanita itu ialah Estu Fanani (wafat, 2020), dr. Ratih Purwarini (Wafat, 2020), Rosniati (Wafat, 2020), Nurhidayah Arsyad (wafat, 2019), Ibu Den Upe Rambelayuk (Wafat di Toraja, Maret 2019), Lily Dorianty Purba (Wafat, 9 Februari 2019), Mama yusan yeblo (Wafat, 2019), Tapiomas Ihromi Simatupang (wafat, 2018), Sri Sulistyawaty (Wafat, 2018), Cut Risma Aini (Wafat, 2018), Christina Sumarmiaty (Wafat, 2019)
Pranala luar
(Inggris) Situs web resmi Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
hak asasi manusia
https://www.komnasperempuan.go.id/
Daftar pustaka
Setiawati, Trias (Juli 2016). "Perempuan dan HAM: Peta Permasalahan dan Agenda Aksi". 25 (44): 96–99. ISSN 0215-1421.
Abraham Silalahi, Ryan (Februari 2021). "Tinjauan Normatif
pembela hak asasi manusia dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional". 1 (2): 99–111. ISSN 2722-970X.
Perjanjian dan Deklarasi
"Deklarasi Universal
hak asasi manusia" (PDF).
"Kovenan Internasioanl Tentang
hak Sipil dan Politik" (PDF).
Referensi