Keresidenan Jambi (1906–1957) adalah sebuah
Keresidenan yang pernah didirikan di wilayah Provinsi
Jambi, Indonesia. Awalnya,
Keresidenan Jambi dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menggantikan kekuasaan Kesultanan
Jambi yang telah berakhir. Residen pertama yang mengatur pemerintahan di
Keresidenan Jambi bernama Oscar Louis Helfrich.
Pada tanggal 4 Maret 1942, seluruh wilayah
Keresidenan Jambi telah dikuasai oleh pasukan pendudukan Jepang di Hindia-Belanda. Struktur pemerintahan yang dibuat oleh Belanda di
Keresidenan Jambi tetap dipertahankan oleh pasukan Jepang tetapi diadakan pengubahan nama dan pengurangan jumlah jabatan.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Komite Nasional Indonesia menetapkan Sagaf Yahya sebagai residen pertama untuk
Keresidenan Jambi pada tanggal 3 September 1945.
Keresidenan Jambi kemudian mulai mengadakan perdagangan menggunakan mata uang Rupiah ketika Inu Kertapati menjabat sebagai residen
Jambi. Pada bulan April 1946,
Keresidenan Jambi dimasukkan sebagai bagian dari Sub Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi Sumatera. Lalu pada tahun 1948,
Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah.
Keresidenan Jambi kemudian berubah menjadi Provinsi
Jambi pada tahun 1957 ketika Provinsi Sumatera Tengah dibagi menjadi tiga provinsi yang baru.
Sejarah
= Masa Hindia Belanda
=
Peperangan antara Kesultanan
Jambi dan Belanda telah berlangsung selama masa kekuasaan Sultan Thaha Syaifuddin. Pada tanggal 26 April 1904, Sultan Thaha Syaifuddin gugur dan dimakamkan di Muara Tebo. Setelah meninggalnya Sultan Thaha Syaifuddin, Belanda berhasil menguasai wilayah-wilayah Kesultanan
Jambi. Wilayah-wilayah ini kemudian dibentuk sebagai
Keresidenan Jambi dan menjadi bagian dari Hindia Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1906, diterbitkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 20 yang menetapkan Oscar Louis Helfrich sebagai Residen
Jambi yang pertama. Pelantikannya diadakan pada tanggal 2 Juli 1906.
Setelah meninggalnya Sultan Thaha Syaifuddin, Raden Mattaher masih melanjutkan peperangan Kesultanan
Jambi melawan Belanda dengan mengikutsertakan panglima perang lainnya. Namun pada tanggal 10 September 1907, Raden Mattaher gugur sehingga Belanda berhasil mengakhiri peperangan. Pasukan Belanda kemudian menghancurkan seluruh kompleks keraton Kesultanan
Jambi yang berlokasi di lahan Masjid Agung
Jambi. Setelah itu, seluruh bekas wilayah Kesultanan
Jambi digabungkan dengan daerah Kerinci menjadi wilayah
Keresidenan Jambi.
= Masa pendudukan Jepang
=
Pada tanggal 24 Februari 1942, Pasukan Udara Jepang berhasil menduduki Bengkulu yang sebelumnya telah ditinggalkan oleh pasukan Belanda. Pendudukan ini dilakukan dengan mengadakan serangan udara menggunakan pesawat pengebom. Pasukan Udara Jepang kemudian menduduki Bangko dan Rantau Panjang pada tanggal 26–27 Februari 1942 serta Muara Bungo pada tanggal 28 Februari 1942 untuk memasuki wilayah
Keresidenan Jambi. Pada tanggal 2 Maret 1942, detasemen kedua dari pasukan Jepang yang dipimpin oleh Orita berhasil menguasai Muara Tebo. Detasemen ini kemudian menguasai Muara Rupit, Sarolangun dan Rawas. Pada tanggal 24 Februari, pasukan Jepang telah berhasil menduduki Kota
Jambi. Wilayah
Keresidenan Jambi sepenuhnya dikuasai oleh pasukan Jepang pada tanggal 4 Maret 1942.
= Masa Pemerintah Indonesia
=
Pada tanggal 3 September 1945, Komite Nasional Indonesia mengadakan rapat umum pleno di Gedung Nanpo. Rapat ini menetapkan bahwa Pemerintah Indonesia menetapkan Sagaf Yahya sebagai residen di
Keresidenan Jambi. Pada bulan April 1946, diadakan Konferensi Komite Nasional Indonesia Seluruh Sumatera di Kota Bukittinggi. Konferensi ini menetapkan pembagian Provinsi Sumatera menjadi tiga sub provinsi yakni Sub Provinsi Sumatera Utara, Sub Provinsi Sumatera Tengah dan Sub Provinsi Sumatera Selatan. Masing-masing sub provinsi ini dipimpin oleh seorang gubernur muda. Dalam pembagian ini,
Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Sub Provinsi Sumatera Tengah yang ibu kotanya terletak di Kota Padang.
Pada tahun 1948, Pemerintah Indonesia menetapkan pembentukan Provinsi Sumatera Tengah. Wilayah
Keresidenan Jambi bersama dengan wilayah
Keresidenan Riau dan
Keresidenan Sumatera Barat ditetapkan menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah. Pada tahun 1957, terjadi pengambilalihan pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah oleh Dewan Banteng. Pemerintah Indonesia di Jakarat kemudian menanggapi dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1957. Peraturan ini menetapkan pembagian Provinsi Sumatera Tengah menjadi tiga provinsi baru, yakni Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, dan Provinsi
Jambi.
Wilayah
Pada awal kemerdekaan Indonesia,
Keresidenan Jambi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah. Wilayah
Keresidenan Jambi mencakup satu kota praja dan dua kabupaten yakni Kota Praja
Jambi, Kabupaten Merangin dan Kabupaten Batanghari. Ibu kota
Keresidenan Jambi pada masa ini terletak di Kota Praja
Jambi.
Pemerintahan
Struktur pemerintahan
Keresidenan Jambi yang dibuat oleh Belanda tetap dipertahankan oleh Jepang ketika memerintah di Indonesia sejak peralihan kekuasaan pada tanggal 9 Maret 1942. Namun Pemerintah Jepang melakukan penukaran nama wilayah dan pejabat di
Keresidenan Jambi. Nama
Keresidenan yang dipimpin oleh residen diubah menjadi syu yang dipimpin oleh syucokan. Nama onderafdeling yang dipimpin oleh controleur diubah menjadi gun yang dipimpin oleh gunco. Nama onderdistrik yang dipimpin oleh asisten demang diubah menjadi son yang dipimpin oleh fuku gunco. Selain itu, Pemerintah Jepang menghilangkan jabatan asisten residen yang sebelumnya memimpin wilayah afdeling.
Adapun nama Residen
Jambi mulai dari masa Hindia Belanda hingga masa setelah kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut:
Perekonomian
Pada awal kemerdekaan Indonesia, wilayah
Keresidenan Jambi merupakan pelabuhan terbuka yang menerapkan barter sebagai sistem perdagangan. Semua pembayaran wajib kepada negara dihitung dengan nilai tukar Dolar Singapura dalam kegiatan ekspor dan impor. Harga barang di
Keresidenan Jambi ditentukan oleh harga perdagangan karet yang diperdagangkan menggunakan Dollar. Dewan Perwakilan Rakyat
Keresidenan Jambi kemudian memberikan kemudahan dalam perdagangan makanan kepada para pedagang skala kecil dengan memberikan kuasa kepada pemerintah
Keresidenan Jambi untuk mengadakan pencetakan uang secara fotokopi. Bentuk dari uang yang dicetak ialah kupon uang kertas dengan nilai mata uang Rupiah senilai Rp. 0,50, Rp. 1, Rp. 2,50, Rp. 5, dan Rp. 10.
Keabsahaan uang kertas yang dicetak awalnya ditandai dengan keberadaan tanda tangan Inu Kertopati sebagai Residen
Jambi di sisi kanan uang. Sementara di sisi kanan uang kertas harus terdapat tanda tangan dari salah satu anggota komisi percetakan uang. Namun cara ini kemudian dipermudah untuk menghemat waktu dan tenaga percetakan uang. Uang kertas dianggap sah cukup dengan adanya stempel Residen
Jambi dan tanda tangan dari salah seorang anggota komisi percetakan uang untuk tiap nilai tertentu pada kupon.
Pemanfaatan lahan
= Pembangunan sekolah
=
Pada masa Hindia Belanda (1900–1928), Pemerintah Hindia Belanda mendirikan tiga jenis sekolah untuk pribumi di
Keresidenan Jambi. Pertama, sekolah rakyat (Volkschoool) yang masa pendidikannya selama 3 tahun. Sekolah ini didirikan di desa-desa dalam wilayah
Keresidenan Jambi. Kedua, sekolah dasar dengan masa pendidikan selama 5 tahun (Vervolgschool). Sekolah ini hanya didirikan di kawasan perkotaan pada tingkat onderafdeling di
Keresidenan Jambi. Ketiga, Hollandsch-Inlandsche School (Sekolah Hindia Belanda) dengan masa pendidikan selama 7 tahun. Sekolah ini hanya didirikan di Kota Praja
Jambi selaku ibu kota
Keresidenan Jambi.
= Pendirian suaka margasatwa
=
Ketika
Keresidenan Jambi masih menjadi bagian dari Hindia Belanda pada tahun 1935, ditetapkan pendirian suaka margasatwa bernama Suaka Margasatwa Berbak. Pendiriannya disahkan dengan penerbitan Staatsblad Nomor 521 Tahun 1935. Suaka Margasatwa Berbak ditetapkan seluas 190.000 ha.
Lihat Juga
Daftar Gubernur
Jambi
Provinsi
Jambi
Referensi
= Catatan kaki
=
= Daftar pustaka
=
Abubakar, A., dkk. (2020). Sastrodinomo, Kasijanto, ed. ‘Oedjan Mas’ di Bumi Sriwijaya (PDF). Jakarta: Bank Indonesia Institute. ISBN 978-623-90661-4-7. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Pradjoko, D., dan Utomo, B. B. (2013). Djaenuderadjat, Endjat, ed. Atlas Pelabuhan-Pelabuhan Bersejarah di Indonesia (PDF). Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya. ISBN 978-602-17497-5-3. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Wiwik S., A., dan Tarigan, N. Harto, Zulkifli, ed. Melayu
Jambi: Suatu Kajian Sejarah Etnis (PDF). Tanjungpinang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang. ISBN 978-979-1281-06-5. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Pranala luar
(Indonesia) Website Resmi Pemerintah Provinsi
Jambi Diarsipkan 2013-09-05 di Wayback Machine.